Bertanahkan cermin, berlangitkan samudera biru yang cemerlang
Semerbak, dari raja segala bunga menyeruak dengan merdu, membuai indera penciuman
Tetapi tak semua hidung dapat menemukan jati diri wewangian tersebut
Selimut kegelapan, dimensi ini.
Maka menjadilah laron,
yang bermantrakan takhollaku bi akhlakillah,
Memburu kekasih Tuhan, manusia pilihan yang disucikan, Al-Musthafa menjajakan cahaya.
Merapalkan shalawat,
Kuharapkan kehadiranmu serta
Kendati kebun bunga dalam cermin ini tak pernah menjadi layak,
Sebab sekadar hidup dari setetes elixir
Yang tak pernah merupa bentuk, merupa fisik
Hanya bisa dikonversi menjadi forma lain,
Menjadi kenduri atas hari kelahiranmu, dan menjadi turut berduka atas apa yang kau ratapi.
Setiap fajar, setiap tirai senja, setiap awan dan setiap pohon bersujud seraya jalanmu,
Tak pernah ada sesiapa yang mampu, melantunkan citramu sebaik-baiknya
Meskipun syair Cak Nun "Muhammadkan hamba, ya Rabbi"
Sesungguhnya tak ada, ruh dambaan selain engkau ya Rasulullah
Seribu taman bunga, satu jumlahnya
Labbaika yaa Rasulullah,
Allahumma shalli 'ala Sayyidina Muhammad wa Ali Sayyidina Muhammad
Mawlidur Rasul Saw 1441 H, Zahra El-Fajr
(Dipost lebih dahulu di laman tumblr pribadi, jeda-fana.tumblr.com)
Kunjungi juga puisi lainnya:
AlasanÂ
Potret II
Mata BintangÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H