Selesai berlipat dekade masa mudaku terlewati, sudah banyak penggalan kisah cinta yang dimulai dan diselesaikan, beres berpengalaman hatiku mengunyah 2 perasaan inti yang mewakili; yaitu kecintaan dan kesengsaraan. Perasaan ini itu sekalian lansia sudah. Setidaknya 2 citra yang tak ingin kulupakan entah sampai umurku genap 101 tahun, tentu saja dari yang paling membahagiakan dan yang paling menyakitkan. Kebencian hanya menuntun kepada bunuh diri jiwa, itu yang bisa aku petik sekarang. Aku yang menyimpan seangkasa benci terhadapmu, aku sendiri yang kesusahan. Mengapa memaafkan pun tak bisa sih, diri?
"Kalau aku mati, kau akan datang ke pemakamanku?" tanyamu.Â
Mengapa? Mengapa bertanya? Tentu saja tidak, sebegitu aku membencinya.Aku tak bisa lebih lama lagi membicarakannya, karena ini hanya akan membuat perasaanku memburuk saja. Sebelumnya aku pikir di masa tuaku, aku harus menyelesaikan semua perasaan-perasaan sampah ini, tapi yang kutemukan malah keadaan yang memperparah.
Tiba kabar itu, bertabrakan dengan pertanyaan recehmu dulu "Kalau aku mati, kau akan datang ke pemakamanku?", aku seperti menggali lubang yang memperparah sampah di hatiku apabila aku mengingat bagaimana air wajahku dulu menyauti pertanyaanmu. Hanya penyesalan, penyesalan, dan penyesalan.
Sedangkan aku belum rampung berkisah, bagaimana pun halnya 2 kesan itu bukanlah hal yang mudah dilupakan ingatan begitu sahaja dan aku baru memaparkan satunya, bukankah ini berarti masih tersedia sisa?
*
Aku sangat ingin berterimakasih, terimakasih yang paling baik dan sungguh-sungguh,
Saat itu yang kutahu hanya;
selama ini aku bersamamu, tapi aku ingin lebih lama lagi,
berjuta sunrise setiap harinya tak bisa mengalahkan kedipan perdanamu di pagi hari yang seakan menceritakan kisah,
kau yang mencuriku dari keakuanku, aku sudah seperti pasir pantai yang menyerah di sela jarimu,