memikirkanmu adalah gagasan yang menjadi ideologiku,
membaca namamu aku seakan membaca surat cinta yang tak bosan-bosan aku gumankan,
aku tidak bisa memisahkanmu dengan memoriku,
bahkan bulan akan tahu sebelum kuberi tahu bahwa aku sebegitunya padamu. Ah, gila..
Aku tahu apa sih? Hanya itu yang aku tahu,
Saat itu yang kutahu hanya aku selalu bisa membantah pertanyaan teman-temanku tentangmu "mengapa kau mencintainya?" "mengapa kau tak ingin kehilangannya?" Mengapa kau dibenci karena kesempurnaanmu?
Saat itu yang kutahu hanya kegelapan sebelum kau datang, akan kembali pada kegelapan saat kau menjadi tak terlihat olehku,
Betapa masa mudaku menemukan kau sebagai orang yang tepat untuk melalui kisah cinta masa muda, cinta pertama, cinta remaja muda dan kejadulan yang syahdu dalam kenangan. Tidak ada kisah lain mengalahkan kekagumanku pada kisah kita masa itu, aku tak yakin sendiri apakah aku perlu mengatakan padamu benar aku menemukan kepedihan teramat sangat karena ulahmu tapi bukankah itu  berawal dari perasaanku yang secara tak sopannya meronta padamu terus?Â
Keheningan berlumut rimbun di dada, saat ini hanya memenuhi aku. Jika langit bertanya padaku apakah aku takut mati? Aku akan menjawab memang benar aku sangat berduka karenanya. Bila saja ini bisa kusurat tujukan pada masa lalu sebagaimana kerinduanku bisa menyebrangi lautan dalam sedegup jantung, tidak hanya itu, kiranya.
Maafkan aku yang membiarkanmu jatuh, maafkan aku yang menunda memberikan maaf sebagai kelegaan bagi keresahanmu selama ini, tidak hanya itu, kiranya.
Bandung, 23 Februari 2018 13:11