Mohon tunggu...
Zahra El Fajr
Zahra El Fajr Mohon Tunggu... Penulis - a melancholist

Teacher | Fiksiana Enthusiast | Membaca puisi di Podcast Konstelasi Puisi (https://spoti.fi/2WZw7oQ) | Instagram/Twitter : zahraelfajr | e-mail: zahraelfajr@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Aku Melihat Wanita Tua Menangis di Angkot

25 September 2016   23:11 Diperbarui: 31 Maret 2020   01:05 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustration/Source:Weheartit

Senja mendung di Bandung, kududuk di pojok angkot. Berharap tak kau sapa, karena malas mendengar keluh kesah kalian. Ku juga punya. 

Ngetem menunggu yang tak pasti, aku pulang agak gelap agaknya. Bagaimana lagi. 

Kulihat Wanita Tua menangis, tak bersuara tapi mengalir. Ya, Ibu itu sedang menangis. Sama derasnya dengan hujan yang akhirnya turun. 

Aku menjadi tukang angkot yang gesit, tak lelet lagi jika mungkin saja rumah membuatnya tenang.

Aku menjelma menjadi hujan, agar berhenti jika saja hujan deras ini mengingatkan kenangan pahitnya. 

Aku beralih menjadi air matanya yang enggan mengalir jika saja air mata itu mengalir dengan sendirinya. 

Tapi aku kembali menjadi aku, merasuki hatinya. 

"Pahit," sudah kau katakan kesekian kalinya, 

"Aku tak tahu kemana angkot ini terakhir berhenti. Aku hanya ingin menjauh dari Pahit itu. Pahit itu sedang di rumah, tak membahagiakan aku sebagaimana sumpahnya." 

"Pahit itu kini mencari Manis yang lain, yang mana tak ia temukan padaku. Aku punya, tapi ia menutup matanya dariku." 

"Asin, air mata ini asin, untung tak pahit juga." 

"Manis, alangkah manisnya angan-angan ketiadaan." 

Aku terperangah di akhir kalimatnya itu "Ya, manis Wanita Tua." kuiyakan, "Manis, tapi rindu." lanjutku. Ia mengerutkan kening "Karena kau hanya akan merasakan kerinduan pada kehangatan di ujung hidungmu--nafas itu. Jangan tiada, setahuku rindu juga perih rasanya." lanjutku sebelum aku "kiri" 

Dah, Wanita Tua yang menangis di angkot. 

Dah, Wanita Muda di masa lampauku. Terimakasih telah menyelamatkanku Itu katamu, aku dengar karena aku berhenti dan sampai di tengah matamu. 

Bandung, 25 September 2016

Zahra,

Puisi lainnya :

Pada Kebun Bunga di Kedalaman Kalbu

Yang Tersisa Usai Agustus

Sepertinya Ada yang Tak Nampak di Jendela

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun