"Manis, alangkah manisnya angan-angan ketiadaan."Â
Aku terperangah di akhir kalimatnya itu "Ya, manis Wanita Tua." kuiyakan, "Manis, tapi rindu." lanjutku. Ia mengerutkan kening "Karena kau hanya akan merasakan kerinduan pada kehangatan di ujung hidungmu--nafas itu. Jangan tiada, setahuku rindu juga perih rasanya." lanjutku sebelum aku "kiri"Â
Dah, Wanita Tua yang menangis di angkot.Â
Dah, Wanita Muda di masa lampauku. Terimakasih telah menyelamatkanku Itu katamu, aku dengar karena aku berhenti dan sampai di tengah matamu.Â
Bandung, 25 September 2016
Zahra,
Puisi lainnya :
Pada Kebun Bunga di Kedalaman Kalbu
Sepertinya Ada yang Tak Nampak di Jendela