Mohon tunggu...
Zahra El Fajr
Zahra El Fajr Mohon Tunggu... Penulis - a melancholist

Teacher | Fiksiana Enthusiast | Membaca puisi di Podcast Konstelasi Puisi (https://spoti.fi/2WZw7oQ) | Instagram/Twitter : zahraelfajr | e-mail: zahraelfajr@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[FITO] Bias Hujan Nyanyikan Lagu Tidur untukku

24 Agustus 2016   17:25 Diperbarui: 31 Maret 2020   02:34 305
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Acap kali terbersit mengayunkan paku ke kedua mataku yang mengingkari menepaatnya. Biar kutahan, tetapi aku hanya ingin mati saja. Sungguh! Kalau bukan....

Datanglah hari itu seorang pria sendu menengok isi hatiku, kuharap ini bukan ilusi. Atau kalau ilusi, tak apa kulanjutkan saja dulu. Sudah sebulan ia selalu-- katanya merindui setiap pertemuan denganku. Kuraba perkatannya sepertinya tulus--entah kupaksakan terlihat tulus. Siapalah yang tetap cerdas ketika jatuh cinta ? 

"Maddi, kau suka bermain salju?" suaranya lembut di telingaku, mendayu

"Kalau dipikir-pikir, aku dan salju tak ada bedanya. Datang sekejap membuat tetangga mengumpat malas merapikannya. Aku selalu merepotkan orang lain." 

"Tidak, Maddi, aku suka salju, aku suka hujan, aku suka badai asal menghadapinya dengan orang yang kusuka--kamu"

Setiap pagi, biasanya aku berjemur di kursi depan apartemen. Menghempas jauh kesepian yang menghujaniku, menghibur hati yang menjelang ajal ini. Tetiba saja pria itu menyapaku, mengajakku membeli roti kesukaanku di Toko seberang. Dirasa ini semua kebetulan, aku mensyukuri ketersesatan ia yang mendatangkannya padaku, awalnya.

"Akankah esok kau mengunjungiku lagi, Cemal?" sudah bulan ke sekian.

"Aku harus pergi dulu, ada urusan yang harus kuselesaikan." Cemal berlalu.

Sungguh, tak kusangka hari ini menghampiri lembar kehidupanku. Nelangsa melepas kepergiannya tanpa kepastian apapun. Menjatuhkan diriku ke dipan sembari mengusir nestapa-nestapa busuk yang kuelakkan. Kau tahu, hati rapuh menjijikan ini pernah menjanjikan kesetiaan padamu. Bahkan di kala mataku tak beguna ini selalu ikut meratapi kesedihanmu, terlebih kepergianmu saat ini. Berjuta kedipan mata sudah terlampaui dan kau tak datang lagi, selama itu aku hanya ingin mengedipkan mata tak mau pejam, tak bisa. Musim dingin berlalu, hujan mencumbu mataku. Namun gagal.

Sesayup-sayup melihatmu dalam bayanganku yang menampik bahwa aku adalah anakmu. Sebab itu kau menghilang kan, Cemal? Aku sudah menerawang ketika kau mengajakku ke Toko itu. Bukankah itu Tokomu sendiri, Cemal? 

"Ayahmu gemar membuat roti, nak. Roti buatannya lezat sekali." Ibu pernah berucap. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun