capture from change.org/id/petisi/
Kekerasan dan kerusuhan sosial, adalah rangkaian tindakan seseorang (dan kelompok massa)berupa pengrusakan dan pembakaran sarana dan fasilitas umum, sosial, ekonomi, hiburan, agama-agama, dan lain-lain. Kekerasan dan kerusuhan sosial dapat terjadi di wilayah desa maupun perkotaan. Kekerasan dan kerusuhan sosial dapat dilakukan oleh masyarakat berpendidikan maupun yang tak pernah mengecap pendidikan; mereka yang beragama maupun tanpa agama, [detail klik sumber].
Perhatikan arsip google, Â ada lebih dari setengah juga news tentang kasus kerusuhan - kekerasan akibat (langsung dan tak langsung) dan seputar pemilihan kepala daerah (pilkada). Â Itu terjadi pada wilayah Nusantara, bukan sisi lain planet Bumi.
Kekerasan dan kerusuhan itu, pada level rendah, sendang, dan tinggi, yang berhubungan serta seputar PILKADA itu, terjadi merata dari Sabang sampai Merauke; menyebar hampir pada semua propinsi yang ada di NKRI. Juga selalu berhubungan dan disertai sentimen SARA.
Semuanya itu karena ketidakmampuan menerima kekalahan pada pemilihan pimpinan daerah (wilayah) maupun politik; ada banyak kasus kerusuhan sosial di Indonesia akibat (sesaat)setelah pemilihan lurah (kepala desa), bupati, walikota, bahkan gubernur; calon atau kandidat yang kalah, secara langsung maupun tidak, menggerakkan massa pendukungnya agar melakukan protes dan demonstrasi, yang diakhiri dengan kekerasan serta kerusuhan.
Bagaimana dengan PILKAD DKI!? Adakah potensi terjadinya kerusuhan sosial akibat Pilkada DKI!? … ya, bisa ya juga bisa tidak.
YA, jika yang kalah, gunakan sentimen SARA, untuk merusak hal-hal yang berhubungan dengan Sang Pemenang.
TIDAK, jika yang kalah bisa menerima kekalahan, dengan jiwa besar
Dua peluang itu, perlu diperhatikan oleh Tim Ses Kandidat, pendukung, suporter, maupun aparat keamanan. Namun harus juga diperhatikan oleh para radikalis - rasis yang sering menggunakan jargon SARA pada waktu kampanye resmi maupun terselubung.
Jika tidak hati-hati, maka penolakan hasil pilkada putaran kedua bisa berujung rusuh antara warga; mereka yang kalah akan bringas serta membabi buta. Kita perlu ingat dan hati-hati, karena ada Kandidat Wagub yang melontarkan isu yang tidak relevan dengan mencontohkan kasus etnis minoritas Muslim Rohingya di Myanmar; agar Jakarta jangan seperti Myanmar. Apalagi, tak sedikit pertemuan-pertemuan keagamaan digunakan sebagai ajang kampanye terselubung, yang memanas-manasi umat dengan sentimen SARA.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!