Membaca buku lama tentang Manusia Indonesia
Judul buku  : Manusia Indonesia, Sebuah pertanggung jawab, Pengarang  : Mochtar Lubis Penerbit    : Yayasan Idayu, Jakarta, 1978 Tebal        : 135 hal (termasuk tanggapan, yang dimuat pada harian Kompas dan  Sinar Harapan
Sampai sekarang kalangan akademis -terutama dari bidang sosiologi dan antropologi- merasa cukup sulit untuk memberikan suatu  ciri-ciri khas manusia Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh adanya  beraneka etnis  di Indonesia dengan karakteristiknya. Akan  tetapi,  kesulitan tersebut menjadi tidak berarti bagi seorang Mochtar Lubis, wartawan dan sastrawan otodidak yang hanya lulus Hollandsch Inlandsche  School (HIS). Dalam Manusia Indonesia:Sebuah pertanggung jawab (selanjutnya Manusia  Indonesia),  minimal,  Mochtar  Lubis  telah  'mampu'  untuk membuat suatu kesimpulan atau bahkan menggeneralisir sifat-sifat dari 130 juta manusia Indonesia pada waktu itu (pada saat buku ini terbit, 1977/1978).
Pertanggungjawaban  Mochtar  Lubis  ini,  mungkin  saja belatar belakang  dari  hasil perjalanan panjang serta pengalamannya  di dan dalam pergumulan  bangsa Indonesia pada masa kolonialisme Belanda; ekspansi  Dai Nippon, perjuangan memperebutkan dan mempertahankan kemerdekaan, era demokrasi terpimpin, dan berdirinya tiang-tiang pancang solidaritas semangat orde baru sampai pada menurunnya semangat kebersamaan serta kesatuan bangsa akhir-akhir ini. Dalam perjalanan  panjang tersebut, Mochtar Lubis bertemu dengan berbagai lapisan  masyarakat  sekaligus berhadapan  serta  berbenturan  dengan 'kekuatan  dan kekuasaan besar' yang ada sehingga ia harus  terhempas untuk beberapa saat. Dengan latar belakang itulah, maka dalam Manusia Indonesia ditemukan  nada-nada sinis yang jujur atau  mungkin  saja mengungkapkan  apa adanya keadaan manusia secara universal dan  bukan saja di Indonesia.
Jika  memang  dalam  Manusia  Indonesia  adalah  suatu   ungkapan realitas  maka ternyata manusia Indonesia penuh dengan paradoks  yang tetap saja tak terselami oleh siapa pun, termasuk oleh Mochtar  Lubis sendiri. Ciri ciri manusia Indonesia menurut Mochtar Lubis adalah:
Pertama, munafik. Mempunyai penampilan yang berbeda, di depan dan belakang.  Sifat  ini  muncul karena sejak lama  manusia  Indonesia mengalami  penindasan  sehingga tidak mampu untuk  mengungkapkan  apa sebenarnya yang dikehendakinya, dan sesuai dengan hati nuraninya.
Kedua,  segan  dan  enggan  bertanggungjawab  atas  perbuatannya, putusannya, kelakuannya, pikirannya, dan sebagainya. Di sini,  mereka lebih  mudah untuk melemparkan tanggungjawab kepada orang lain, dari bertanggungjawab  atas sesuatu kesalahan atau kegagalan. Akan  tetapi jika   mmerupakan  suatu  keberhasilan, maka  mereka  paling   depan mengatakan, itu karena saya.
Ketiga,  jiwa  feodalistik. Mereka yang  mempunyai  kekuatan  dan kekuasaan  harus dihormati oleh yang dikuasai, yang kecil dan tanpa kekuasaan  harus  mengabdi  kepada yang besar. Segala sesuatu  yang berhubungan dengan yang berkuasa, juga harus dihormati oleh  mereka yang  di bawahnya, isteri bawahan harus menghormat isteri  atasan, anak bawahan harus menomersatukan anak atasan, dan seterusnya.
Keempat,  percaya takhyul. Latar belakang 'agama'  asli  manusia Indonesia  yang animis dan spiritis -termasuk di dalamnya  totemnisme dan dinamisme- yang sudah berakar, menjadikan apa pun agama manusia Indonesia, ia tetap mempertahankan hal-hal yang supra  natural  dari 'agama' asli tersebut.
Kelima, artistik.  Ciri ini selalu memperlihatkan  sesuatu  yang indah, baik, bagus serta mempesonakan untuk dipandang. Ciri ini  bisa mampu menyimpan atau menyembunyikan keadaan sebenarnya yang ada dalam hidupnya, jiwanya, kalbunya. Orang asing -turis mancanegara-  paling senang menonton nuansa artistik manusia Indonesia ini, karena  memang dipertontonkan  oleh  manusia  Indonesia sendiri.  Ciri  ini mungkin datang dari sikap manusia Indonesia yang ramah dan menyenangkan orang lain, sehingga tidak mau siapa pun melihat hal-hal jelek, tidak baik, dan buruk dari dalam diri mereka.
Keenam,  watak yang lemah. Manusia Indonesia kurang  kuat  dalam mempertahankan  dan memperjuangkan keyakinan serta pendiriannya.  Hal menjadikan manusia Indonesia cepat berubah prinsipnya,  seiring dengan tekanan yang ia dapatkan dari luar dirinya.
Selain  hal-hal di atas, masih ada sifat-sifat lain  yaitu  tidak hemat  dan cenderung boros; tidak suka bekerja keras, kecuali  kalau terpaksa,  ingin bertambah kaya dengan kurang bekerja  keras;  kurang sabar;  cemburu dan dengki terhadap orang lain yang dilihatnya lebih maju, akibatnya  mereka mudah untuk menjatuhkan  orang  lain dengan intrik,  fitnah, dan lain-lain; manusia-sok, mabuk berkuasa  sehingga mereka  yang  sudah berkuasa akan berusaha dengan segala  macam  cara agar kekuasaannya tidak hilang; tukang tiru, hal  ini mengakibatkan manusia  Indonesia  'hampir-hampir' kehilangan  identitasnya  sebagai bangsa yang mempunyai ciri kebudayaan sendiri.
Di  samping  itu, manusia Indonesia, juga  mempunyai  sifat  bisa kejam,  bisa meledak, ngamuk, membunuh, membakar, khianat,  menindas, memeras,  menipu, mencuri, korupsi, tidak peduli dengan  nasib  orang lain, dan lain-lain.
Tinjauan
Jika  membaca  Manusia Indonesia, dengan  teliti  maka  ditemukan beberapa  hal  penting untuk diperhatikan, agar  tidak  keliru  dalam menilai siapa manusia Indonesia itu.
Pertama,  penuh dengan nada-nada kekecewaan. Mochtar  Lubis  yang sempat berada dalam tiga zaman kehidupan bangsa  -kolonial  Belanda, ekspansi  Jepang,  kemerdekaan- kecewa ketika perjalanan  masyarakat Indonesia  menuju kemajuan serta modern, ternyata meninggalkan ciri-ciri khas kemanusiaan yang baik. Kekecewaan  terhadap  lingkungan kehidupan masyarakat, tatanan politik serta kekuasaan tadi, menjadikan dalam  Manusia  Indonesia, yang  penuh  dengan  nada-nada sinis.
Kedua,  penilaian  yang menyamaratakan. Dalam Manusia  Indonesia, Mochtar  Lubis ternyata menunjukkan penilaian yang tidak  menyeluruh atau  menyamaratkan  ciri-ciri manusia manusia  Indonesia. Akibatnya dalam Manusia Indonesia terdapat uraian tentang sebagian kecil  orang Indonesia yang mempunyai -dan penuh- ciri negatif dan kemudian bangga dengan  sisi  gelap  tersebut. Banyak di antara mereka  inilah  yang berhasil mencapai puncak kekuasan dan karier. Sementara mereka  yang bertahan dengan  ciri,  sikap  dan  sifat manusia  Indonesia yang sederhana,  jujur,  ramah, mendahulukan orang lain, tidak  iri  hati, senang  dengan kemajuan,  toleran, tolong  menolang,  dan lain-lain justru terhempas serta tertinggal jauh.
Ketiga,  kurang menguraikan ciri-ciri kebaikan.  Sebagai  seorang 'wartawan-sasterawan'  tiga  zaman, Mochtar Lubis  pasti  mengetahui bahwa  masih  banyak sekali manusia Indonesia yang  baik,  tetapi  ia seakan  menutup mata terhadap kebaikan tersebut. Akibatnya ia  'lupa' menulis  dan  menyampaikan dengan panjang lebar sisi kebaikan dari manusia Indonesia. Ini mungkin saja muncul dari pengalaman traumatis yang dialaminya, misalnya,  harus  menjadi  tahanan  politik,   di breidelnya harian Indonesia
Abbah JAPPY
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H