Mohon tunggu...
OPA JAPPY
OPA JAPPY Mohon Tunggu... profesional -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Acount Baru http://www.kompasiana.com/opajappy

Selanjutnya

Tutup

Politik

[Pendapat Publik] Jumlah Tempat Ibadah Bukan Ukuran Toleransi-Intoleransi

3 Juni 2013   17:30 Diperbarui: 24 Juni 2015   12:35 1745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

137024372699541501
137024372699541501

Bermula dari tulisan/artikel di Kompasiana yang cenderung berpendapat bahwa adanya sejumlah tempat ibadah agama-agama di NKRI, merupakan tanda bahwa ada toleransi di Indonesia; apalagi, dilanjutkan dengan data dan rasio jumlah umat dan tempat ibadah Jumlah umat Islam 207.176.162, masjid 239.497; jumlah umat Kristen 16.528.513, gedung gereja Kristen 60.170; jum umat Katolik 6.907.873, gedung gereja Katolik 11.021; jumlah umat Budha 1.703.254, Vihara 2.354; jumlah umat Hindu 4.012.116, Pura 24.837; jumlah Umat konghucu 117.091, Kelenteng 552. Dengacan contoh rasio sebagai berikut

  1. Jumlah mesjid 255,147. Dengan jumlah muslim 207 juta lebih, rasio 1:817
  2. Jumlah pemeluk Kristen Protestan adalah 16.528.513 (6,96 %) dengan jumlah gereja 50.565 (15,15 %) atau 1:327
  3. Jumlah pemeluk Katolik adalah 6.907.873 (2,91 %) dengan jumlah gereja 11.191 (3,35 %) atau 1:617

Di samping itu, juga ada data dari Sekretariat Kabinet, dan kemudian diolah ulang oleh media massa (terutama media garis keras dan intoleran) dan juga banyak orangn termasuk mantan Wapres Jusuf Kalla., yaitu

Berdasarkan data (dari kepala Pusat Kerukuanan Beragama Kemenag RI) tahun 2010, Tahun 1997 – 2004 ada kenaikan jumlah dan prosentasi tempat ibadah

  1. Jumlah Gereja Katolik, 153 %, dari 4.934 menjadi 12.473
  2. Jumlah gereja Protestan 131 %, dari 18.977 menjadi 43.909
  3. Jumlah Vihara, 368 %, dari 1.523 menjadi  7.129
  4. Jumlah Pura Hindu, 475,25 %, dari  4.247 menjadi 24.431
  5. Jumlah Masjid, 64 %, dari  392.044 menjadi 643.843.

Data-data di ataslah yang sering dan terus menerus dipakai oleh banyak orang dan para petinggi negara, sebagai adanya toleransi dan (juga sebagai bukti bahwa) negara melindungi minoritas di Negeri ini. Dan lucunya para pengguna data di atas tak menyebut satuan atau jumlah, melaiankan angka prosentasi; dengan itu, sering dinyatakan bahwa tempat ibadah umat Muslim, hanya bertumbuh 64 %, sedangkan lainnya di atas 100 %. Sekali lagi, berdasarkan data-data di atas, dengan merdu serat nada dan sura yang sama, mereka (terutama para petinggi negara) menyatakan bahwa betapa toleran bangsa ini; betapa indahnya pemerintah RI melindungi minoritas.

Penggunaan data tersebut juga digunakan oleh Presiden SBY, ketika berpidato pada penerimaan  Word Statesmen Award di New York, menurut SBY

Saat ini,  Indonesia memiliki  lebih dari 255.000 mesjid. Kami juga memiliki lebih dari 13.000 pura  Hindu,  sekitar  2.000 kuil Budha, dan lebih dari 1.300 kuil Konghucu. Dan—hal ini mungkin akan mengejutkan bagi anda—kami  memiliki lebih dari 61.000 gereja di Indonesia, lebih banyak dibandingkan di Inggris Raya atau Jerman. Dan banyak dari tempat-tempat ibadah ini dapat ditemui di sepanjang jalan yang sama

Agaknya SBY lupa atau tidak tahu (!?) bahwa jumlah aliran/denominasi/mazhab dan organisasi Gereja di Indonesia lebih banyak dari di Inggir dan Jerman; dan jumal yang banya di Indonesia itu akibat dari mudahnya (izin negara) membentuk oranganisasi Gereja di Indonesia; dan dengan itu harus mempunyai tempat sendiri-sendiri.

Atas dasar itulah, maka saya melakukan sedikit Survey kecil-kecilan untuk mendapat masukan publik melalui jaringan sosial.

Survei dilakukan dengan cara mengshare/ulpload

137024372699541501
137024372699541501
yang diikuti dengan, kata-kata

1370247855142819454
1370247855142819454
SURVEY: OlehOpa Jappy(Jappy Pellokila)
Tujuan: Mendapat masukan publik dari media sosial tentang intoleransi
JANGAN hanya gunakan JUMLAH Tempat IBADAH sebagai ukuran TOLERANSI di INDONESIA (izin pendirian tempat ibadah hanya sala satu bentuk intoleransi; masih banyak yang lain)
Monggo berikan pendapat, opini, pengalaman tentang UNSUR-UNSUR atau HAL-HAL LAIN yang menyangkut INTOLERANSI di INDONESIA. BISA juga merupakan contoh-contoh nyata yang anda alami atau pernah alami.

Survei dilakukan dengan cara kerja sama dengan beberapa admin Media Sosial, yaitu

  1. FB Fans Page Indonesia Hari Ini Dalam Kata-kata, dengan jumlah Likers/yang suak sebanyak 9.135 orang; dengan jangkauan mingguan sebanyak 5-6 juta orang atau yang klik news yang dimuat pada page
  2. Grup Masyarakat Pluralis Indonesia, dengan jumlah members 886 orang
  3. Grup Diaspora Nusa Tenggara Timur + IKA NTT-USA, dengan junlah members 900 orang
  4. Grup Moral Politik, dengan jumlah members 23.697 orang
Survei dilakukan 22 Mei - 31 Mei 2013; masukan-masukan, tanggapan, atau jawaban yang menjadi bahan (hasil) survey diberikan (secara tertutup) melalui inbox page atau pun inbox FB. Analis terhadap jawaban/masukan dilakukan 23 Mei sampai hari ini (3 Juni 2013).

Untuk validitas jawaban, maka hanya masukan-masukan dari pemilik acount FB, yang jelas info profilenya (misanya, nama, umur, alamat/kota, agama, foto-profile, dan info publiknya); jika tidak ada data-data tersebut, walaupun masukannya bagus, maka tak jadikan masukan dan dianalis.

Berdasar semuanya itu, maka ada beberapa pendapat publik (khususnya dari media sosial), antara lain

  1. Jumlah tempat Ibadah, bukan merupakan ukuran adanya toleransi dan juga intoleransi di Indonesia; dan sangat berpikiran dangkal jika menggunakan hal tersebut
  2. Proses pembangunan tempat ibadah, umumnya, pada awalnya dapat diterima oleh/dan mendapat persetujuan masyarakat; akan tetapi ketika masuk para tingkat aparat pemerintah, muncul penghambatan. Ketika aparat menghambat, maka dengan pasti akan terjadi perubahan; masyarakat (setempat) yang tadinya memberi izin (tanda tangan izin), berubah jadi menolak; dan biasanya muncul jika telah ada seruan-seruan dari ormas tertentu
  3. Nasib PNS, terutama guru,yang beragama minoritas; jika diukur dari masa jabatan, pangkat, dan golongan, maka seharusnya telah mejadi/mepunyai jabatan yang lebih tinggi (misalnya Guru PNS, seharusnya jadi Kepala Sekolah), akan tetapi karena faktor agama, mereka tak bisa menduduki jabatan tersebut
  4. Gangguan terhadap ibadah di Rumah Warga; misalnya, ada Kebaktian atau Sembayangan Syukur, Rumah Tangga, Ulang Tahun, (yang tidak rutin) di rumah warga atau umat (dari gereja tertentu), maka mereka harus melalui proses izin rt/rw, bahkan dari Lurah. Jika ada izin pun, maka ketika ada kebaktian berlangsung, nyanyian dan doa, ada saja gangguan berupa bunyi motor yang keras, petasan, bising dan lain sebagainya; dan itu dilakukan oleh (bukan para tetangga) orang-orang yang sangat jelas siapa mereka dari kostum yang dipoaki
  5. Gangguan-gangguan kecil ke/pada kendaraan umat di sekitaran tempat ibadah, misanya, kempeskan ban, menoreh/membaret mobil dengan paku, memecahkan kaca, dan sebagainya
  6. Melempar atap tempat iabdah/terutam gereja, pada waktu ibadah
  7. Menyebut atau menyapa mereka (terutama anak-anak) dengan sebutan "dasar anak kafir loe, ..." atau sebuat tak bersahabat lainnya
  8. Perlakuan tak semestinya, yang diterima aparat, instansi pemerintah karena atau setelah melihat KTP, mereka memperlama atau memperpanjang proses pengurusan (administrasi tertentu) atau pun meminta imbalan uang yang cukup besar jumlahnya
  9. Tidak mau menerima mereka ngontrak rumah yang beda agama; jika menerima pun, maka syaratnya adalah tak boleh sembayangan di situ/rumah yang dikontrak itu
  10. Tidak mau bertetangga dengan dengan yang beda agama
  11. Orang tua melarang anak-anaknya bermain, ngumpul, bareng dengan mereka yang tak seiman, seagama
  12. Tidak menerima pemberian kirman makanan dari mereka (tetangga) yang beda agama; ada kasus, sang tetangga menerima namun, ketangkap oleh si pemberi, ia membuang kiriman makanan dike dalam parit ataupun tempat sampah
  13. Pengurus lingkungan, rt/rw/dewan keluraha, tak boleh yang berasal dari bukan seiman
  14. Tak boleh pacaran, apalagi menikah dengan mereka yang beda agama, iman, kepercayaan (menurut saya, untuk yang ini, belum tentu tergolong sebagai intoleran)
  15. Mendapat perlakuan tidak adil dari guru tertentu karena beda iman, agama, kepercayaan dari sang guru
  16. Adanya, ceramah, khotbah, yang dengan jelas menyerang ajaran agama tertentu
  17. Adanya coretan, vandalisme pada tembok rumah tinggal, tempat ibadah, dinding pagar, dengan kata-kata yang tak beretika serta bernada sentimen SARA

Masih banyak pendapat lain (dari sekitar 200an masukan yang layak dipelajari), namun semuanya tergolong pada hal-hal di atas.

13701595221883255117
13701595221883255117

LINK  TERKAIT

Proses Penyegelan dan Pembongkaran Gedung Gereja

Prosedur Tetap Intoleransi di Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun