Demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya; pemerintahan rakyat; gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara (legkapnyaada di sini dan di tempat  ini)
Diakui atau pun tidak, era reformasi (yang di tandai dengan runtuhnya rezim Soeharto) telah membuka jalan baru menuju Indonesia yang lebih baik.  Pengharapan (rakyat Nusantara) bahwa adanya perubahan dalam hidup dan kehidupan bangsa Indonesia; akan tetapi di sana - sini, justru rakyat dan bangsa Indonesia masih merangkak dengan pelan menuju perubahan, atau bahkan (sebagian besar) rakyat belum berubah serta semakin tertindas dan ditindas.
Uniknya, reformasi di NKRI juga telah melahirkan kebebasan berdemokrasi dan demokrasi kebebasan; artinya demokrasi yang tak terikat serta keluar dari rambu-rambu demokrasi itu sendiri; suatu model demokrasi yang tak ada pada teks book akademik-ilmiah serta belahan dunia mana pun. Demokrasi yang unik serta uniknya demokrasi NKRI.  Keunikan itu, menjadikan banyak orang yang atas nama demokrasi, melakukan tindakan-tindakan yang seenaknya, termasuk melawan Negara, menolak lambang-lambang pemersatu negara, serta bertindak anarkis karena aneka perbedaan sosial-agama-idiologi-dan lain sebagainya. Salah satu dampak reformasi adalah adanya kebebasan dalam mengeluarkan pendapat, dan mengeluarkan unek-unek dan keinginan hati, yang kadang kala menyakitkan pihak lain. Kebebasan yang ada sekarang ini, ternyata menjadi kebebasan yang tanpa batas, dan cenderung anomali, tidak mengenal aturan dan hukum, bahkan melanggar norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, dan sekaligus membuat orang lain terluka dan teriris.
Demokrasi unik di NKRI tersebut juga telah melahirkan anak-anak demokrasi yang menanduk Ibu Pertiwi yang melahirkannya; yang bersikap kurang ajar serta anarkis terhadap ibu yang melahirkannya. Coba lihat beberapa contoh sifat kurang ajar tersebut, di bawah
- Kebebasan berdemokrasi yang membolehkan munculnya aneka parpol. Parpol yang seharusnya menyuarakan aspirasi politik rakyat dalam frame NKRI serta memperkuat pilar-pilar penopang berbangsa dan bernegara, ternyata tidak sedikit yang tak seperti itu. Ada parpol yang tidak berazas Pancasila; atau orang-orangnya yang menolak pluralisme bangsa; bersifat rasis/isme serta diskriminatif. Dengan itu, memunculkan politisi-politisi busuk; politisi bertopeng demokrasi, namun menanduk NKRI, mereka justru gunakan demokrasi untuk menghancurkan NKRI
- Kebebasan berdemokrasi juga melahirkan ormas-ormas (juga lsm-lsm) keagamaan atau yang mengatas nama agama.  Mereka ada dan dilahirkan oleh Ibu Pertiwi yang telah gunakan baju demokrasi. Namun, kini, lihatlah kelakuan anak-anak demokrasi itu, apa-apa saja yang mereka lakukan dan buat!? Kelakuan dan tindakan mereka bagaikan anak yang tak tahu diri, bandel, kurang didikan, serta kurang ajar, serta mempermalukan sang Ibu Pertiwi yang melahirkannya. Ada di antara mereka yang mencaci-maki demokrasi, padahal mereka lahir dan ada karena Ibu Pertiwi yang telah demokrasi. Mereka sering menjadikan negeri ini berada dalam/pada chaos sosial. Mereka lupa bahwa jika tak ada demokrasi, maka tentu mereka sudah ada di penjara; dan itu adalah kelupaan karena kebodohan serta kurang ajar
- Kebebasan berdemokrasi juga melahirkan anarkisme pada kaum setengah terdidik. Mereka adalah para pengdemo anarkis dari kalangan mahasiswa. Negara telah melakukan subsidi ke/pada institusi pendidikan (dari level terendah sampai tertinggi) dalam rangka membangun kaum intelektual terdidik secara formal. Tetapi, lihatlah jika mereka demo, apa yang terjadi!? Kaum intelektual setengah terdidik ini (karena memang belum lulus atau masih belajar), agaknya lupa bahwa pendahulu-pendahulu mereka (74, 77/78, 82/83, 1998) termasuk bidan-bidan yang memaksa lahirnya kebebasan berdemokrasi. Kini, bisa melihat, tak sedikit calon-calon intelektual ini (dari PTNegeri - dan PTSwasta, yang nota bene dibiayai Negara secara langsung dan tak langsung) bukan menjadi agen perubahan kepada mereka yang tak bisa mencapai pendidikan di perguruan tinggi, melainkan sebagai provokator anti Negara. Sungguh anak yang sangat kurang ajar ke/pada Ibu Pertiwi
- Bahkan, karena adanya kebebasan berdemokrasi, tak sedikit orang-orang yang tadinya sebagai/ada di/pada pejabat sipil maupun militer, tetapi sudah tak terpakai, ia menjadi lupa dari mana ia berasal, sehingga beralih menjadi anak kurang ajar ke/pada Ibu Pertiwi. Tidak sedikit dari antara mereka yang kini menjadi bagian dari upaya-upaya untuk menghancurkan NKRI
- Terpulang pada diri kita, mau jadi anak kurang ajar atau tidak!?
Memang benar bahwa tanpa demokrasi kebesaran NKRI di Nusantara, akan menjadi sejarah yang terlupakan; tetapi kebebasan berdemokrasi yang tanpa batas akan lebih cepat meruntuhkan kebesaran itu.
1337348895613463306
foto koleksi jappy.8m.net Abbah Jappy P
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H