Terpulang pada hati nurani anda ...
13294638911427935668
MK Akui Anak Di Luar NIKAH. Mata artis Machica Mochtar berkaca-kaca. Aura wajahnya tidak bisa menyembunyikan kesenangan usai mendengar Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonannya. Sebab mulai saat ini, negara harus mengakui anak yang lahir di luar pernikahan tetap mempunyai hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya. "Ini bukan hanya kemenangan buat Iqbal tapi kemenangan buat anak lain di. Mereka kini mendapat hak yang seharusnya didapat," ucap Machica kepawa wartawan usai sidang di gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (17/2/2012). Machica Mochtar, istri siri dari mantan Mensesneg (alm) Moerdiono merasa hak-hak anaknya, M Iqbal Ramadhan tidak dipenuhi oleh Moerdiono semasa hidup. Seperti uang bulanan dan biaya sekolah. "Anak-anak punya hak untuk mendapatkan pengakuan dari ayah biologisnya. Kalau Iqbal mau sekolah ini kan penting sekali," papar Machica. Machica mengaku sangat bersyukur dan mengucapkan terimakasih atas putusan MK ini. Sebab kini semua hal yang mengganjal terkait status anak telah jelas pokok permasalahannya.
"Saya mengapresiasi keputusan ini. Dengan adanya putusan ini beban yang mengganjal hilang," papar Machica yang tampil menawan dengan baju terusan warna hijau.
"Setelah putusan MK ini, apa yang akan dilakukan?" tanya wartawan. "Saya besok ada acara di Bangka Belitung. Mungkin setelah itu saya akan berbicara dengan Pak Budi, adik Pak Moerdiono," jawab Machica.
Seperti diketahui, MK siang ini menyatakan pasal 43 ayat (1) UU No 1/1974 tentang Perkawinan diubah dan menjadi "anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya".
Machicha Mochtar menikah siri dengan mantan Mensesneg Moerdiono pada 20 Desember 1993. Pernikahan ini membuahkan M Iqbal Ramadhan. Namun pernikahan ini tidak berlangsung lama, berakhir 1998. Pada Juli 2008, keluarga besar Moerdiono mengadakan jumpa pers, yang isinya tidak mengakui Iqbal sebagai anak Moerdiono. Pada 2010, Machicha berjuang lewat MK untuk mendapatkan pengakuan tentang status hukum anak Iqbal. Perjuangan Machicha berakhir dengan kemenangan. http://news.detik.com/read/2012/02/17/115654/1844976/10/mk-akui-anak-di-luar-nikah-machica-ini-kemenangan-anak-indonesia?n991101605
Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian pengujian UU No 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Uji materi Pasal 2 ayat (2) dan Pasal 43 ayat (1) ini diajukan oleh Machica Mochtar. Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. "Sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya," ujar Ketua MK, Mahfud MD dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, Jumat, 17 Februari 2012.
Pasal 43 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan, “anak yang dilahirkan di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya”, tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Sepanjang dimaknai menghilangkan hubungan perdata dengan laki-laki yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum ternyata mempunyai hubungan darah sebagai ayahnya, sehingga ayat tersebut harus dibaca, “Anak yang dilahirkan di luar perkawinan mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya serta dengan laki-laki sebagai ayahnya yang dapat dibuktikan berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau alat bukti lain menurut hukum mempunyai hubungan darah, termasuk hubungan perdata dengan keluarga ayahnya”.
Dalam sidang putusan ini, Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati memiliki alasan berbeda (concurring opinion).
Menurutnya, secara teoritis, norma agama atau kepercayaan memang tidak dapat dipaksakan oleh negara untuk dilaksanakan, karena norma agama atau kepercayaan merupakan wilayah keyakinan transendental yang bersifat privat, yaitu hubungan antara manusia dengan penciptanya, sedangkan norma hukum, dalam hal ini UU 1/1974, merupakan ketentuan yang dibuat oleh negara sebagai perwujudan kesepakatan warga (masyarakat) dengan negara sehingga dapat dipaksakan keberlakuannya oleh negara (Pemerintah).
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!