Hari-hari sekitar Idhul Adha 2010, Negeri ini dikejutkan dengan berita menggelegar tentang pengguntingan bibir yang dilakukan Onta Arab bernama Khaled Salem M al-Khamimi kepada seorang WNI yang kebetulan bekerja dirumah si Onta. Kita tak pernah tahu, berapa banyak uang yang si Onta bayar/keluarkan untuk mendapatkan Sumiati; kita juga tak pernah tahu berapa banyak rupiah yang Sumiati keluarkan agar bisa sampai di Madinah, Arab Saudi, dengan harapan perubahan ekonomi, nasib, serta syukur-syukur bisa menjadi Hajjah.
Kita juga tidak pernah tahu, bahwa sejak Sumiati tiba di rumah Si Onta, apa saja yang dikerjakan, ditugaskan serta berapa yang ia terima sebagai upah jerih payahnya. Yang bisa diduga adalah, di tempat itu, di rumah Si Onta, Sumiati bekerja, bekerja, dan bekerja tanpa istirahat. Semua tak terdengar dan diam, tanpa suara, tanpa berita, sampai kemudian, terdengar berita ‘penguntingan bibir’
Lalu, timbul pertanyaan, mengapa sampai Si Onta Khaled Salem M al-Khamimi, bisa melakukan hal luar biasa dan di luar dugaan itu!? [Sekali lagi kita tidak mempunyai informasi tentang strata sosial-ekonomi Si Onta, bahkan di semua search machine, tidak ada informasi apa pun]
Mari kita menelusuri lebih jauh.
Sikon sosio-kultural-ekonomi masa lalu, khususnya pada bangsa-bangsa (termasuk suku-suku dan sub-suku) nomaden di Timur Tengah [termasuk di jazirah Arab], budak/hamba selalu berhubungan dengan fungsi dan tugas seseorang yang melayani tuan atau pemiliknya. Hampir semua lapisan masyarakat pada masa itu mempunyai budak; kecuali komunitas budak itu sendiri, karena budak tidak mempunyai budak.
Para budak adalah hamba sahaya yang menjadi budak karena dibeli atau keturunan karena orang menjadi budak karena orang tuanya adalah budak. Biasanya seseorang yang telah dibeli dan menjadi ebbedh atau hamba, maka ia kehilangan identitas dirinya. Ia hanya menyapa dirinya atau disebut sesuai dengan nama tuannya; misalnya ebed Musa (jika tuannya bernama Musa) atau ebed Abraham (jika tuannya bernama Abraham), dan seterusnya. Sehingga pada diri para budak (termasuk pekerja rumah yang pada awalnya dibeli sebagai budak) muncul ketaatan dan loyalitas mutlak terhadap tuan mereka. Tugas mereka adalah melayani pemiliknya dalam segala sesuatu, termasuk mengorbankan nyawa demi hidup dan kehidupan tuannya.
Dalam kurun waktu yang cukup lama, sejak ribuan tahun sebelum Masehi sampai memasuki awal abad dua puluh, profesi sebagai budak, hamba, pelayan pekerja di rumah, relatif masih belum berubah; terutama pada suku-suku dan sub-suku pengembara yang kebetulan bukan Kristen di Timur Tengah. Pada masa kini, sebagian besar masyarakat suku di Timur Tengah masih menganggap mereka sebagai komunitas kelas bawah yang lebih rendah derajatnya.
Karena, umumnya para majikan, merasa lebih tinggi derajat dari para pekerja, dan juga sudah membayar untuk mendapat sang pekerja, maka mereka bertindak seenaknnya terhadap ‘yang sudah mereka bayar’. Dan perilaku negatif tersebut menimpa banyak pekerja dari Indonesia, Filipina, dan Pakistan. Namun, prosentasi terbanyak dialami oleh TKW [terutama pembantu rumah tangga] dari Indonesia. Perilaku negatif tersebut, bisa saja merupakan akibat dari warisan sosial-budayanya masih menganggap para pekerja tersebut sebagai budak dan orang-orang yang lebih rendah derajatnya. Perilaku negatif  dan brutal tersebut, merupakan akibat dari warisan sosial-budayanya masih menganggap para pekerja tersebut sebagai budak dan orang-orang yang lebih rendah derajatnya
Kembali pada kelakuan Si Onta Khaled Salem M al-Khamimi, kepada Sumiati, seorang perempuan berani dari NTB, Muslimah yang taat, dan mempunyai tekad meningkatkan taraf hidup dan kehidupan diri dan keluarganya.
Si Onta, mungkin saja, termasuk orang kaya baru, sombong, angkuh dan otoriter, karena punya uang, dan telah sanggup memiliki pekerja di rumahnya, dan orang asing pula. [Sebagai informasi, banyak orang di Timur Tengah, menjadi kaya karena adanya minyak dan perdagangan senjata; dan juga banyak yang naik derajat sosialnya karena uang; dan menjadi suatu mode-ukuran lebih, jika mereka mampu mempekerjakan orang asing di rumahnya].   Si Onta Khaled Salem M al-Khamimi, mungkin saja datang dari golongan ‘mereka yang terkena bomb ekonomi’ dan mendadak menjadi orang punya, padahal sebelumnya ia adalah seorang biasa yang miskin wawasan, ia ingin terkenal dan dianggap oleh orang lain.
Sayangnya tampilan diri luarnya, berbeda dengan sikapnya terhadap orang-orang yang bekerja di rumahnya, termasuk Sumiati. Di rumah, dalam istananya, Si Onta merupakan monster menakutkan, culas, otoriter, dan pemberang yang penuh hawa nafsu. Dan, ketika ia melihat Sumiati, yang karena kelelahan, sedikit beristirahat, Si Onta langsung naik pitam. Atau bisa saja Si Onta mau memaksakan kehendak pada Sumiati, namun ia menolak sehingga Si Onta dan keluarganya brutal. Atau lebih parah lagi, Si Onta dan juga anggota keluarganya, mau memperkosa Sumiati, namun perempuan berani ini menolak, sehingga ia disiksa. Dan jika semuanya itu benar, maka ‘prosesi pengguntingan bibir’ tersebut merupakan pengkebirian agar Sumiati tidak bisa bicara, bungkam, dan membisu tentang derita yang ia alami.
Karena alasan-alasan itulah, maka Sumiati (23 th), TKI asal Dompu, Bima, Nusa Tenggara Barat. Sejak bekerja 18 Juli 2010, Sumiati menerima penyiksaan dari istri dan anak Si Onta Arab. [di RS Kings Fahd Madinah], Kondisi Sumiati sangat memprihatinkan. Seluruh bagian tubuh, wajah, dan kedua kaki luka-luka.  Ia mengalami luka bakar di beberapa titik, kedua kaki nyaris lumpuh, kulit tubuh dan kepala terkelupas, jari tengah tangan retak, alis mata rusak. Paling mengenaskan, adalah bagian atas bibir putus akibat digunting Si Onta Arab
[Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Madinah baru menerima laporan penganiayaan Sumiati pada 8 November 2010. Perwakilan KJRI langsung mengunjungi Sumiati yang dirawat di RS Kings Fahd Madinah]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H