Mohon tunggu...
Janz Marc
Janz Marc Mohon Tunggu... -

Seorang ibu yang suka membaca dan belajar dari kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Jatuh Cinta... Kenapa?

24 Januari 2014   13:26 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:30 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kata Titiek Puspa, jatuh cinta berjuta rasanya. Benarkah jatuh cinta itu berjuta rasanya? bila benar, apa saja rasanya, manis, asin, asam, pahit, tawar, getir….atau apa?

Beberapa hari ini terbersit pertanyaan dalam hati kenapa harus diberi nama depan jatuh, bukankah kata jatuh indentik dengan rasa sakit dan penderitaan? Seperti jatuh miskin; orang dari kondisi serba kecukupan, tidak menderita kekurangan, tiba-tiba harus kehilangan harta benda, maka orang tersebut dinamakan jatuh miskin, ia menderita karena kehilangan harta dan menjadi sengsara karena tidak dapat lagi mencukupi kebutuhannya.

Atau orang jatuh duduk, pasti pantatnya akan sakit sekali terbentur dengan lantai atau aspal, belum lagi bila jatuh duduknya di pinggir jalan raya atau di mall, menjadi berlipat sakitnya karena masih ditambah menahan rasa malu menjadi tontonan banyak orang.

Berbanding terbalik dengan jatuh seperti pengertian di atas bahwa jatuh itu sakit, sehingga dimana-mana orang pasti tidak mau jatuh dan sedapat mungkin menghindari supaya tidak terjatuh, maka tidak ada orang waras di atas muka bumi ini yang menikmati saat-saat ia jatuh duduk, jatuh terpleset, jatuh terjengkang, jatuh tergeletak apalagi jatuh miskin.

Jatuh cinta justru sangat dinikmati oleh setiap insan yang mengalaminya, bahkan banyak orang yang sangat menanti-nantikan saat ia boleh merasakan jatuh cinta. Mereka tidak peduli bahwa ketika sedang jatuh cinta, orang lain dapat memandang aneh dan menganggap bodoh perilaku mereka. Coba saja kita lihat, yang biasanya tegar bisa mewek-mewek tanpa sebab, yang biasanya tak pernah mengenal sisir atau bedak bisa betah duduk berjam-jam di depan kaca mematut diri tak puas-puas.

Kalau jatuh cinta justru sangat diminati, tidak hanya sekali bahkan berkali-kali, tidak hanya oleh cabe-cabean bahkan engkong-engkong bau tanah pun masih terus mau jatuh cinta, lagi dan lagi, berarti jatuh cinta itu enak ya. Tetapi kalau enak, kenapa namanya jatuh sih. Apakah karena enaknya tidak absolut tapi sakit-sakit enak atau enak-enak sakit seperti sejenis narkoba yang menimbulkan ketagihan karena membawa sensasi rasa tiada tara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun