Mohon tunggu...
Janu Wijayanto
Janu Wijayanto Mohon Tunggu... profesional -

Menulis dan kutandai jejak hidup\r\nMembaca dan kumaknai hidup\r\nKerja dan aku hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Politik Etis untuk Bumi Cenderawasih

14 Desember 2011   20:26 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:16 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemerintah Indonesia seharusnya malu. Pemerintah bisa terlihat sibuk mengikuti pertemuan-pertemuan internasional sebagaimana G-20, Forum APEC di Honolulu Hawai, bahkan menjadi tuan rumah KTT Asean di Bali yang akan dihadiri pemimpin-pemimpin negara maju tetapi kepentingan nasionalnya tidak pernah mendapat tempat strategis di dalam pergaulan internasionalnya.

Seperti kasus di Bumi Cenderawasih misalnya, pemerintah justru sibuk meredam tuntutan masyarakat yang meminta perbaikan kesejahteraan yang wajar, tetapi disikapi dengan pendekatan keamanan yang berlebihan bukan sebaliknya bagaimana mengedepankan kepentingan nasionalnya atas pengerukan kekayaan yang terjadi oleh perusahaan asing yang telah berjalan selama berpuluh-puluh tahun agar lebih memiliki keberadaban dengan memberikan balas budi terhadap komunitas lokal serta rakyat Indonesia pada umumnya.

Terjadinya penggeledahan yang dilakukan aparat kepolisian dan tentara Indonesia di Asrama mahasiswa asal Papua sebagaimana yang terjadi di Tebet Jakarta dan Asrama mahasiswi Papua di Bali bukan saja melukai perasaan warga Papua tetapi juga melukai rasa keadilan rakyat Indonesia pada umunya. Apalagi saat itu publik tengah kecemerlangan pemain-pemain bola putra Papua dalam perhelatan Sea Games XXVI yang tergabung dalam Tim Garuda Muda rasanya kecurigaan berlebih aparat terhadap  mahasiswa dari Papua menjadi kabar yang tidak dikehendaki saat itu akibat solidaritas yang juga ada di masyarakat Indonesia pada umumnya.

Pendekatan keamanan menyikapi gejolak keamanan di Papua hanya tepat jika nyata dilakukan untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan NKRI. Bagaimana faktanya saat ini tentu sudah bukan rahasia umum lagi dimana publik di Indonesia secara luas juga semakin mengetahui posisi sengketa antara karyawan, PT Freeport Indonesia, dan posisi pemerintah Indonesia. Publik semakin sadar bahwa tuntutan perbaikan kesejahteraan hidup masyarakat di Bumi Cenderawasih pada dasarnya adalah tuntutan yang sama dirasakan sebagian rakyat Indonesia yang menghendaki kesejahteraan dan keadilan.

Politik Etis Untuk Bumi Cenderawasih

Keberadaan PT Freeport di Indonesia sebagai perusahaan asing telah ada selama puluhan tahun dan cukup lama menikmati kekayaan alam Indonesia. Kontrak PT Freeport di Indonesia yang dimulai pada awal kekuasaan Orde Baru di tahun 1967 baru akan berakhir hingga 2041. Pada tahun 2004 Presiden Megawati sempat menginginkan nasionalisasi atas PT Freeport, kenyataannya justru dialah yang kemudian tidak terpilih lagi menjadi presiden RI.

Paska 1959 hal sama dilakukan oleh Soekarno, bahkan di tahun 1960 an Soekarno mulai menerjunkan pasukan dan menginginkan nasionalisasi atas Freeport. AS yang pada waktu itu dipimpin John F Kennedy mendukung kebijakan Soekarno bahkan mengancam akan menghentikan bantuan Marshall Plan jika Belanda ngotot mempertahankan Irian Barat. Hal yang membuat Freeport marah. Setelah JF Kenedy tewas dan Soekarno pun terguling dengan terlebih dahulu mengalami trauma atas terbunuhnya para perwira loyalisnya. (Lisa Pease, 1996 dalam JFK, Indonesia, CIA and Freeport yang pernah dimuat majalah Probe di AS).

Kekayaan alam Indonesia di Gunung Ersberg (Gunung Tembaga) di Irian Barat awalnya diketahui melalui tulisan hasil riset seorang belanda Jean Jaques Dozy di tahun 1936 yang Pemerintah Belanda pun saat itu tidak tahu hasil riset tersebut hingga akhirnya diketahui Freeport. Gunung Tembaga itu ternyata adalah gunung emas yang hingga hari ini terus dieksploitasi korporasi globalis.

Gunung emas yang dieksploitasi sebagaimana Hasil rilis PT Freeport Indonesia sendiri setelah lama tidak secara transparan menyampaikan keuntungannya kepada publik di Indonesia yang begitu besar. Kalau dilihat dari pernyataan PT Freeport sendiri yang menyatakan kerugian materiil akibat aksi mogok karyawan di hari pertama tanggal 15 September 2011 dinyatakan sebesar 19 juta dollar AS atau sekitar 114 miliar rupiah yang berarti 3,534 triliun rupiah per bulan atau paralel dengan nominal 70 triiun rupiah per tahun, maka berapa keuntungan Freeport dari eksploitasi Bumi Cenderawasih tentu jumlahnya mencengangkan. Angka itu hanya dari pernyataan kerugian akibat mogok dan belum mencerminkan total pendapatan selama puluhan tahun mengeksploitasi kekayaan negara Indonesia dan alam Papua. Bandingkan dengan APBD Papua yang terseok untuk membangun infrastruktur misalnya sebagaimana pernyataan Gubernur Papua Barnabas Saebu di berikut: "Kalau mengandalkan APBD yang hanya Rp 10 triliun untuk menyelesaikan proyek infrastruktur, bisa makan waktu 300 tahun,"  dalam Rapat Kerja Badan Anggaran DPR dan Menteri Keuangan, di Detik.com, Senin (6/12/2010).

Keterlibatan pemangku kepentingan seperti masyarakat adat, pemuka agama dll bukan hanya pemerintah daerah juga diperlukan untuk percepatan pembangunan Bumi Cenderawasih. Etika sosial kita tentu terusik sementara disuatu tempat masih dalam pulau yang sama kekayaan triliunan rupiah tinggal dikeruk sementara disisi lain masyarakatnya belum tercukupi kebutuhan dasar, sandang, pangan, papan, kemudahan infrastruktur, layanan pendidikan, layanan kesehatan dll.

Hal minimalis yang harus dilakukan PT Freeport adalah menjalankan politik etis di Bumi Papua. Dampak kerusakan alam dan limbah nyata ditimbulkan tidak bisa ditinggal begitu saja setelah dieksploitasi nantinya. Belum lagi berbicara royalty emas yang harus dibayar ke negara sebesar 3,75 persen, dan  juga ada kewajiban tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) sebesar kurang lebih 5 persen juga diamanatkan Undang-Undang. lalu berapa yang belum dipenuhi oleh PT Freeport dan berapa yang sudah selama kontrak karya yang berlangsung selama berpuluh-puluh tahun yang merugikan rakyat Indonesia di Bumi Cenderawasih itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun