Mohon tunggu...
Janu Wijayanto
Janu Wijayanto Mohon Tunggu... profesional -

Menulis dan kutandai jejak hidup\r\nMembaca dan kumaknai hidup\r\nKerja dan aku hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Debat Tim Jokowi VS Prabowo, Kivlan Zen Anti Pancasila 1 Juni?

21 Mei 2014   06:24 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:18 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kembali Pada Konsensus Nasional

Sangat disayangkan model pernyataan Mayjen (Purn) Kivlan Zen sebagaimana dalam perdebatan ILC. Proses suksesi kepemimpinan seyogyanya sedari awal sudah mengusung proses yang penuh sikap menghormati eksistensi yang lain. Zaman sudah berubah. Hal sebagaimana pernyataan Kivlan Zen tersebut justru mendekonstruksi gaya penampilan dan slogan yang dibawa capres Prabowo Subijanto yang tampil bak founding father Presiden Pertama RI Soekarno.

MPR RI bahkan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pun mengakui 1 Juni sebagai Hari Lahirnya Pancasila. Pancasila sebagai dasar negara sudah final sebagai konsensus nasional sebagaimana diikrarkan oleh Lemhannas. Perdebatan soal ideologi PDI Perjuangan Pancasila 1 Juni 1945 sebagai sesuatu yang dalam pernyataan itu mengandung makna menyalahkan tentu tidak tepat. Kalau mau fair justru banyak partai lain dalam koalisi Prabowo-Hatta Rajasa yang ber-ideologi Islam sementara Indonesia sebagai sebuah entitas negara memiliki dasar negara dan ideologi Pancasila. Merubah dasar dan ideologi negara sama saja merubah negara.

Seharusnya hal semacam ini tidak berdengung lagi di kancah diskursus debat publik dalam suksesi kepemimpinan nasional. Sebab hanya akan menggiring memori lama seperti Prabowo-Hatta Rajasa sebagai koalisi masa lalu PSI-Masyumi. Tentu ini tidak pas lagi. Pernyataan semacam itu tidak produktif dalam diskursus ruang publik yang partisipatoris. Sebab punya konotasi mencekam dan penuh represivitas dalam ranah psikologi intervensi. PDI Perjuangan tentu boleh menafsirkan pemahaman Pancasila sebagaimana Pancasila yang disyahkan 18 Agustus 1945 dengan pemahaman sebagaimana pidato Pancasila 1 Juni Pancasila oleh Bung Karno. Tentu ini lebih fair dan bermartabat bagi demokrasi tanpa adanya lagi tafsir tunggal Orde Baru yang sudah kuno dan represif itu.

Sudah saatnya Indonesia menuju kejayaannya kembali dengan mengedepankan persatuan nasional. Pemilu hanyalah instrumen konstitusional untuk mendapatkan kekuasaan. partai politik hanyalah kendaraan dan negara pun merupakan alat perjuangan untuk mewujudkan cita-cita nasional revolusi 17 Agustus 1945 sebagaimana dalam Pancasila. Salam Pancasila!!

Janu Wijayanto: Pemerhati Kebangsaan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun