Mohon tunggu...
Janu Wijayanto
Janu Wijayanto Mohon Tunggu... profesional -

Menulis dan kutandai jejak hidup\r\nMembaca dan kumaknai hidup\r\nKerja dan aku hidup.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menanti Kemenangan Capres Pilihan 2014

9 Juli 2014   03:00 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:56 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pilpres kali ini pada akhirnya pemenang akan ditentukan oleh seberapa kuat dukungan jaringan sosial yang mampu digerakkan capres dan cawapres dengan sumberdaya yang dimilikinya di babak akhir. Ini adalah medan pertarungan nyata di luar pertarungan opini jejaring sosial, media serta kampanye hitam.

Untuk memahami dukungan politik dari susunan hubungan sosial dari masyarakat yang kompleks perlu membaca struktur jaringan sosialnya (Mitchell, 1969:8). Mengingat tentu tidak mungkin kita membaca dukungan publik secara keseluruhan dalam waktu singkat maka dukungan politik dapat dibaca dari teknologi pemetaan sosial, misalnya melalui survey, kemudian melalui persepsi atau opini media serta dengan pemetaan jaringan sosial.

Beberapa lembaga survei ternama dan memiliki reputasi di antaranya Lingkaran Survei Indonesia (Denny JA), Harian Kompas, Soegeng Sarjadi Syndicate Government (SSSG),  Indikator Politik, Populi Center, Alvara Research Center (ARC),  Pol Tracking Institute,  dan Cyrus Network serta Indo Barometer memperlihatkan posisi dukungan publik terhadap capres Jokowi-Jusuf Kalla di posisi atas meskipun tipis. Sementara lembaga survey lain yang lebih jarang terdengar rekam akurasi dan precisi hasil surveynya menyebutkan keunggulan pasangan Prabowo Hatta. Survey terakhir sebut saja sebagai contoh hasil rilis terakhir Lingkaran Survey Indonesia (LSI) menunjukkan selisih 3,6 % dengan keunggulan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla (Senin, 7 Juli 2014).

Dukungan di media sosial terhadap capres-cawapres pasangan nomor urut 2 Jokowi-Jusuf Kalla lebih unggul dibanding pasangan no urut 1 Prabowo-Hatta Rajasa. Peta dukungan opini di media sosial menunjukkan keunggulan yang stabil bagi pasangan Jokowi-Jusuf Kalla. Ini membuktikan pasangan ini sudah memiliki “grand narasi” di masyarakat yang menunjukkan adanya  pandangan yang sedang dikembangkan terhadap wacana dominan (Jean-Francois Lyotard:1979).

Selanjutnya kita akan melihat perbandingan analisa jaringan sosial kedua kandidat. Peran kerja jaringan sosial menjadi muthlak bagi kedua kandidat. Mobilisasi jaringan sosial yang riil akan memberikan kemenangan muthlak. Terutama sekali bagi kandidat yang mampu untuk menjaga, menggerakkan serta mengamankan suara riil. Dalam sisa waktu yang tersedia, kemenangan capres dan cawapres akhirnya akan sangat ditentukan oleh gerak jaringan sosial yang massif dari setiap kandidat.

Pertarungan Jaringan Sosial

Dalam kerja suksesi politik secara umum dapat kita klasifikaskan dua mainstream pendekatan pergerakan jaringan. Yaitu pendekatan dari atas ke bawah atau top down dan pendekatan yang mengedepankan gerakan arus bawah atau bottom up. Kalau kita lihat pasangan Prabowo-Hatta Rajasa terutama yang dilakukan capres Prabowo nampak telah menggerakkan kerja jaringannya sejak lima tahun terakhir. Strategi atas dalam penggalangan dan penguasaan jaringan yang dilakukannya relatif massif. Terlebih ditopang oleh cawapres yang juga memiliki sumberdaya yang bagus. Pasangan ini cenderung menerapkan pola pendekatan elit dan strategi dari atas yang efektif. Sementara pasangan Jokowi-Jusuf Kalla lebih memperlihatkan kekuatan di dukungan akar rumput (grass root) yang ditandai dengan makin banyaknya komunitas yang mendeklarasikan dukungan di daerah-daerah dan tempat-tempat terpisah dan merata, bukan di posko pemenangan seperti yang lebih ditampilkan di media oleh pasangan Prabowo-Hatta Rajasa. Hal ini menunjukkan diferensiasi yang mencolok dari pendekatan kedua kandidat.

Banyak hal yang menarik untuk kita perhatikan. Dukungan partai politik lebih bisa diperoleh secara maksimal dengan pendekatan elit atau top down. Akan sangat susah untuk konsolidasi dukungan partai politik apalagi elit partai tanpa membuka ruang negosiasi di tengah iklim liberalisasi politik seperti saat ini, sebab kepentingan jauh lebih dominan mempengaruhi pilihan tindakan politik elit parpol. Strategi arus bawah (bottom up) cocok untuk mengkonsilidasi dukungan elit parpol sepertinya hanya dalam situasi anomali politik seperti terjadinya people power. Alhasil pasangan Prabowo-Hatta Rajasa lebih bisa mendapatkan dukungan koalisi parpol yang ada dalam koalisi tenda besar. Problemnya dengan koalisi yang dilandasi hitungan taktis kepentingan kekuasaan dari elit politik ini cenderung kurang merepresentasikan perjuangan moral publik sehingga mudah keropos di level basis massa.

Pasangan Jokowi-Jusuf Kalla lebih memperlihatkan tumbuhnya relawan-relawan pemenangan di daerah-daerah secara alami dan massif dengan sebaran stratifikasi sosial pendukung yang merata dari bawah sampai elit seperti kalangan publik figure dan artis. Hal ini menunjukkan strategi arus bawah yang diterapkannya relatif berhasil. Meski gagal mengkonsolidasikan elit partai-partai politik secara lebih masif. Namun apapun hasilnya nanti ini merupakan exercise demokrasi politik yang berani yang dilakukan PDI Perjuangan sebagai sumbu dari poros koalisi ini. Alasan mereka demikian karena tidak ingin mewujudkan pemerintahan yang cenderung ditopang politik dagang sapi. Koalisi PDI Perjuangan, PKB, Nasdem, Hanura dan PKPI ini mencoba untuk mewujudkan meritokrasi dengan memberi ruang pada kandidat profesional dan berintegritas untuk tampil di kabinet pemerintahan nanti jika mereka berhasil berkuasa. Dari kacamata publik hal itu mampu menaikkan spirit perjuangan moral untuk melanjutkan pembangunan supremasi demokratik sipil sejak permulaannya.

Apapun strateginya melihat pengalaman yang terjadi di pemilu legislatif 2014 adalah fakta bahwa tidak semua pemilih adalah pemilih rasional dan tidak semua tergerak memilih karena kesadaran politik. Pragmatisme pemilih juga sangat tinggi bahkan di desa-desa. Melihat kondisi demikian partai politik pendukung tentu perlu lebih agresif dalam menggerakkan struktur jaringannya baik kader dan simpatisannya terutama untuk pengamanan dukungan kandidatnya masing-masing.

Pertarungan jaringan sosial sangat menentukan. Pasangan Prabowo-Hatta Rajasa menggerakkan struktur jaringannya cenderung dari atas ke bawah dan Jokowi dari arus bawah. Ada banyak jaringan sosial yang tergarap dan pertarungan sengit nampak terjadi di jaringan sosial seperti perebutan jaringan masyarakat adat, jaringan kebudayaan, jaringan petani, jaringan buruh, jaringan santri, jaringan militer dan veteran, jaringan pengusaha, jarinngan pemuda dan pelajar, jaringan pekerja seni, jaringan profesi, golongan ekonomi dan golongan fungsional lain.

Pasangan Jokowi-Jusuf Kalla dari perspektif pembangunan politik lebih memiliki spirit perjuangan moral memajukan demokrasi dan meritokrasi untuk meraih dukungan alami rakyat berdasar pilihan tindakan yang dilakukan dalam konsolidasi elit. Kendati demikian hal tersebut tidak serta merta menjadi jaminan muthlak kemenangannya terlebih jika terjadi kecurangan atau pragmatisme pemilih maka akan terancam gagal. Terlebih ada pengalaman PDI Perjuangan tahun 1999 yang mendapat dukungan rakyat paling besar bisa digagalkan dengan konsolidasi elit parpol yang menghadang, tentu harus menjadi catatan khusus bagi partai ini.

Kini semua menanti kemenangan capres pilihannya. Apapun hasilnya nanti dengan siapapun yang akan keluar sebagai pemenang semoga harapan rakyat Indonesia agar  pilpres berlangsung jujur, adil dan aman serta menghasilkan pemimpin yang manfaat bisa terwujud dan persatuan nasional tetap terjaga.

Janu Wijayanto, Pemerhati Kebangsaan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun