Mohon tunggu...
JANUAR DWI PURWANTO
JANUAR DWI PURWANTO Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Adalah seorang ayah dengan tiga orang anak, saat ini berprofesi sebagai PNS. Dengan latar belakang di bidang psikologi dan sebagai HR Profesional saya ingin berbagi sudut pandang dengan pembaca kompasiana

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Selamat Datang Era Baru Pegawai Negeri

20 Desember 2013   09:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   03:42 1804
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Website Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara pada 19 Desember 2013 mempublish sebuah informasi penting yang kelak akan mengubah sistem pengelolaan kepegawaian birokrasi di negeri ini (lihat RUU ASN Sah Menjadi UU). Setidaknya ada beberapa catatan perubahan mendasar pada UU baru ini, antara lain :

Pertama, pegawai pemerintah nanti bukan hanya PNS tapi juga pegawai kontrak dengan hak yg sama dengan PNS, tapi tanpa hak pensiun -- jadi tidak ada lagi pegawai honorer yang hak-haknya tidak jelas. Seperti yang terjadi sebelum UU ini disahkan, di instansi-instansi pemerintah terutama di daerah, akan udah kita temui pegawai-pegawai non PNS yang bekerja. Sebenarnya tidak ada masalah apabila pegawai honorer tersebut memiliki kompetensi, apalagi mengingat saat ini terjadi fenomena -meminjam istilah salah satu rekan saya- "Pensiun Berjamaah", karena PNS rekrutmen era 80-an telah memasuki masa purna tugas. Masalah pegawai honorer ini menjadi rumit ketika yang bersangkutan tidak punya kompetensi, dan sekedar "dipaksakan" untuk dipekerjakan dan pada gilirannya berharap-harap mendapatkan status PNS melalui jalur non tes.

Kedua, pejabat eselon I dan II -dalam UU ini disebut pimpinan tinggi utama, madya dan pratama- dipilih melalui mekanisme seleksi, mirip dengan lelang jabatan yang dilakukan oleh Jokowi. Pengisian jabatan pimpinan tinggi tidak lagi menjadi monopoli eksekutif, namun diatur dan ditentukan oleh komisi yang bersifat independen yang bernama KASN atau komisi aparatur sipil negara. Siapa yang menjadi anggota komisi? Mereka seperti komisi-komisi yang lain seperti Komisi Pemilihan Umum tentu akan dipilih  melalui proses seleksi yang panjang oleh pemerintah maupun DPR. Harapannya dengan adanya KASN mereka dapat berkontribusi terhadap independensi dan profesionalisme pimpinan tinggi sebagai jabatan tertinggi dalam struktur birokrasi.

Ketiga, struktur penggajian pegawai ASN nantinya tidak lagi didasarkan semata-mata pada kepangkatan dan masa kerjanya seperti yang dipraktekkan selama ini. Struktur penggajian yang diadopsi UU ini mempertimbangkan nilai atau job value pada suatu jabatan. Sehingga boleh jadi ada pegawai yang memiliki kepangkatan yang sama tapi take home pay-nya jauh berbeda.

Keempat, adalah isu yang sangat penting bagi PNS yang saat ini -apabila mengacu pada UU yang lama -telah memasuki masa purna tugas, yaitu pensiun pegawai ASN menjadi 58 tahun. Ada cerita menggelikan di kantor teman saya, saat informasi ini dikorankan di media lokal, beberapa pegawai yang akan memasuki masa pensiun langsung mengkliping berita tersebut dan ramai-ramai "demo" ke bagian kepegawaian supaya pengusulan pensiunnya ditunda.

Di sisi lain ada beberapa perubahan dari rancangan awal RUU ini dengan UU yang telah disahkan. Dalam rancangan awal sistem manajemen ASN sangat radikal, di mana pimpinan daerah tidak bisa mengintervensi pemilihan jabatan eksekutif / pimpinan tinggi. Dalam UU ASN yang telah disahkan tersebut nampaknya sudah terjadi kompromi antara eksekutif dan legislatif. Karena tampak juga dari pembahasan RUU yang berjalan sampai kurang lebih dua tahun, yang saya ketahui draftnya berubah beberapa kali.

Dalam rancangan awal RUU, unsur birokrasi yang melalui proses pemilu, seperti Kepala Daerah atau yang ditunjuk seperti Menteri,nyaris tidak bisa mengintervensi pemilihan pejabat birokrasi, karena rekrutmen pejabat murni sepenuhnya berada di tangan Pejabat Eksekutif Senior, Sekda kalau di Pemda atau Sekjen di Kementrian. Sekarang setelah disahkan menjadi UU, prosedut itu menjadi lebih longgar, pejabat politik berhak memilih siapa yang berhak duduk di jabatan eksekutif. Artinya siapa pun yang ingin duduk di unsur Pimpinan Tinggi harus dekat-dekat dan baik-baik dengan pejabat politik. Mereka ini adalah orang-orang yang "teruji" kesetiaannya dengan pejabat politik. Yah, ujung-ujungnya tetep berbau politik nih.

Terlepas dari "kurang nendang"nya UU baru ini, tetap ada perubahan mendasar yang akan dirasakan dalam sistem manajemen SDM di pemerintahan. Mari kita sambut era baru pegawai negeri..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun