Mohon tunggu...
Januar As'ari
Januar As'ari Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Mantan Mahasiswa Unmul, kepengen bisa bahasa inggris, dan punya kenalan artis, cuma nasib sedikit miris

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Jangan Sampai Timnas U-19 Tertimpa "Maracanazo"

28 Februari 2014   16:00 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:23 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13936445211509505136


Jangan sampai tragedi Maracanazo (pelesetan Uruguay untuk mengejek Brazil), menimpa Timnas U-19

Saya mendapat ide menulis tulisan ini setelah membaca artikel di detik sport. Dimana pada tahun 1950 adalah tahun terkelam bagi sepak bola Brazil dan timnas nya. Kekalahan 2-1 dari Uruguay membuyarkan cita-cita Brazil yang ingin mengecap Piala dunia untuk yang pertama kalinya. Riuh ramainya karnaval, nyanyian, tarian, dan pesta disegala penjuru Brazil sebelum laga dilaksanakan menjadi sia-sia tanpa arti. Brazil yang digadang-gadang mampu dengan mudah mengalahkan Uruguay, justru menangis di tanah sendiri. Harapan yang begitu besar pada Selecao angkatan ’50 untuk mengangkat trofi di stadion Maracana buyar dalam 45 menit.

Pembaca Kompasian pasti sudah bisa menebak apa yang akan saya tulis berikutnya. ya, saya harap hal serupa tidak terjadi pada skuad Garuda Jaya. Harapan yang begitu besar dari pecinta sepak bola tanah air berada dipundak Evan Dimas Cs, agar mampu unjuk gigi di ajang Piala Asia di Myanmar. Semoga saja mereka tak bernasib sama seperti punggawa brazil 1950 yang sengaja dilupakan karena gagal. Semoga pecinta sepak bola tanah air mau berlapang dada jika Timnas U-19 gagal, dan tidak mencari kambing hitam unuk meluapkan kekecewaan.

Memang iya “Maracana” terlalu berlebihan dan dramatisir untuk di analogikan dengan Timnas U-19 yang akan berlaga di Piala Asia U-19. Memang benar negri kita tidak “segila” Brazil yang menyetarakan sepak bola dengan agama. Dan memang benar pecinta sepak bola negri ini tidak akan menganggap setadion sepak bola sesakral tempat ibadah, seperti halnya rakyat brazil yang ingin menjadikan stadion Maracana sebagai gereja sepakbola dunia. Akan tetapi, setidaknya bangsa ini juga menggilai sepak bola di atas olahraga lain sama halnya dengan negri samba itu.

Saya yakin tidak akan ada supporter Timnas U-19 yang akan melompat dari tribun stadion jika Timnas U-19 mengalami kekalahan. Seperti halnya tiga orang pendukung Timnas Brazil yang bunuh diri usai tim biru langit mengalahkan para jogobonito. Namun caci maki dan ejekan dari pendukung yang belum dewasa itu lain ceritanya. Saya bukanya pesimis atau minder terhadap anak asuh Uda Sjafri. Jujur saya juga punya harapan yang sama besarnya dengan pendukung Garuda Jaya lainya.

Selama saya menjadi penggemar sepak bola, tidak pernah saya melihat pola dan cara bermain timnas kita sebaik, dan semernarik Timnas U-19. Bukanya saya mengecilkan kehebatan Timnas senior ataupun Timnas Hindia Belanda yang berlaga pada Piala Dunia 1938. Namun Tim ini muncul tepat di tengah-tengah suramnya prestasi, dan terpuruknya persepakbolaan kita. Hingga ajang sekelas Piala Asia U-19 di Myanmar akan serasa Piala Dunia 1950 di Brazil, dan kemenangan atas Timnas U-19 Korsel bagaikan telah menjuarai sebuah turnamen besar. Sungguh hal ini yang saya rasakan saat Evan Dimas cetak Hattrick ke gawang negri gingseng.

Jika supporter kita tidak sefanatik supporter Brazil, yang menghukum punggawa squad selecao 1950 dengan tetap mengingat kegagalan mereka bahkan sampai setengah abad kemudian. Maka federasi sepak bola kita juga tidak akan sekejam federasi Brazil dengan keenggananya mengurus makam seorang Moacir Barbosa (Kiper Timnas Brazil 1950), yang akan di bongkar dewan kota karena tidak membayar uang perawatan sebesar U$ 160. Setelah sebelumnya mereka tidak akan pernah memasukan generasi 1950 dalam Piala Dunia berikutnya. Namun PSSI akan terlihat lebih kejam daripada CBF, jika mengingat bagaimana susah payahnya seorang Indra Sjafri membentuk tim ini. Bahkan saya pernah membaca berita hanya ada satu set jersey saja yang dimiliki timnas idola ini saat melakoni tur Nusantara.

Maka dari itu, jangan hakimi mereka jika tak sesuai ekspektasi kita, dan tetap tak jumawa. Seperti yang pernah di lakukan supporter “abal-abal” saat Timnas kita di kalahkan Malaysia di partai puncak Piala AFF dan Sea Games di Jakarta. Apapun hasil yang di dapat di Piala Asia Myanmar nanti, tim ini adalah tetap timnas kita, mereka tetaplah calon legenda sepakbola kita. Jangan sampai jika kita gagal total dalam Piala Asia nanti kita menganggap hal itu adalah “Hiroshima dan Nagasaki untuk Indonesia”, semoga saja tidak.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun