Pasal 22 ayat (1)Â Undang-Undang Dasar 1945 ("UUD 1945") "Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang."
Pasal dari atas merupakan solusi dari kisruh KPK vs Polri yang di mulai dengan ditetapkannya KomJend Budi Gunanwan sebagai tersangka satu hari sebelum Budi Gunawan menjalani Fit and Profer Test di Komisi III DPR RI.
Kisruh ini memang sudah ada pada masa pemerintahan SBY dan diselesaikan juga dengan PERPU yang pada akhirnya di tolak oleh DPR RI. Perpu merupakan hak preogratif presiden dan penyusunanya menjadi subjektifitas presiden namun dalam prosesnya agar menjadi Undang-Undang Perpu harus  dimintakan persetujuan pada DPR melalui proses yang ada di DPR RI yakni , yaitu pada persidangan berikutnya, DPR RI pada masa sekarang melakukan persidangan dalam satu tahun sebanyak 5 kali, berbeda pada tahun sebelumnya yang hanya 4 kali.
Apabila Perpu tersebut disetujui oleh DPR, akan dijadikan Undang-Undang, apabila Perpu itu tidak disetujui oleh DPR, maka perpu akan dicabut, dalam proses persetujuan atau penolakan  Perpu, DPR bisa meminta pemerintah memberikan penjelasan terkait Perpu tersebut di komisi komisi DPR RI yang sesuai dengan PERPU tersebut, Selain itu jika terjadi polemik akibat perpu tersebut atau ada beberapa pasal yang dirasa perlu diperbaiki karena menimbulkan banyak tafsir, DPR dapat membentuk Panitia kerja untuk membahas perpu tersebut. Panitia kerja merupakan anggota dari komisi yang terkait dengan perpu tersebut.
Dalam hal Perpu no 1 tahun 2015 telah di bentuk panja untuk membahas perpu ini sebelum dibawa ke dalam rapat paripurna DPR untuk diambil persetujuan atau penolakan. Â PERATURAN PEMERINTAHÂ PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMORÂ 1Â TAHUNÂ 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2002 TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI memang menarik diamati, perpu ini ini semakin menarik karena KPK sudah dicintai oleh masyarakat dan juga saya. Namun saya tidak mendewakan KPK karena KPK juga tidak sempurna, apalagi belakangan terkuak bahwa penetapan status tersangka komjen BG belum memenuhi syarat.
Saya tertarik dengan perpu kpk ini pada pasal 33 ayat 3 yang berbunyi,  Calon anggota sementara Pimpinan Komisi  Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 kecuali huruf e yang berkaitan dengan syarat usia setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun. Pasal 29 huruf e berbunyi berumur sekurang-kurangnya 40 (empat puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan. yang menjadi pertanyaan adalah, apakah batasan usia ini sesuai dengan kriteria, kegentingan yang memaksa ?
Pemerintah melalui perpu ini, menurut saya  ingin mencari pemimpin yang tidak  hanya pintar namun juga bijak. Pengalaman merupakan guru yang terbaik, pengalaman tentu saja berkorelasi dengan usia, semakin tinggi usia akan semakin banyak pengalaman dan semakin bijak dalam mengambil keputusan. Tentu saja kebijakan seseorang datang dari pengalaman memimpin dan mengambil keputusan dengan berbagai pertimbangan.
Pasal ini memang dibuat untuk mengakomodir Taufiqurrahman Ruki yang sudah melebihi usia 65 tahun, namun pengalam beliau yang sukses memimpin KPK sampai ke penghujung jabatan merupakan pengalaman berharga yang dapat di gunakan KPK dalam menyelesaikan kegentingan antara KPK dan Polri dan sekaligus menimbulkan pengharapan konflik seperti cicak vs buaya tidak mencapai jilid III.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H