Kisruh Golkar diakhiri dengan keputusan Menkumham yang mengakui kepengurusan Agung Laksono sebagai pengurus yang sah, Keptusan Laoly mengakui kubu Agung Laksono berdasarkan mahkamah partai golkar yang memenangkan kubu Agung Laksono. Keputusan tersebut berbuah kepada wacana hak angket dari Koalisi Merah Putih, langkah tersebut digulirkan setelah prabowomenginstruksikan agar anggota DPR RI dari koalisi KMP melakukan hak angket kepada Menkumham.
Secara prosedur, hak angket bisa dilakukan kepada Menteri, berdasarkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG APARATUR SIPIL NEGARA - Pasal 122 Pejabat negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 yaitu:
a. Presiden dan Wakil Presiden;
b. Ketua, wakil ketua, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat;
d. Ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah;
e. Ketua, wakil ketua, ketua muda dan hakim agung pada Mahkamah Agung serta ketua, wakil ketua, dan hakim pada semua badan peradilan kecuali hakim ad hoc;
f. Ketua, wakil ketua, dan anggota Mahkamah Konstitusi;
g. Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
h.Ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi Yudisial; i. Ketua dan wakil ketua Komisi Pemberantasan Korupsi;
j. Menteri dan jabatan setingkat menteri;
k. Kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh;
l. Gubernur dan wakil gubernur; m. Bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota; dan n. Pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh Undang-Undang
Berdasarkan UU MD3 pasal 73 hasil revisi, prosedur penggunaan hak DPR termasuk hak interpelasi, hak angket, atau hak menyatakan pendapat tertuang dalam ayat 3, yakni sbb;
“Dalam hal pejabat negara dan/atau pejabat pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak hadir memenuhi panggilan setelah dipanggil 3 (tiga) kali berturut-turut tanpa alasan yang sah, DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, atau hak menyatakan pendapat atau anggota DPR dapat menggunakan hak mengajukan pertanyaan.”
Tata cara melakukan hak anggota DPR tersebut adalah bila menteri dianggap melakukan penyimpangan, oleh DPR harus dilakukan pemanggilan terlebih dahulu untuk didengarkan keterangannya terlebih dahulu. Apabila panggilan DPR tidak dipenuhi oleh Menteri hak tersebut dapat dilakukan oleh DPR. Bukan secara langsung atau tiba tiba melayangkan hak DPR yaitu Hak Angket tersebut.
Teknis pelaksanaan hak Angket di atur dalam tatib DPR bab IX pasal 169 – 177
Hak angket bisa dilakukan oleh Anggota DPR berdasarkan Tatib DPR bagian ke- 3 tentang tata cara pelaksanaan hak angket pasal 169 ayat (2) sebagaimana berbunyi :
“pengusulan hak angket sebagimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang memuat paling sedikit;
a)Materi kebijakan dan / atau pelakasanaan UU yang diselidiki ; dan,
b)Alasan Penyelidikan
Lalu pada ayat (3) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak angket DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat Paripuna DPR yang dihadiri lebih dari ½ (satu per dua) jumlah anggota dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari ½ (satu per dua) jumlah anggota yang hadir.
Klaim yang mengatakan hak angket akan terealisasi kepada menkumham sepertinya tidak semudah mengatakannya, sebab PPP kubu Romy dan golkar kubu Agung Laksono pasti tidak akan mudah menyetujui hak angket bisa jadi hasil nya merugikan mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H