Mohon tunggu...
Raudhatul Jannah
Raudhatul Jannah Mohon Tunggu... Guru - pendidik di SD Islam Ulil Albab Kebumen

I want to be successful wherever I exist

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membangun Generasi Anti Hoaks Sejak Dini Melalui Budaya 5M

10 November 2017   21:44 Diperbarui: 10 November 2017   22:05 1438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kecanggihan teknologi saat ini menjadikan sebuah berita dengan mudah menyebar dan cepat diterima masyarakat. Namun kemudahan akses ini kerap disalahgunakan orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan berita hoax atau palsu demi kepentingan pribadi atau tujuan tertentu.

Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) merilis survei tentang informasi palsu (hoax) yang tengah marak di Tanah Air. Dari hasil survei itu, diketahui media sosial menjadi sumber utama peredaran hoax.Berdasarkandata Subdirektorat Cyber Crime Polda Metro Jaya, saat ini sekitar 300 konten media sosial menyebarkan berita hoax. (Mediaindonesia.com, 8/2/2017)

Melalui media sosial, seseorang dengan leluasa merisak (bulying), menghujat, mencerca, memfitnah, memperolok orang atau kelompok lain tanpa merasa bahwa perbuatan tersebut melanggar hukum. Saling serang lewat isu-isu hoax hampir menjadi santapan harian di media sosial. Tak ada lagi tenggang rasa yang dulu merupakan salah satu ikon indah budaya bangsa Indonesia.

Saat ini, tidak hanya kaum dewasa yang menjadi pengguna media sosial (netizen). Di kalangan remaja dan anakpun, penggunaan media sosial menjadi sebuah euforia tersendiri. Betapa mengerikannya ketika anak-anak yang seharusnya memperoleh informasi dan berita yang sehat justru disuguhi isu-isu hoax. Berdasar pada hal tersebut, dibutuhkan perhatian khusus dari seorang pendidik agar anak-anak tidak menjadi korban penyalahgunaan media sosial dan berita hoax.Salah satu upaya yang dapat dilakukan pendidik untuk membangun generasi anti hoax sejak dini yaitu melalui "Budaya 5M". Budaya 5M merupakan pembiasaan mengakses, mengelola, mengevaluasi, menganalisis, dan mengkomunikasikan sebuah berita dari media sosial 

Mengenal hoaks

Kata hoax menurut ahli Fisiologi Inggris Robert Nares, muncul pada akhir abad ke-18. Asal kata hoax diduga dari kata hocus yang artinya jelas-jelas untuk menipu. (Tribunjateng.com). Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBBI), hoax diterjemahkan menjadi hoaks yang diartikan dengan "berita bohong". (Kbbi.kemdikbud.go.id). Seorang Ahli Komunikasi dari Universitas Indonesia (UI), Muhammad Alwi Dahlan juga menjelaskan hoax atau kabar bohong merupakan manipulasi berita yang sengaja dilakukan dan bertujuan untuk memberikan pengakuan atau pemahaman yang salah. Pada hoax ada penyelewengan fakta sehingga menjadi menarik perhatian masyarakat. (Replubika.co.id, 11/1/2017).

Berdasarkan pengertian hoax dari beberapa sumber, dapat disimpulkan bahwa hoaxadalah berita bohong yang sengaja dibuat untuk memberikan pemahaman yang salah terhadap suatu fakta.

Cara Mengidentifikasi Hoax

Ketika mendapatkan informasi di media sosial, netizen perlu mengidentifikasi terlebih dahulu apakah informasi tersebut fakta atau sekadar hoax. Kalau tidak hati-hati, netizen bisa termakan tipuan hoax, atau bahkan ikut menyebarkan informasi palsu yang boleh jadi sangat merugikan bagi pihak korban fitnah. Ada tujuh cara untuk mengidentifikasi hoax, yaitu: pertama, perhatikan judulnya, hati-hati dengan judul yang menarik tapi sensasional. Misalnya, berita berjudul "Makan mie instan dan cokelat bersamaan bikin keracunan", "Jeruk disuntik virus HIV", "Hujan Nuklir yang membahayakan". Ketiga judul berita tersebut sangat menarik bagi netizen. Namun, dibalik judul yang menarik, di dalamnya tersirat bahkan tersurat konten palsu yang sengaja dibuat untuk menggemparkan netizen bahkan seluruh lapisan warga masyarakat.

Kedua, cermati isi beritanya. Sebagaimana disebutkan dalam Q.S Al Hujurat ayat 6, yang artinya: "Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu."(Depag RI, 2011: 516). Ayat tersebut menegaskan bahwa sebagai orang yang beriman, kita harus memeriksa isi berita dengan teliti. Memastikan sebuah berita apakah terbukti fakta atau hanya hoax semata.

Isi berita hoax memicu keresahan, kebencian, dan permusuhan. Sebagai contoh, berita tentang penculikan anak pada bulan Maret 2017. Berita penculikan itu bermula dari sebuah situs yang memberitakan adanya penculikan anak untuk diambil organ dalam tubuhnya. Kemudian berita tersebut menjadi viral di media sosial karena banyak yang membagikan. Tak pelak, banyak pihak yang dibuat resah terutama para orang tua. Keresahan segera mereda setelah ada pernyataan dari Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian bahwa kabar penculikan yang beredar tidak benar atau hoax.(Parenting.co.id).

Ketiga, telusuri lebih dalam sumber berita. Pastikan berita yang dibaca berasal dari sumber yang jelas,. Jika sumber berita tidak jelas, tidak ada yang bertanggungjawab atau sulit dicari klarifikasinya, maka berita tersebut bisa dikategorikan hoax.

Keempat, cek keaslian foto atau video. Di era teknologi digital, bukan hanya konten berupa teks yang bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada kalanya pembuat beritahoax juga mengedit foto untuk memprovokasi pembaca. Misalnya,berita disertai foto tentang ditemukannya bayi bertaring hasil hubungan manusia dengan singa betina. Setelah ditelusuri, ternyata foto-foto tersebut adalah boneka bayi yang dibuat oleh komunitas pecinta mainan.(Globalliputan6.com, 18/10/2017).

Adapun cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.

Kelima, perhatikan format beritanya. Berita hoax seringkali mengesampingkan kaidah penulisan ejaan bahasa Indonesia. Seperti sebuah berita yang dilansir Kompas.com (1 November 2017) bahwa akhir-akhir ini beredar broadcast melalui aplikasi WhatsAppterkait registrasi ulang kartu prabayar. Adapun bunyi broadcast sebagai berikut: 

"Ini ada share dr pak krida (grup TAMjabar)??? Barusan liputan trans 7 jam 07.05 menit KEMINFO tdk pernah memberikan pernyataan seperti ITU HOAXS DAN DATA YANG DIMINTA ITU BISA DISALAHGUNAKAN OLEH ORANG YG TDK BERTANGGUNG JAWAB UNTUK MELAKUKAN KEJAHATAN PERBANKAN KARENA KUNCI ADMIN KITA DI BANK ADALAH NIK. DAN NAMA IBU KANDUNG. TOLONG SHARE INI KE TEMAN2. AKOH SAKSI HIDUP YG MENONTON LIPUTAN TRANS 7 JAM 19.05 SEKALI LG BERITA ITU HOAKS." 

Broadcast tersebut merupakan berita hoax yang penulisannya tidak memperhatikan kaidah penulisan. Jika netizenmenjumpai sebuah berita atau broadcastyang penulisannya tidak memperhatikan kaidah penulisan ejaan bahasa Indonesia yang disempurnakan maka berita atau broadcast tersebut bisa teridentifikasi sebagai berita hoax.

Keenam, Waspada jika ada anjuran disertai ancaman untuk mengeshared berita tersebut sebanyak-banyaknya. Misalnya di akhir sebuah berita terdapat pernyataan "Sebarkan berita ini ke sepuluh orang temanmu. Jangan berhenti di kamu, kalau tidak kamu bisa mati."Jika dalam sebuah berita terdapat pernyataan yang bersifat anjuran disertai ancaman seperti halnya contoh tadi, maka berita tersebut termasuk kategori berita hoax.

Ketujuh, ikut serta grup diskusi anti-hoax. Di facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax, misalnya Forum Anti Fitnah, hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup Sekoci. Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya apakah suatu informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcingyang memanfaatkan tenaga banyak orang.

Dampak Negatif Hoaks

Berita hoak banyak memberikan dampak negatif bagi para netizen khususnya dan juga bagi seluruh warga negara Indonesia pada umumnya. Dampak negatif hoax yang paling utama adalah memicu kecemasan dan kepanikan. Seperti berita hoax tentang penculikan anak di atas, jika dari pihak POLRI tidak secepatnya meluruskan maka akan timbul kecemasan dan kepanikan warga msyarakat.

Dampak negatif hoax berikutnya adalah penipuan public. Foto-foto bayi bertaring yang sengaja diunggah merupakan penipuan public. Dalam hal ini, masyarakat luas merasa tertipu dengan unggahan foto bayi bertaring yang sebenarnya adalah sebuah boneka.

Selain kedua dampak negatif di atas, hoax juga mengaburkan fakta. Fakta tentang pentingnya registrasi kartu prabayar menjadi samar/berita palsu karena adanya broadcast berita hoax bahwa Keminfo tidak menginformasikan tentang registrasi kartu prabayar.. Padahal registrasi ulang nomor pensel itu benar adanya dan yang mesti dicantumkan adalah nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor kartu keluarga (KK).

Membangun Generasi Anti-Hoax Sejak Dini melalui Budaya 5M

Anak-anak dan remaja merupakan generasi penerus bangsa Indonesia. Sebagai generasi penerus bangsa, anak-anak dan remaja harus memiliki kemampuan melek digital. Anak-anak dan remaja perlu disiapkan sejak dini agar mampu memilih dan memilah berita atau informasi yang didapatkan dari media sosial. Budaya 5M merupakan pembiasaan mengakses, mengelola, mengevaluasi, menganalisis, dan mengkomunikasikan sebuah berita dari media sosial. Budaya 5M sebaiknya selalu terintegrasi dalam setiap kegiatan pembelajaran di sekolah. Melalui budaya 5M siswa belajar langsung cara mengakses sebuah berita/informasi dari media sosial seperti facebook, twitter, instagram,dan sebagainya.

Setelah mengakses, siswa dididik untuk mengelola berita atau informasi yang didapatt. Dalam tahap ini, siswa menelusuri lebih dalam sumber berita atau informasi yang didapat. Jika sumber jelas dan dapat diklarifikasi ada kemungkinan berita tersebut fakta. Jika sebaliknya, ada kemungkinan berita tersebut berita hoaxatau palsu.

Tahap ketiga yaitu mengevaluasi, artinya menilai berita. Siswa mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan berita atau informasi yang didapat. Selain itu, siswa juga mencermati isi yang terkandung dalam berita atau nformasi yang di dapat. Mencari bukti-bukti yang mendukung berita dan informasi tersebut.

Tahap keempat yaitu menganalisis. Dalam tahap ini siswa menyimpulkan berdasarkan sumber, kekurangan dan kelebihan berita, bukti-bukti yang mendukung berita apakah berita atau informasi yang didapat termasuk fakta atau hoaxbelaka. Jika berita tersebut terbukti sebagai fakta, maka langkah terkhir yang harus dilakukan adalah mengkomunikasikan berita tersebut kepada orang lain. Mengkomunikasikan dalam hal ini berarti membagikan berita atau informasi tersebut kepada orang lain. Akan tetapi jika berita tersebut terbukti sebagai hoax,maka siswa perlu mengkomunikasikan dengan cara melaporkan kepada pihak-pihak terkait, seperti Report Statusdan Report Tweet.

Mengedukasi keluarga, kolega untuk memerangi hoax

Tidak hanya kalangan siswa, keluarga dan kolega juga perlu mendapatkan pengetahuan tentang cara memerangi hoax. Adapun cara yang dapat penulis lakukan yaitu dengan cara membagikan artikel ini sebanyak-banyaknya kepada keluarga dan kolega. Dengan membaca artikel ini diharapkan keluarga dan kolega mengetahui cara mengidentifikasi berita hoax dan langkah tepat jika menjumpai berita hoax.

Pengalaman pribadi tentang tindakan yang pernah dilakukan ketika mendapati hoax

Wabah hoaxmenyerang semua kalangan, termasuk penulis. Akhir tahun 2016 sedang ramai dibicarakan tentang komunitas Bismania Indonesia yang mempunyai jargon "Om telolet om". Suatu malam penulis mendapat berita yang dibagikan melalui media sosial whatssapbahwa kata Om telolet om merupakan konspirasi pendangkalan akidah. Seketika itu juga penulis coba mencari sumber lain yang menginformasikan tentang boomingjargon Om telolet om. Setelah ditelusuri ternyata jargon Om telolet om bukan bermaksud pendangkalan akidah, melainkan subutan anak-anak di suatu daerah untuk suara klakson bus yang terbilang unik.

Berita hoaxmerupakan berita bohong yang sengaja dibuat untuk memberikan pemahaman yang salah terhadap suatu fakta. Berita hoaxmenyerang semua kalangan mulai dewasa, remaja, bahkan anak-anak. Sebagai generasi masa depan Bangsa Indonesia, remaja dan anak-anak harus disiapkan sejak dini agar mampu memilih dan memilah berita atau informasi yang didapatkan dari media sosial. Budaya 5M merupakan pembiasaan mengakses, mengelola, mengevaluasi, menganalisis, dan mengkomunikasikan sebuah berita dari media sosial. Budaya 5M mampu membangun genersi anti hoaxsejak dini.

*penulis adalah seorang guru di SD Islam Ulil Albab Kebumen

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun