Pertama-tama, mari kita bahas dulu apa yang menjadi fokus pada tulisan kali ini, yaitu hemofilia. Adakah dari kalian yang mengalami penyakit ini? Hemofilia adalah kelainan genetik pada darah yang umumnya dialami oleh para pria. Penyakit ini merupakan penyakit bawaan yang diturunkan dari orang tua. Manusia memiliki 2 kromosom, 2 kromosom X pada wanita (XX), 1 kromosom X dan 1 kromosom Y pada pria. Kromosom X inilah yang berperan dalam mengatur produksi faktor pembekuan darah. Kromosom yang mengandung gen hemofilia dilambangkan dengan Xh. Umumnya kelainan genetik ini tidak dialami oleh para wanita, mereka sebagai carrier atau pembawa sifat saja (XhX). Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa wanita juga bisa menunjukkan gejala hemofilia.
Pak Edward memiliki kelainan genetik hemofilia dengan kromosom XhY menikah dengan Bu Suzy yang memiliki kromosom normal yaitu XX. Kemudian Bu Suzy melahirkan 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan. Anak laki-laki memiliki kromosom normal XY yang artinya ia tidak mengalami kelainan genetik hemofilia.
 Sedangkan anak perempuan merupakan carrier atau pembawa sifat karena memiliki kromosom XhY. Lalu, sang anak perempuan menikah dengan pria normal berkromosom XY dan melahirkan 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan juga. Anak laki-lakinya akan mengalami kelainan genetik hemofilia dengan kromosom XhY. Sedangkan anak perempuannya normal dengan kromosom XX. Jadi, penyakit bawaan ini akan diturunkan kepada anak yang berlawanan jenis dengan pembawa sifat atau pengidap hemofilia.
Hemofilia dibagi menjadi 3 macam, yaitu hemofilia A, hemofilia B, dan hemofilia C. Hemofilia A atau biasa disebut juga sebagai hemofilia klasik terjadi akibat defisiensi faktor VIII faktor pembekuan. Artinya, tubuh tidak memiliki cukup faktor VIII yang merupakan protein untuk pembekuan darah. Padahal, protein ini berperan dalam pembuatan gumpalan darah dan menghentikan pendarahan. Hemofilia jenis ini sangat mendominasi dengan presentase sebesar 80% kasus. Hemofilia B atau Christmas Diseaseadalah hemofilia yang terjadi akibat defisiensi faktor IX faktor pembekuan.Â
Artinya, penderita memiliki protein darah yang rendah. Penderita hemofilia jenis B ini akan mudah berdarah karena kehilangan protein pembekuan darah dan tidak efektif memberhentikan pendarahan sehingga dapat terjadi pula pendarahan berkepanjangan. Yang terakhir adalah hemofilia C, yaitu hemofilia yang terjadi akibat defisiensi faktor XI faktor pembekuan. Artinya, penderita hemofilia ini memiliki Anteseden tromboplastin plasma dan faktor antihemofilia C yang rendah padahal keduanya memiliki peran dalam pembekuan darah (sistem intrinsik).
Hemofilia juga diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan tingkatannya. Ringan, sedang, dan berat yang dibedakan berdasarkan jumlah faktor pembekuan yang ada di dalam tubuh. Penderita hemofilia ringan memiliki faktor pembekuan sebanyak 5-50% dengan beberapa gejala seperti pendarahan berkepanjangan hanya berlangsung saat penderita mengalami luka atau setelah melakukan tindakan medis (parca operasi). Penderita hemofilia sedang memiliki faktor pembekuan darah sebanyak 1-5% saja di dalam tubuhnya. Penderitanya akan menunjukkan beberapa gejala seperti kulit mudah memar, pendarahan di area sekitar sendi, kesemutan dan nyeri ringan pada lutut, siku, dan pergelangan kaki (sendi).Â
Penderita hemofilia berat hanya memiliki faktor pembekuan kurang dari 1% sehingga sering mengalami pendarahan secara spontan seperti gusi berdarah, mimisan atau pendarahan hidung, pendarahan sendi dan otot dan tanpa sebab yang jelas. Serta ada 1 pendarahan yang harus diwaspadai oleh penderita hemofilia berat ini. Pendarahan ini adalah pendarahan intracranial atau pendarahan di dalam tengkorak kepala (cranium). Tanda seseorang menderita pendarahan ini yaitu sakit kepala berat, muntah, leher terasa kaku, kelumpuhan di sebagian atau bahkan seluruh otot wajah dan penglihatan ganda.
Sebagian orang berkata bahwa penyakit genetik ini dapat disembuhkan dengan melakukan berbagai macam terapi gen. Terapi gen ini sendiri adalah pemberian infus protein sehingga penderita menerima infusi gen faktor pembekuan darah. Ada pula terapi gen yang dilakukan dengan penggantian gen. Â
Juru Bicara Masyarakat Hemofilia menyatakan "Hasil penelitian menunjukkan bahwa melakukan terapi penggantian gen pada sel-sel sumsum tulang pasien dapat menyebabkan produksi, penyimpanan dan pelepasan faktor VIII dari trombosit langsung di lokasi pembuluh darah yang terluka untuk mencegah perdarahan yang tidak terkendali selama beberapa tahun setelah pengobatan. Ini bisa sangat meningkatkan kualitas hidup bagi hampir satu dari 10.000 orang yang terkena gangguan ini , akhirnya membantu pasien untuk menyimpan banyak uang dalam biaya medis".
Terapi gen secara umum adalah terapi untuk memperbaiki gen-gen yang rusak. Sekarang mari kita ulas lebih lanjut mengenai terapi gen untuk menyembuhkan hemofilia jenis A dan B. Setelah penulis melakukan pencarian informasi, penulis menemukan banyak macam dan pengertian dari terapi gen yang dipakai untuk menyembuhkan penderita hemofilia. Dari salah satu referensi yang penulis baca, terapi gen untuk menyembuhkan penyakit hemofilia dibagi menjadi 2, yaitu terapi hemostatik untuk pendarahan dan terapi imunologi untuk memusnahkan (eradikasi) penghambat.Â
Kedua terapi ini telah diuji cobakan pada para pasien dengan menganalisis terapi hemostatik untuk pendarahan terlebih dahulu dengan rFVIIa, aPCC, FVIII, dan DDAVP. Hasilnya adalah 2.9% pasien yang mendapat rFVIIa mengaku mengalami trombosis atau proses bembekuan darah dalam pembuluh darah berlebihan sehingga mengakibatkan aliran darah terhambat atau bahkan berhenti. Studi terus berlangsung dengan menerapkan terapi imunologi pada 6 pasien, terapi hemostatik dengan rFVIIa pada 4 pasien (rFVIIa dalam dosis yang sangat rendah yaitu 20 mg), dan tanpa rFVIIa pada 3 pasien.Â