Oleh : Ahmad Jaelani Yusri
Kita semua tau bahwa negara Indonesia adalah negara maritim terbesar di dunia. Dengan luas lautan mencapai 2,55 juta km2, menjadikan Indonesia sebuah episentrum dengan beragam fauna lautan yang khas. Tentunya, kita patut berbangga dan bersyukur dengan anugrah yang tak ternilai dari Tuhan Yang Maha Esa.
Laut indonesia adalah ladang mata pencaharian bagi para nelayan, bahkan menjadi bisnis yang menjanjikan bagi korporat tanah air di bidang migas. Sayangnya, tingginya aktivitas di perairan bukan menjadikan laut lebih baik, tapi justru menambah kerusakan ekosistem di dalamnya.Â
Hal ini dibuktikan dengan bertambahnya limbah perairan yang dihasilkan dari limbah plastik sebesar 63 persen berdasarkan data dari Komunitas Divers Clean Action. Melihat fakta bahwa ada penyu yang berdarah akibat tertusuk oleh sampah sedotan hingga memerlukan tenaga ahli dalam penyelamatannya belum lagi terumbu karang yang tertutup plastik selama empat hari ternyata dapat mematikan terumbu karang karena minimnya asupan cahaya matahari. Itu semua membuktikan jika plastik sangat membahayakan ekosistem laut.
Aktivitas kelautan di tanah air menyebabkan meningkatnya limbah perairan. Kementerian Kelautan dan Perikanan pada tahun 2020 telah mendata bahwa ada 175.000 ton sampah per hari yang dihasilkan dari aktivitas pelabuhan dan laut. Jika itu terus berkelanjutan sampai ke laut lepas tentu akan berbahaya bagi ekosistem laut.Â
Dilansir juga dari Kementerian Laut dan Perikanan bahwa 80 persen kebocoran sampah ke laut berasal dari darat dan 20 persen merupakan kegiatan di laut. Beberapa kegiatan yang berpotensi mencemari itu di antaranya perikanan tangkap, budidaya laut, dan pencemaran dari aktivitas transportasi laut. Hal ini membuktikan bahwa banyaknya pelabuhan perikanan di Indonesia yang masih kurang perhatian dengan masalah limbah yang mencemari laut.
Peningkatan limbah perairan tak bisa hanya disandarkan pada aktivitas nelayan dan pelabuhan. Limbah yang berasal dari darat juga menjadi penyumbang terbesar terutama plastik. Berdasarkan Badan Statistik Nasional, kantong plastik yang terbuang ke lingkungan pemukiman sebanyak 10 miilar lembar per tahun atau sebanyak 85.000 ton kantong plastik .
Sampah plastik tersebut kemudian terbawa atau terbuang ke sungai lalu berkumpul di muara dan menjadi masalah yang sangat besar. Sampai-sampai di mata dunia, Indonesia menjadi peringkat kedua sebagai negara penyumbang sampah laut terbesar. Satu peringkat dibawah Negara China. Tentu ini bukanlah prestasi yang membanggakan seperti kemenangan  Graycia Polli dan Apriyani Rahayu, atlet badminton peraih medali emas dalam Olimpiade Tokyo.
Dampak Pada Rantai Makanan
Akumulasi sampah plastik di lautan kian hari kian memprihatikan, menjijikan pandangan dan tak ada keindahan. Lebih dari itu, sampah plastik yang terdistribusi di permukaan laut ataupun di dasar laut telah banyak merugikan. Â Plastik membutuhkan waktu yang sangat lama untuk bisa terurai, butuh waktu ratusan tahun agar terurai dengan sempurna. Mikroplastik adalah salah satunya. Sampah plastik yang berukuran kurang dari 5 mm. Di mata ikan, sampah-sampah yang berukuran kecil itu tampak menarik. Warna-warni dan teksturnya yang kenyal sering mengecoh biota laut. Contohnya saja penyu yang sering memakan kantong plastik karena terlihat seperti ubur-ubur.