Mohon tunggu...
Ahmad J Yusri
Ahmad J Yusri Mohon Tunggu... Penerjemah - Mahasiswa Fisika UIN Malang

Mahasiswa Biofisika Succesfulness is only result from mature preparation

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Anak Kecil di Angkot Biru

30 Juli 2020   06:56 Diperbarui: 30 Juli 2020   08:47 739
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi angkot biru (sumber: totabuan.news)

"Sekolah di sektor lima," jawabnya lagi setengah mati bercucuran keringat.

"Astagfirullah, itu mah di ujung tong, kenapa gak naik mobil ka arah sana aja biar cepat," Sergah sopir agak sebal namun juga iba. Ocin tak berani berkata apa-apa lagi selain menahan malu juga takut yang bercampur satu.

Merasa iba dan kasihan, sang sopir tak jadi menagih uang pada Ocin. Kini sopir angkot telah berganti kedudukan, Bang Njun yang bertubuh gempal digantikan oleh Pak Kibong yang agak kalem. Angkot pun berputar ke arah sebaliknya, Ocin menyadari kalau angkot akan mengantarkannya ke sekolah.

Dalam perjalanan putar balik ke arah sekolahnya, Ocin mulai berpikir "Nanti gimana ya, kalo ketemu bu lilik di kelas? Apakah Ocin harus jujur atau tidak? Kalau jujur nanti dihukum dan ditertawakan seisi kelas, sedangkan kalau bohong Ocin harus jawab apa ya?"

Ocin kecil yang malang jadi berpikir keras, dia termenung bagai mengerjakan soal matematika. Mencari celah agar terhindar dari hukuman dan juga ledekan. Dia memutuskan untuk berbohong dengan dua opsi; yang pertama terlambat karena menemani ibunya belanja di pasar induk, yang kedua terlambat karena membantu kerjaan orangtua .

Ocin akhirnya mengambil opsi yang kedua, setidaknya ia berharap agar bu lilik menghargai kedatangannya. Lalu dia berpikir lagi mencari alasan kedua jika bu guru bertanya tentang pekerjaannya.

"Hmmm, iya aku bakal ngomong kalo aku dagang peyek dulu sebelum sekolah," gumamnya sambil melihat deretan kerupuk peyek di toko cemilan dengan spanduk bertuliskan fajrul sembako.

Lambat laun angkot menyusuri jalan yang sama tapi berbalik arah, juga penumpang yang silih berganti naik turun di persimpangan nan tak terarah. Ocin sadar kalau jam mendekati pukul 14.00. Lama juga dia menunggu sambil berimajinasi menatap kaca, membayangkan dirinya terbang ke ufuk angkasa dan tak usah naik angkot lagi.

"Kiri bang," sergah Ocin. Dia menyerahkan uang dua ribu pada pak sopir. Angkot berhenti di gang menuju sekolahnya. Habislah perjalanan angkot yang memusingkan Ocin itu.

Ocin bersiap-siap beberapa langkah ke gerbang sekolah. Jantungnya berdegup kencang, nafasnya naik turun dan tangannya terkepal. Dia berusaha membela diri dengan segenap alasan yang sudah dipersiapkan.

Tiba-tiba Ocin terbelalak setibanya di depan gerbang sekolah. Tak ada satu pun orang di sekolah bahkan pak satpam juga tidak ada. Kelas-kelas nampak tertutup dan tak ada sorak sorai anak-anak belajar. Hening dan tak ada tanda-tanda kehidupan. Ocin bingung apa yang harus dia lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun