Undang-undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) No. 22 Tahun 2014 yang baru saja disahkan oleh DPR RI beberapa bulan lalu, rasanya belum tepat jika harus diterapkan  di tahun 2015 ini. Khususnya pada poin atau pasal yang menyebutkan bahwa pemilihan kepala daerah dilakukan oleh DPRD, bukan dipilih langsung oleh masyarakat.
Mengapa? Karena hingga saat ini dua kubu atau dua koalisi parpol masih sangat kuat dan solid hingga ke tingkat bawah – Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). Maka yang akan terjadi, tidak berbeda dengan pilpres, hanya ada 2 calon kepala daerah. Satu calon diusung oleh KIH dan satu calon lagi diusung oleh KMP.
Apabila nanti benar-benar terjadi hanya ada 2 calon kepala daerah, maka sudah bisa diprediksi siapa yang bakal menjadi kepala daerah. Calon kepala daerah yang diusung partai koalisi dengan jumlah kursi terbanyaklah pemenangnya. Lalu dimana pemilihannya? Tentu saja, pemilihan hanya sebatas seremonial belaka, karena sudah diketahui siapa yang bakal jadi kepala daerah. Calon kepala daerah yang diusung partai koalisi  dengan jumlah kursi sedikit dipastikan sia-sia, hanya menjadi pelengkap pemilihan saja. Saya contohkan, jika di suatu daerah ada 30 anggota DPRD. Sebanyak 19 kursi milik Koalisi Indonesia Hebat, sisanya 11 kursi kursi milik Koalisi Merah Putih, maka sudah bisa dipastikan calon kepala daerah yang diusung Koalisi Indonesia Hebat lah yang akan jadi pemenangnya.
Artinya, mau setertutup apapun atau se LUBER (Langsung Umum Bebas Rahasia) apa pun mekanismenya nanti, kita sudah dapat mengetahui siapa calon kepala daerah yang bakal menang. Apalagi anggota DPRD tidak akan berani berkhianat atau menyimpang dari keputusan partai koalisi. Sebab, anggota DPRD yang jumlahnya hanya puluhan orang itu tentunya sangat mudah mendeteksi siapa yang berkhianat. Berani berkhianat, pasti ada risikonya, hingga ke Pergantian Antar Waktu (PAW).
Apalagi, semua keputusan partai di tingkat bawah harus mengikuti keputusan partai di tingkat pusat. Apapun yang keputusan partai di tingkat bawah harus diusulkan ke partai tingkat pusat. Maka, mungkin kah calon kepala daerah nanti lebih dari 2 orang? Rasa-rasanya sulit, meskipun bisa terjadi tetap saja bisa diketahui siapa yang akan jadi pemenangnya. Tak perlu ada pemilihan, tunjuk saja langsung kepala daerahnya oleh anggota DPRD, karena percuma jika pemilihan sekedar seremonial, hanya menghabiskan anggaran saja. Kalau sudah begitu, usulkan istilahnya bukan Pilkada, tetapi Penkada (Penunjukan Kepala Daerah).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H