Laki-laki asal Bali I Wayan Sumardana alias Tawan kini sedang ramai diperbincangkan. Karena robot tangan ciptaannya, membuat geger tanah air, bahwa dunia internasional. Pujian mengalir deras yang ditujukan kepada Tawan. Bukan hanya media massa nasional saja yang memberitakannya, tetapi juga media massa luar negeri turut memberitakan penemuan Tawan yang bikin geleng-geleng kepala.
Namun, akhir-akhir ini, banyak orang yang ngakunya sebagai pakar elektronika --meskipun tanpa karya yang fenomenal-- mengatakan robot tangan buatan tawan adalah hoax. "Pakar" elektonika ini bahkan berani menjudstifikasi robot tangan Tawan hanya berdasarkan analisa yang dia lihat di foto dan video, bukan
melihat langsung ke Bengkel Tawan.
Beramai-ramailah orang mencemooh, membuat analisa sendiri, bermodalkan teori-teori elektronika yang dia pahami. Sehingga terkesan sebagai pakar, intelek, ilmuan dan ilmiah. Apalagi, peralatan yang digunakan Tawan diambil dari barang bekas, membuat mereka semakin tak percaya dan mengatakan bahwa temuannya itu hoax.
Mengetahui temuannya mendapat komentar negatif, Tawan hanya menanggapinya dengan santai. Dan tidak memaksa mereka untuk percaya. Tetapi, jika mereka yang tidak percaya itu berkenan datang ke bengkel las milik Tawan, maka dia akan menjelaskan bagaimana prinsip kerja robot tangan miliknya. Tidak serumit, seperti apa yang disebutkan oleh mereka yang kayak pakar tersebut. “Bagi yang tidak percaya kalau begini silahkan datang kemari. Nanti saya tunjukin cara kerjanya begini, begini. Sebenarnya sangat sederhana sekali, tidak begitu canggih,” ujar Tawan (dikutip dari bbcindonesia.com).
Nah, Tawan "menantang" untuk datang langsung ke bengkelnya, melihat cara kerja tangan robot buatannya. Rasanya akan lebih fair, mengatakan tangan robot buatannya hoax kalau sudah datang dan melihat secara langsung. Menanyakan langsung kepada pembuatnya. Bukan menerka-nerka hanya dari foto dan video saja.
Bagi mereka yang terlalu statis teoritis pada satu bidang keilmuan, terkadang melupakan teori-teori keilmuan lainnya. Bahwa ada banyak teori keilmuan yang saling berkaitan satu sama lainnya. Seperti kasus tangan robot milik Tawan, para pakar hanya berkutat pada teori elektromekanik saja, tidak berusaha menghubungkan bidang keilmuan lainnya.
Misalnya, mencoba mengupas dari sudut pandang ilmu psikologi dan fisika. Dalam ilmu ini ada yang namanya gelombang elektromagnetik dan kekuatan pikiran. Menggunakan kekuatan pikiran, bisa menggerakkan benda-benda disekitarnya. Dan ini fakta, bisa dibuktikan secara ilmiah. Apalagi kalau pikiran kita dibantu oleh alat, yang disebut oleh Tawan sebagai sensor. Tanpa alat saja benda bisa bergerak. Apalagi dibantu dengan alat. Kuncinya fokus dan kosentrasi tingkat tinggi.
Bukankah Tawan sudah mengatakan, bahwa dia harus fokus, bahkan menguras energi ketika menggunakan tangan robot miliknya itu. Maka, benar Tawan menggunakan kekuatan pikiran, yang kemudian dibantu oleh alat temuannya itu.
Memang, Tawan tidak akan sanggup mengurai temuannya itu secara teoritis, karena penemuannya itu dilakukan secara otodidak dan Tawan bukan lah seorang akademisi, yang paham dengan istilah-istilah elektronika. Dia hanya lulusan SMK saja. Seperti seseorang yang menguasai permainan gitar secara otodidak, pasti kesulitan jika harus menjabarkan permainannya dalam bentuk teori. Tahunya hanya bermain gitar.
Jika terlalu statis teoritis, seseorang bisa menjadi kaku. Karena tidak mau mencoba ke teori lainnya. Bahkan, pikirannya cenderung rumit, harus begini, menggunakan ini dan sebagainya. Jadi panjang. Padahal, sebenarnya sederhana dan tidaklah rumit. Contohnya ketika kita akan berkelahi, sedangkan kita adalah seorang jago silat. Apakah teori kita saat berlatih silat seluruhnya akan digunakan, mulai dari langkah kaki, cara menangkap, cara memukul dan sebagainya. Kenyataannya, ketika kita berkelahi, teknik silat yang sudah kita pelajari cenderung kita tinggalkan. Yang tejadi hanya gabak-gubuk, bergulat, saling pukul. Tidak seperti, di film-film, ketika sang jagoan berkelahi dengan lawannya.
Iya, kita sering melupakan hal-hal yang sederhana. Mau bukti? Baiklah, saya akan ceritakan pengalaman saya beberapa tahun yang lalu di rumah Sastrawan, Iman Budi Santosa.