I
Ritual amat sakral
Dimulai dengan satu hal
Menanti malam-malam bulan bulat
Dimana bulan akan memancarkan sinarnya secara utuh
Cahaya hingga mana-mana
Merasuki sebagian jiwaku, membawa sejuta sukma keagungan sang rembulan
II
Malam itu tiba
Ia bawaku ke tempat tertinggi di kota
Pandang bulan kurun lima detik
Potret bulan dengan lensa mata
Pejam mata secara perlahan
Simpan potret dalam laci ingatan
III
Cium ia pada bibir ranumku
Katakan bahwa ia mengerti
Akulah kolektor potret imaji bulan
IV
Seharusnya putus pandang tiada berarti baginya
Namun itu sangat merisaukan setiap anganku
Hingga ia akan selalu terkungkung sendiri dan gelap
Sering kali ia sembunyi air mata di bawah kasurnya
Tetapi aku melihatnya
Tanpa ia ketahui pasti
Bahwa ia tak dapat melihatku lagi
Bahkan lagi, lagi dan entah sampai kapan
V
Keputusanku bulat
Seutuh bulan purnama malam ini
Kugenggam dua bulan inti di hidupku
Kupasangkan padanya saat ia tertidur di pangkuanku
Itu siang hari, tepat beberapa ribu detik sebelum bulan purnama tiba
VI
Ia terbangun, ia kerjap-kerjapkan matanya
Bisa ia lihat apa yang ada di sekitarnya
Pandanglah ia padaku
Sebelum katanya mengucur dan menenggelamkan aku
Ku katakan padanya
Percayalah padaku
Sudah tiada tempat lagi di laci-laci ingatanku
Tuk potret imaji bulan selanjutnya
Termasuk bulan malam ini
VII
Perhatikan perkataaan akan aku,
Akulah si kolektor potret imaji bulan
Dan aku bersama tiga belas ribu potret imaji bulan
Terpajang di dinding ingatanku
13 mei 2013
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H