Mohon tunggu...
Janet Nadia
Janet Nadia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

"Mendengarkan Larik-larik Aan Mansyur"

23 November 2017   21:49 Diperbarui: 23 November 2017   23:59 1295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul: Melihat Api Bekerja

Penulis: M. Aan Mansyur

Ilustrator: Muhammad Taufiq

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Tahun terbit: April 2015

Tebal: 160 halaman

ISBN:978-602-031-557-7

Melihat Api Bekerja, tidak seperti buku kumpulan puisi yang biasanya. Buku ini juga mewakili hati dan luapan emosi masyarakat terhadap para politikus yang seakan tidak memperdulikan kesejahteraan rakyat, menutup mata terhadap segala kepahitan hidup yang dijalani oleh masyarakat. Sindiran halus ditulis oleh M Aan Mansyur dalam salah satu puisinya seakan mengajak masyarakat untuk lebih membuka mata untuk segala permasalahan yang terjadi. Dengan kalimat yang mengakhirinya yaitu seakan lebih baik hidup sebagai orang yang jahat yang bertanggung jawab terhdap diri sendiri dan tidak merugikan orang lain.

"Televisi telah mengubah pikiranku. Memejamkan mata berarti menjadi politikus. Tidak ada yang indah dalam hal-hal mudah. Dua mataku akan berusaha selalu terjaga. Aku memilih hidup sebagai penjahat yang ceroboh---Cuma tahu melukai hidup sendiri."

--Kepada Kesedihan

Buku kumpulan puisi yang berjudul Melihat Api Bekerja terdiri dari 160 lembar kertas yang didalamnya terdapat 54 buah puisi dan kurang lebih 60 gambar ilustrasi yang menemani puisinya. Melihat api bekerja tidak hanya terpaku pada teks puisi dari Aan saja, melainkan ada gambar ilustrasi dari Muhammad Taufik pada setiap lembar kertas, yang masing-masing seakan menyuarakan isi dari puisi-puisi tersebut, namun tidak dengan lantang dan jelas penggambaran maknanya. 

Hal ini juga membuat pembaca untuk sedikit  berpikir keras dalam menganalisis makna dari gambar dan juga puisi. Memiliki sampul berwarna coklat dan gambar-gambar ilustrasi yang berwarna coklat yang terkesan seperti habis terbakar, sesuai dengan judulnya yang memiliki unsur api di dalamnya.

Buku ini diawali dengan kata sambutan oleh salah seorang sastrawan terbaik Indonesia, Sapardi Djoko Damono, seorang ppenyair yang dikenal dengan puisi-puisinya yang menggunakan kalimat-kalimat  sederhana namun memiliki  ia dikenal dengan novel Hujan Bulan Juni,  yang sekarang juga sudah difilmkan. "Aan adalah salah seorang dari dua atau tiga penyair kita yang berhasil memaksa kita dengan cermat mendengarkan demi penghayatan atas keindahan dongengnya."Demikian kutipan kalimat yang ditulis oleh Sapardi Djoko yang ditujukan bagi para pembaca.

Tema dari puisi-puisi dalam buku ini ada bermacam-macam, diantaranya tentang cinta, kesedihan, amarah, kebahagiaan, dan sindiran. Ini merupakan tema yang umum disukai masyarakat dalam sebuah bacaan. Puisi yang ditulis Aan, membuat pembaca terbuai dalam kisah-kisah romansa, kesedihan, bahkan amarah yang disampaikan oleh Aan.  

Puisi yang ditulis Aan tidak mudah dipahami, butuh konsentrasi penuh atau apa saja yang dibutuhkan pembaca dalam memahami sebuah puisi. Puisi memang tak mudah dipahami, namun Aan menempatkan puisinya dalam tingkatan yang berbeda, puisi-puisi ini dikemasnya dengan bahasa yang terkesan acak-acakan, namun sebenarnya tidak. Pada beberapa puisi dalam buku ini, Aan juga seperti menulis dengan apa adanya, tak berbelit-belit dan pembaca dapat langsung mengerti.

Melihat tanggapan dari sastrawan seperti Sapardi Djoko, Aan mengemas puisinya dalam bentuk episode-episode atau dongeng, ketika kita mulai membacanya, rasa penasaran akan muncul untuk menyelesaikannya. Aan menempatkan pembaca seperti pendengar, yang mendengar kisah yang diceritakan oleh penyair. Puisi Aan seakan mengena, membuat kita ikut merasakan rasa sakit, pilu, kemarahan, atau bahkan romansa yang tertuamg dalam puisi.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun