Mohon tunggu...
Janet Nadia
Janet Nadia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

"Mendengarkan Larik-larik Aan Mansyur"

23 November 2017   21:49 Diperbarui: 23 November 2017   23:59 1295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hal ini juga membuat pembaca untuk sedikit  berpikir keras dalam menganalisis makna dari gambar dan juga puisi. Memiliki sampul berwarna coklat dan gambar-gambar ilustrasi yang berwarna coklat yang terkesan seperti habis terbakar, sesuai dengan judulnya yang memiliki unsur api di dalamnya.

Buku ini diawali dengan kata sambutan oleh salah seorang sastrawan terbaik Indonesia, Sapardi Djoko Damono, seorang ppenyair yang dikenal dengan puisi-puisinya yang menggunakan kalimat-kalimat  sederhana namun memiliki  ia dikenal dengan novel Hujan Bulan Juni,  yang sekarang juga sudah difilmkan. "Aan adalah salah seorang dari dua atau tiga penyair kita yang berhasil memaksa kita dengan cermat mendengarkan demi penghayatan atas keindahan dongengnya."Demikian kutipan kalimat yang ditulis oleh Sapardi Djoko yang ditujukan bagi para pembaca.

Tema dari puisi-puisi dalam buku ini ada bermacam-macam, diantaranya tentang cinta, kesedihan, amarah, kebahagiaan, dan sindiran. Ini merupakan tema yang umum disukai masyarakat dalam sebuah bacaan. Puisi yang ditulis Aan, membuat pembaca terbuai dalam kisah-kisah romansa, kesedihan, bahkan amarah yang disampaikan oleh Aan.  

Puisi yang ditulis Aan tidak mudah dipahami, butuh konsentrasi penuh atau apa saja yang dibutuhkan pembaca dalam memahami sebuah puisi. Puisi memang tak mudah dipahami, namun Aan menempatkan puisinya dalam tingkatan yang berbeda, puisi-puisi ini dikemasnya dengan bahasa yang terkesan acak-acakan, namun sebenarnya tidak. Pada beberapa puisi dalam buku ini, Aan juga seperti menulis dengan apa adanya, tak berbelit-belit dan pembaca dapat langsung mengerti.

Melihat tanggapan dari sastrawan seperti Sapardi Djoko, Aan mengemas puisinya dalam bentuk episode-episode atau dongeng, ketika kita mulai membacanya, rasa penasaran akan muncul untuk menyelesaikannya. Aan menempatkan pembaca seperti pendengar, yang mendengar kisah yang diceritakan oleh penyair. Puisi Aan seakan mengena, membuat kita ikut merasakan rasa sakit, pilu, kemarahan, atau bahkan romansa yang tertuamg dalam puisi.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun