Mohon tunggu...
Jane Shalimar
Jane Shalimar Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Artikel Utama

Salon Christopher Mal Pejaten Village, Mengecewakan!

3 Maret 2016   14:03 Diperbarui: 13 April 2016   11:37 12551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Ilustrasi - melakukan perawatan rambut di salon (Shutterstock)"][/caption]Kemarin malam (Rabu, 2 Maret 2016) saya melakukan treatment hair cut & colouring di Salon Christopher Mal Pejaten Village lantai 2 pada pukul 19.23. Sejak awal saya melihat list harga yang ada, agak bingung juga, karena ada beberapa tingkatan stylist dan saya putuskan untuk memilih top-stylist bernama Heru yang digadang-gadang mengerti model cutting dan pastinya (saya pikir) lebih taulah warna rambut yang bagus dan cocok, karena kebetulan saya baru saja memasang hair-extension dan bermaksud membuat modelnya lebih natural dan menyamakan warna rambut asli saya yang lebih terang supaya sama dengan warna rambut extension-nya.

Datanglah Heru dan saya konsultasikan keinginan saya, dan proses cutting pun dimulai. Setiap saya berikan masukan mengenai layer yang "patah" di sebelah kanan-kiri, dia tidak menggubrisnya, hanya bilang, "Tenang, saya lebih tau kok." Cara pengerjaannya pun kasar dan seenaknya. Setelah cutting, tanpa memperlihatkan lagi rambut belakang dengan kaca, dia langsung mengatakan dengan sok santainya, "Warna rambutnya saya aja yang pilihin ya." Ouwwhh,  baiklah. Saya mengingatkan lagi ke dia, "Mas, atasnya aja ya yang dicat." "Iya, oke," jawabnya.

Dalam pikiran saya, kok nggak dicocokin dulu ya warna rambutnya dengan sample yang ada di buku hair-colouring? Ah... saya berpikir positif ajalah. Saya "pasrahkan" saja ke tangannya karena TOP STYLIST lhoooo.

Tak lama kemudian dia kembali dengan mangkuk kecil di tangannya berisi cat rambut, dan proses colouring pun dimulai. Ya Tuhan, dengan semena-mena  dia mengecat rambut saya, tidak menghiraukan saya yang kesakitan karena kasarnya dia menarik-narik extension saya yang baru dipasang. Kulit kepala saya perih luar biasa sampai-sampai mau nangis rasanya. Saya tahan karena saya pikir yah rambut extension yang baru dipasang memang begitu kali. Setelah "penyiksaan" itu selesai, saya pikir nanti pun begitu lihat hasilnya akan puas kok. 

Ternyataaaaaa.... yang saya pikir warna rambut saya akan sama seperti rambut extension-nya, masih terlihat belang. Model cutting-nya pun nggak jelas. Oh Tuhan, mau ngamuk rasanya. Pas saya tanya, "Mas, kok modelnya masih patah gini? Warnanya juga nggak sama?" Dengan entengnya dia jawab, "Soalnya nggak di-curly kan, jadi modelnya gak keliatan, warna sih nanti juga sama dalam beberapa hari." Hah? heloouwww, saya mau melakukan sesi foto besoknya, kelihatan jelek dong? Duhh.... Saya speechless. kok ya ke customer lagaknya begitu? Lagi-lagi saya berpikir positif aja, harap maklum karena bukan salon mahal, jadi treatment-nya sesuai harganya (cat rambut harganya Rp263 ribu, ya sudahlah ya... maklumi saja).

Keheranan saya tidak berhenti di situ, oh no! Jangan sedih, begitu saya ke kasir menanyakan berapa yang harus saya bayar, totalnya Rp759.550. What? Saya pastikan lagi treatment-nya apa aja ke Mbak Srie, sang kasir yang cantik jelita dan "ramah" itu (mukanya ditutup masker, mungkin menutupi wajahnya yang terlalu cantik), saya baca satu per satu, harganya dobel di cat rambutnya, "Lho... kan rambut yang dicat hanya atasnya aja? Pendek pula, kok dobel?" kata saya dengan suara yang lumayan meninggi. Dia jawab, "Iya, Mbak, tadi pakainya 2 tube." Kok 2 tube? Setahu saya 1 tube cat rambut itu sangat cukup untuk mewarnai rambut sepunggung, lah ini rambut saya cuma sepundak, tipis pula... apa matanya siwer atau rabun, nggak ngerti juga deh.

Karena waktu sudah menunjukkan pukul 21.00, saya  malas beradu argumen, sudah capek. Pastinya kalian yang sering ke salon melakukan treatment lebih taulah. Akhirnya sekarang saya harus mewarnai lagi rambut saya yang belang tadi ke salon langganan di dekat rumah yang nggak nyurangin saya.

Bukan masalah uangnya, nggak.... rejeki masih bisa dicari, anggaplah semalem saya lagi apes dibohongi sama Salon Christopher, tapi sebagai seorang public figure, saya harus membuang waktu saya lagi untuk membenahi warna dan model rambut saya. Bahkan Johny Andrean dan salon langganan saya R&D saja masih jauh lebih bagus dalam menentukan model dan warna rambut customer-nya dengan harga yang lebih masuk akal dan nggak mencurangi customer-nya.

Tolonglah jangan menipu customer dengan gambar-gambar model dengan warna-warna rambut yang indah sementara stylist yang ada ternyata tidak qualified untuk mengerjakannya. Mau cari untung, silahkan, tapi jangan anggap semua customer yang datang ke sana bisa dibodohi. Dengan harga yang saya bayarkan itu, seharusnya saya sudah mendapatkan hasil pewarnaan setara salon mahal dan ternama seperti Rudy Hadisuwarno.

Sungguh mengecewakan!

-Jane Shalimar-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun