Mohon tunggu...
Janeri eko putra
Janeri eko putra Mohon Tunggu... Lainnya - Planner

saya adalah seorang pria yang entah lebih tepatnya disebut apa, saya suka mencurahkan pikiran saya melalui menulis, mulai dari filsafat, buku, arsitektur, lingkungan hidup, sastra dan seni budaya,, menceritakan apa apa yang saya pikirkan menjadi kepuasan tersendiri untuk saya,

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hilangnya Makna Filosofis Diri Sebagai manusia

14 Agustus 2024   08:08 Diperbarui: 14 Agustus 2024   12:03 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Melihat lebih jauh apa yang terjadi sekarang dengan segala fenomena yang terjadi, saya berupaya untuk menyimpulkan sebagian besar dari kita pada saat ini hanya menjadi manusia yang ritualis dan sangat sedikit yang memilih menjadi manusia yang spritualis. Saya tidak keberatan jika dari kita bersepakat tentang ini, mengingat apa yang kita lihat sekarang semakin banyak orang orang yang justru kehilangan makna filosofis dari suatu prosesi padahal mereka menjalankan ritualnya. ini tidak hanya tentang ajaran agama tapi ini lebih kepada hal hal yang bersifat menyeluruh.

Menjadi manusia khususnya manusia Indonesia tentu sangat erat dan lekat sekali dengan makna spritual yang filosofis, dimana kita diketahui sebagai bangsa yang ramah, dimana kita dikenal sebagai bangsa yang selalu menjunjung tinggi kearifan yang penuh dengan kebijaksanaan. Tapi apakah kondisi itu masih layak kita akui sebagai jati diri bangsa?, 

kini kita melihat fenomena pergeseran makna dan perilaku yang diperankan oleh oknum oknum yang bertanggung jawab terhadap hal hal yang diembannya. kita di berikan tontonan hal hal yang diluar kebajikan dan akhirnya sedikit demi sedikit sebagian dari kita sudah melumrahkan itu terjadi.

Pada saat ini kita bisa melihat adanya oknum tokoh agama yang melakukan hal hal diluar nalar sebagai orang yang kita anggap soleh, terjadi pelecehan, terjadi kekerasan, bahkan ada juga kita lihat tokoh agama yang melakukan penipuan untuk memperkaya diri sendiri. Kita coba uraikan bagaimana kalangan agamawan menghianati nilai filosofis dari sebuah ajaran untuk selalu menebar kebaikan dan kedamaian tapi yang terjadi justru sebaliknya. Tentu ini tidak kita pukul rata dan memvonis semua melakukan itu, tapi sangat disayangkan hal itu terjadi mengingat pelakunya adalah orang yang mengerti akan ajaran agama dan selalu mengkhutbahkan kebaikan kepada semua orang.

Sering pula kita lihat oknum pemerintah yang notabene menjadi garda terdepan sebagai instrumen negara untuk menjalakan pemerintahan malah menjadi penghianat utama dari amanat konsitusi yang mereka emban, sangat dasar sekali, ketika pendidikan yang diamanatkan oleh undang undang untuk bisa dinikmati dan diakses oleh semua anak bangsa malah tidak sesuai dengan harapan, di bagian lain Indonesia ada berapa banyak anak anak yang tidak bersekolah karena masih berkutat dengan kemiskinan, masih bekutat dengan lemahnya akses pendidikan. 

Pun demikian juga dengan kesehatan, hak untuk mendapatkan jaminan kesehatan tidak sesuai dengan wacana yang digadang gadang dapat meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, ada berapa banyak orang Indonesia yang masih memilih pengobatan alternatif karena tidak memiliki biaya, masih adanya kesenjangan antara pasien BPJS dengan pasien non BPJS, kekurangan tenaga kesehatan dalam hal ini adalah dokter, dikarenakan pendidikan dokter yang sangat mahal, dokter tidak menyebar dengan rasio yang sudah distandarkan. kita sudah kehilangan makna filosofis pemerintah sebagai pelayan dan abdi negara.

itu sebagian contoh fenomena yang terjadi ketika kita kehilangan makan filosofis tentang diri kita, apapun kita, kondisi kita, profesi kita, kita adalah insan Indonesia yang memiliki nilai spiritualitas yang luhur, kita tidak hanya berkutat pada hal hal yang bersifat ritualis, lebih dari itu. Kita memkanai kehadiran kita sebagai insan spritualis yang memaknai kehidupan ini dengan bijak dan arif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun