Mohon tunggu...
Jane Millenia
Jane Millenia Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa S1 Hospitaliti dan Pariwisata Angkatan 2017

Mahasiswa Penerima Beasiswa Unggulan Kemdikbud RI untuk Prodi S1 Hospitaliti dan Pariwisata 2017, terdaftar dalam program Double Degree STP Trisakti - Guilin Tourism University, China.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tutup Telinga untuk Kepentingan Sendiri

8 September 2020   15:14 Diperbarui: 8 September 2020   15:35 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di Indonesia yang kaya dengan budaya, arak-arakan merupakan suatu unsur kegiatan yang banyak menjadi bagian dalam suatu ritual upacara.

Beberapa acara kebudayaan lokal yang menjadikan arak-arakan sebagai highlight acara antara lain adalah tradisi Arak-arakan Sapi di Boyolali dalam rangka menyambut Syawalan, tradisi Arak-arakan Tujuh Desa di Gresik untuk meminta hujan, dan seterusnya.

Namun, karena masa pandemik yang sedang kita alami saat ini masyarakat setempat yang biasanya melangsungkan upacara-upacara tersebut pada akhirnya hanya bisa mengingat-ingat kenangan dari pelaksanaan ritual tahun lalu agar tidak ikut berkontribusi dalam penyebaran virus yang pertama kali ditemukan di Wuhan, China tersebut.

Memang saat ini aktivitas yang berlangsung di luar rumah mulai kembali berjalan lagi, dengan catatan masih harus memerhatikan dan mematuhi protokol-protokol kesehatan yang ada seperti tetap memakai masker, menjaga jarak dengan individu lain saat berada di tempat yang sama, wajib melakukan pengukuran suhu setiap mengunjungi atau memakai fasilitas umum, dan sebagainya.

Namun, belum lama ini Badan Pengawas Pemilihan Umum mengabarkan bahwa ada sekitar 243 dugaan pelanggaran Bakal Pasangan Calon (Bapaslon) yang mengabaikan protokol kesehatan selama dua hari pendaftaran peserta Pilkada 2020 dengan mengadakan arak-arakan di jalan, juga tidak membawa hasil test swab walau dokumen tersebut sudah menjadi salah satu ketentuan berkas yang perlu dilengkapi saat pendaftaran.

Hal ini perlu disayangkan, lantaran sebagai (calon) kepala daerah, para bapaslon seharusnya lebih mengerti protokol kesehatan yang sudah ditetapkan pemerintah dan menaatinya.

Membawa massa pendukung untuk melakukan arak-arakan di jalan tidak akan membuat bapaslon terlihat dipercaya banyak orang karena memiliki banyak pendukung, malah akan menimbulkan tanda tanya atas integritas pasangan yang akan mencalonkan diri sebagai kepala daerah tersebut.

Bilamana regulasi yang patut ditaati di waktu pandemik seperti ini saja dilanggar, bagaimana nanti saat sudah menyabet jabatan kepala daerah? Besar kemungkinan bahwa di masa jabatannya akan menyalahgunakan wewenang yang dimiliki untuk kepentingan pribadi atau suatu korporasi.

Jika imbauan untuk tidak melakukan arak-arakan yang digaungkan oleh Menteri Dalam Negeri saja masuk telinga kanan keluar telinga kiri demi mengutamakan kepentingan pribadi saat masa pencalonan seperti ini, bagaimana orang tersebut mau mendengar suara rakyat?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun