Hebohnya rekaman Rini Soemarno dengan Sofyan Basir mengundang banyak pertanyaan, ada apa dibalik ini? apakah ini bagian perseteruan lama antara Rini dengan lawan lawan politiknya yang mencuat sejak awal 2015 lalu? Ataukah ada scenario yang lebih besar daripada itu.Â
Karena rekaman ini luar biasa memiliki informasi yang membahayakan bagi Rini , Sofyan dan Ari Soemarno, apapun alibinya di tingkat elite-elite politik mulai DPR sampai politisi-politisi papan atas, sudah tahu bahwa ini adalah pembagian fee proyek bukan saham, apalagi soal "Public Private Partnership" .
Sudah menjadi rahasia umum dikalangan elite-elite politik bagaimana Rini Soemarno mengatur kekuatannya. Inti dari kekuatan klan Soemarno itu ada lima orang : Pertama, Rini Soemarno sendiri sebagai penguasa regulasi yang berhasil masuk kabinet dan menyetir Kementerian BUMN, Ari Soemarno yang menguasai migas dan segala bentuk turunannya, Onky Soemarno (Kakak Rini nomor dua) menguasai jaringan direksi BUMN karena ia yang menjadi komandan atas proses assessment jajaran para komisaris dan direksi BUMN,  Ahmad Baiquni Dirut BNI yang menguasai jaringan perusahaan perusahaan negara berbasis keuangan dan Perbankan, terakhir  Bintang Perbowo eks Dirut PT Wika yang menguasai jaringan infrastruktur dan proyek proyek yang berkaitan dengan pembangunan jalan, pelabuhan, gedung-gedung dan bandara. Seluruh gurita jaringan inilah yang kemudian menjadikan Rini Soemarno menjadi pusat kekuatan politik dan logistic pembiayaan instrument politik.
Jaringan kekuasaan Rini merambah kemana-mana termasuk membuat KPK bungkam, Rini juga memfasilitasi banyak mogul-mogul politik di Indonesia, perlu dicatat bagaimana Bukaka menguasai sekali di sektor enegy termasuk di dalamnya proyek proyek PLN. Di kalangan pihak lawan Jokowi, kelompok Rini mengakses ke Onny Gerindra. Rini menancapkan di banyak kaki. Memang Rini harusnya dipanggil ke DPR, dan para politisi pendukung Jokowi harus cerdas dalam mengungkap siapa Rini. Termasuk soal permainan-permainan politiknya pada Pilpres 2019.
Banyak yang mengira bahwa penguasa-penguasa politik di Indonesia itu adalah Jokowi, Megawati, Prabowo, Surya Paloh, SBY, Sohibul Iman, ataupun Cak Imin. Orang banyak kecele, penguasa sesungguhnya adalah Rini Soemarno, dialah yang menguasai banyak jaringan dan mampu mendrop dana-dana politik sehingga mampu mendikte kekuatan-kekuatan yang mengitari sentrum-sentrum kekuasaan, seperti di Jokowi operasi politik Rini adalah mengkooptasi "Jaringan Solo", di Prabowo lewat jalur Onny, di kelompok PKS ada Sudirman Said yang menjadi operatornya dan banyak jalur-jalur gelap dikuasai Rini. Sementara Jokowi sendiri sudah dianggap oleh Rini sebagai "orang yang tidak tahu apa-apa" ini pernah heboh pada rekaman 2015 yang transkripnya banyak beredar di media online, salah satu penggalan transkripnya : "Belum tentu juga Presiden ngerti, apa tugas saya...Wong Presiden juga nggak ngerti apa-apa", rekaman 2015 ini harusnya juga dibuka bagi investigator-investigator bagi skandal kasus Pak Ari, karena inilah menjadi babak pembuka bagaimana Rini ngerjain Jokowi secara brutal dan mempermainkan kepercayaan Jokowi.
Peredaran rekaman Rini dan Sofyan yang menggemparkan public sesungguhnya adalah sebuah kontra terhadap apa yang terjadi nanti pada titik akhir Pilpres 2019. Sekelompok lawan Jokowi sudah mempersiapkan banyak rekaman untuk menjatuhkan Jokowi, dan ini semuanya bersumber pada rekaman-rekaman Rini.Â
Aksi saling rebutan rekaman sebenarnya sudah terjadi lama, antara pendukung Jokowi dengan pihak lawan Jokowi. Â KPK harus juga jujur apakah mempunyai rekaman- rekaman Rini dan bagaimana mungkin rekaman Rini malah beredar di akun medsos, padahal gampang bagi KPK membereskan Rini dan tak mungkin KPK tidak memiliki data data rekaman Rini. Ini juga harus jadi pertanyaan para jurnalis investigator politik di media untuk mengungkapkan kejujuran.
Rekaman yang beredar akhir April 2018 justru untuk melindungi Jokowi dari insiden rekaman Rini yang diperalat untuk Pilpres 2019 oleh lawan Jokowi, Â bila rekaman itu dibuka satu bulan sebelum coblosan pilpres 2019. Rencana-rencana itu sudah dimainkan dan menjadi titik penentu bagi kekalahan Jokowi ini sama halnya mengulangi "blunder pulau seribu" Ahok, karena itu pendukung-pendukung Jokowi membuka rekaman itu dan menyiarkan pada public untuk membuka perhatian Presiden ada yang tidak beres pada Rini Soemarno dan jaringan gelap kekuasaannya.
Pertarungan perebutan rekaman kemudian meledakkannya dengan waktu yang masih relatif panjang dari Pilpres 2019, justru bisa menjadikan evaluasi bagi semua pendukung Jokowi untuk mengoreksi lebih dalam ada apa dengan rekaman Rini-Sofyan. Karena diyakini bila pelempar rekaman itu berani mengungkap secuplik kecil pembicaraan Rini-Sofyan, bagaimana nanti bila diungkap kasus kasus besar dimana data-datanya sudah banyak dimiliki.
Presiden Jokowi adalah orang yang waskita, tindakan-tindakan politiknya dilakukan dengan sanepo, sebuah bahasa halus yang dimengerti bagaimana cara kekuasaan politik dikomunikasi-kan. Ia menjaga jarak dulu untuk melihat keadaan. Namun gerak gerik Jokowi dalam memperhatikan dan menjauhkan Rini sudah terlihat pada acara Indonesian Petrolium Association Convention and Exhibition, di Jakarta (Rabu, 2/5/2018), sebagai Menteri BUMN yang berkuasa atas Pertamina, Rini tidak terlihat begitu juga jajaran direksi Pertamina tidak tergambarkan hadir padahal acara ini, hanya Menteri ESDM Jonan dan Wamen ESDM Archandra dan pejabat di ESDM.Â
Cara Jokowi menjauhi orang orang yang bermasalah sangat cerdas, ia membiarkan Rini Soemarno di hari yang sama hanya meninjau proyek kereta cepat, seakan Jokowi berkata pada public "itu kan mau-mu" memang kereta cepat proyek Rini ini adalah bagian penting dari permainan Rini dalam ambisi-nya. Secara perlahan Jokowi membiarkan Rini mengungkap permainan kotornya di depan public. Itulah kecerdasan komunikasi politik Jokowi.