Ramadan Hijau adalah inisiatif untuk menjadikan Ramadan lebih ramah lingkungan dengan mengurangi limbah makanan, plastik sekali pakai, konsumsi energi, dan polusi udara.
Ramadan adalah bulan suci yang identik dengan ibadah, kebersamaan, dan berbagi. Namun, di balik kekhusyukan bulan Ramadan, ada fenomena yang kerap terabaikan, yakni peningkatan konsumsi dan limbah.Â
Dari meningkatnya penggunaan plastik sekali pakai di pasar takjil hingga melonjaknya konsumsi listrik di malam hari, Ramadan sering kali menjadi bulan dengan jejak ekologis yang besar.
Untuk mengatasi tantangan ini, muncul gerakan Ramadan Hijau, yaitu inisiatif untuk menjadikan Ramadan lebih ramah lingkungan.Â
Gerakan ini mengajak umat Muslim untuk mengadopsi gaya hidup berkelanjutan selama Ramadan dengan mengurangi limbah, menghemat energi, dan mendukung pola konsumsi yang lebih bijak.
Di berbagai negara, kampanye Ramadan Hijau telah menarik perhatian, terutama di kawasan Timur Tengah dan Eropa.Â
Namun, apakah gerakan ini dapat menjadi tren di Indonesia?
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadikan Ramadan Hijau sebagai tren yang tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga sejalan dengan nilai-nilai Islam.
Mengapa Ramadan Hijau Diperlukan?
Bulan Ramadan sering kali dikaitkan dengan peningkatan konsumsi dan produksi limbah.Â
Berikut beberapa alasan mengapa gerakan Ramadan Hijau penting untuk diterapkan di Indonesia:
1. Limbah Makanan yang Tinggi