Mengenal bahan ramah lingkungan dalam fashion, tren "green fashion" yang makin populer.
Dalam beberapa tahun terakhir, kesadaran terhadap dampak lingkungan dari industri fashion semakin meningkat.Â
Industri fashion, yang kerap menghasilkan polusi dan limbah besar, kini mulai mengadopsi pendekatan berkelanjutan melalui konsep "green fashion" atau mode ramah lingkungan.Â
Green fashion tidak hanya mengacu pada produk yang terbuat dari bahan ramah lingkungan, tetapi juga mencakup praktik produksi yang berkelanjutan, pengurangan limbah, dan peningkatan etika kerja.Â
Tren ini berkembang seiring dengan meningkatnya kepedulian konsumen terhadap keberlanjutan dan kesehatan bumi.
Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) tahun 2022 menunjukkan bahwa limbah kain menyumbang sekitar 2,8% dari total akumulasi sampah.Â
Hal ini mengindikasikan bahwa limbah tekstil masih menjadi bagian signifikan dari total sampah yang dihasilkan.Â
Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat bahwa pada tahun 2021, Indonesia menghasilkan sekitar 2,3 juta ton limbah pakaian, yang setara dengan 12% dari total limbah rumah tangga.Â
Namun, dari jumlah tersebut, hanya 0,3 juta ton yang dapat didaur ulang, menunjukkan bahwa upaya daur ulang masih sangat terbatas.
Tingginya volume limbah pakaian ini juga diperparah oleh kebiasaan masyarakat dalam membuang pakaian.Â
Data menunjukkan bahwa sekitar 66% masyarakat dewasa di Indonesia membuang setidaknya satu pakaian setiap tahunnya, sementara 25% lainnya membuang lebih dari 10 pakaian dalam setahun.Â
Angka ini menunjukkan urgensi untuk meningkatkan kesadaran akan dampak limbah pakaian dan pentingnya green fashion serta solusi daur ulang di masyarakat.
Bahan Ramah Lingkungan Kenjadi Salah Satu Aspek Utama Dalam Green Fashion.Â
Bahan-bahan ini berasal dari sumber daya yang dapat diperbarui, diproduksi dengan cara yang minim polusi, atau diolah dari limbah yang telah ada.Â
Beberapa contoh bahan ramah lingkungan yang semakin populer di industri fashion adalah katun organik, bambu, rami, dan serat daur ulang.Â
Katun organik, misalnya, ditanam tanpa pestisida dan bahan kimia berbahaya yang biasanya digunakan dalam budidaya katun konvensional.Â
Proses produksi ini menjaga kesehatan tanah dan mengurangi risiko polusi air, sehingga lebih aman bagi lingkungan dan pekerja yang terlibat.
Bambu Adalah Bahan Lain Yang Semakin Populer Dalam Green Fashion.Â
Tanaman ini tumbuh cepat tanpa memerlukan pupuk atau pestisida, sehingga tidak membutuhkan banyak sumber daya alam.Â
Serat bambu yang dihasilkan juga lembut, memiliki daya serap tinggi, dan tahan lama, menjadikannya alternatif yang baik bagi produk tekstil.Â
Rami, yang mirip dengan linen, juga merupakan bahan yang kuat dan tahan lama serta membutuhkan lebih sedikit air dalam proses produksinya dibandingkan dengan kapas.Â
Kedua bahan ini mewakili pilihan yang lebih berkelanjutan dalam menciptakan pakaian berkualitas tinggi.
Selain menggunakan bahan-bahan alami, green fashion juga memanfaatkan serat dari bahan daur ulang.Â
Salah satu contohnya adalah polyester daur ulang yang diperoleh dari botol plastik bekas.Â
Dengan mengolah plastik yang sebelumnya menjadi sampah menjadi bahan pakaian, industri fashion dapat mengurangi jumlah sampah plastik di lingkungan dan menghemat sumber daya.Â
Proses daur ulang ini membantu mengurangi emisi karbon, karena membutuhkan lebih sedikit energi dibandingkan dengan produksi polyester baru.
Tren Green fashion Juga Didukung Oleh Meningkatnya Kesadaran Konsumen.Â
Generasi muda, khususnya generasi milenial dan Gen Z, lebih cenderung mendukung merek yang memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan.Â
Mereka mencari produk yang tidak hanya terlihat modis tetapi juga selaras dengan nilai-nilai keberlanjutan.Â
Akibatnya, banyak perusahaan fashion besar mulai mengubah strategi bisnis mereka untuk memenuhi permintaan ini.Â
Mereka mulai menciptakan lini produk ramah lingkungan, menerapkan sistem produksi yang lebih bersih, dan mengurangi limbah di seluruh rantai pasokannya.
Green Fashion Masih Menghadapi Berbagai Tantangan.Â
Salah satunya adalah harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan produk konvensional.Â
Hal ini disebabkan oleh biaya produksi yang lebih tinggi, terutama untuk bahan-bahan ramah lingkungan.Â
Selain itu, belum semua konsumen menyadari pentingnya green fashion, sehingga perlu upaya edukasi lebih lanjut untuk mendorong adopsi tren ini.
Green fashion mewakili langkah positif bagi industri fashion dalam upaya menciptakan masa depan yang lebih hijau.Â
Dengan mengadopsi bahan ramah lingkungan dan praktik yang lebih berkelanjutan, industri ini berkontribusi pada pengurangan dampak lingkungan.Â
Jika tren ini terus berkembang, green fashion dapat menjadi standar baru dalam industri, menciptakan fashion yang tidak hanya stylish tetapi juga bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H