Meskipun dana LPDP yang diberikan besar, muncul pertanyaan tentang tanggung jawab penerima beasiswa jika mereka memilih tidak pulang ke Indonesia setelah menyelesaikan studi.
Beasiswa yang diberikan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) telah menjadi salah satu program pemerintah yang sangat berpengaruh dalam mendukung pendidikan tinggi.Â
Beasiswa ini memungkinkan ribuan mahasiswa Indonesia untuk melanjutkan studi di dalam dan luar negeri, dengan tujuan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia.Â
Terdapat persoalan yang terus muncul ketika beberapa penerima beasiswa memilih tidak kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studi.Â
Hal ini menimbulkan perdebatan tentang apakah beasiswa LPDP seharusnya dianggap sebagai "pinjaman mahasiswa" (student loan) yang perlu dikembalikan jika penerima beasiswa memutuskan untuk tidak pulang.
Isu utama dalam perdebatan ini adalah penggunaan dana publik yang dialokasikan untuk LPDP.Â
Program beasiswa LPDP memberikan dukungan dana yang bervariasi untuk setiap mahasiswa, tergantung pada negara tempat studi, jenis penelitian, serta aktivitas akademik lainnya.Â
Berikut ini adalah rincian alokasi dana LPDP berdasarkan kategori yang umum diberikan:
1. Uang Saku Mahasiswa
Besaran uang saku LPDP yang diberikan per mahasiswa disesuaikan dengan lokasi studi. Misalnya:
Di Afrika Selatan, uang saku untuk mahasiswa adalah sebesar USD 800 atau sekitar Rp 12,5 juta per bulan.
Di kota-kota dengan biaya hidup tinggi seperti Boston, New York, dan Stanford, uang saku yang diberikan mencapai USD 2.500 atau sekitar Rp 39 juta per bulan.
2. Dana Penelitian Tesis
Untuk penelitian tesis, LPDP memberikan dana berdasarkan kebutuhan laboratorium:
Rp 15.000.000 untuk penelitian tesis yang tidak memerlukan laboratorium.
Rp 25.000.000 untuk penelitian tesis yang membutuhkan laboratorium.
LPDP didanai dari anggaran negara, yang berarti uang yang digunakan untuk program beasiswa ini berasal dari pajak yang dibayar oleh masyarakat Indonesia.Â
Pada dasarnya, beasiswa ini diharapkan mampu mengembangkan SDM di dalam negeri, dengan asumsi bahwa alumni LPDP akan kembali dan memberikan kontribusi nyata kepada negara.Â
Kenyataannya, tidak semua alumni LPDP bersedia kembali setelah lulus.Â
Mereka sering kali mendapat tawaran pekerjaan yang menarik di luar negeri atau merasa bahwa pengembangan karier lebih baik jika tetap berada di negara tempat mereka menuntut ilmu.
Sikap untuk tetap tinggal di luar negeri ini menciptakan potensi kerugian bagi negara.Â
Dana yang seharusnya menghasilkan keuntungan berupa peningkatan SDM yang akan membangun Indonesia malah menguntungkan negara lain.Â
Oleh karena itu, gagasan untuk mengubah sistem beasiswa LPDP menjadi pinjaman mahasiswa bagi penerima yang tidak bersedia pulang patut dipertimbangkan.Â
Dalam sistem ini, penerima beasiswa yang memilih untuk tinggal di luar negeri wajib mengembalikan dana yang telah mereka terima, sebagai bentuk tanggung jawab atas pilihan pribadi mereka.Â
Dengan cara ini, dana publik tetap dapat kembali ke kas negara dan dialokasikan kembali untuk tujuan lain atau digunakan untuk memberikan kesempatan beasiswa bagi mahasiswa lainnya yang berkomitmen untuk pulang dan mengabdi.
Penerapan gagasan ini tentunya harus diatur dengan adil dan transparan.Â
Misalnya, LPDP bisa menetapkan tenggat waktu tertentu setelah kelulusan bagi penerima beasiswa untuk kembali ke Indonesia.Â
Jika penerima beasiswa tidak kembali dalam jangka waktu yang ditentukan tanpa alasan yang jelas, maka dana yang diterima harus dikembalikan dengan skema pinjaman.Â
Hal ini akan menjadi dorongan bagi penerima beasiswa untuk kembali dan memberikan kontribusi bagi Indonesia, namun tetap menghormati hak individu untuk menentukan pilihan karier sesuai aspirasi pribadi mereka.
Sistem student loan atau pinjaman mahasiswa ini juga akan menegaskan kepada calon penerima beasiswa bahwa mereka harus benar-benar mempertimbangkan komitmen jangka panjang sebelum mendaftar.Â
LPDP perlu memberikan informasi secara jelas terkait tanggung jawab setelah kelulusan sehingga penerima beasiswa sepenuhnya memahami bahwa keputusan mereka untuk tetap tinggal di luar negeri akan berkonsekuensi finansial.
Dengan menerapkan aturan ini, program LPDP dapat menjadi lebih berkelanjutan dan berfokus pada pencapaian tujuan pembangunan SDM Indonesia yang berkualitas.Â
Bagi mereka yang benar-benar berkomitmen untuk pulang dan berkontribusi, LPDP tetap menjadi beasiswa yang murni, tanpa ikatan finansial.Â
Namun, bagi yang memutuskan untuk mencari peluang di luar negeri, student loan adalah bentuk tanggung jawab kepada negara dan masyarakat yang telah berkontribusi dalam pemberian beasiswa tersebut.
Pada akhirnya, kebijakan ini diharapkan mampu menyeimbangkan hak individu untuk menentukan pilihan hidup dengan kewajiban sosial dalam memanfaatkan dana publik.Â
Dengan cara ini, LPDP tidak hanya menjadi sarana pembiayaan pendidikan, tetapi juga instrumen pembangun yang memastikan manfaatnya dapat dirasakan oleh bangsa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H