Indonesia tengah menghadapi krisis sampah yang semakin mengkhawatirkan.Â
Data dari Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada tahun 2023 menunjukkan bahwa, hingga 24 Juli 2024, total timbunan sampah di Indonesia telah mencapai 31,9 juta ton, berdasarkan input dari 290 kabupaten/kota di seluruh Indonesia.Â
Dari jumlah tersebut, hanya 63,3% atau sekitar 20,5 juta ton yang berhasil dikelola, sementara 35,67% sisanya, yakni 11,3 juta ton, tidak terkelola dengan baik.Â
Jumlah ini menyoroti kesenjangan besar dalam penanganan sampah nasional dan menimbulkan dampak serius bagi lingkungan, terutama mengingat tingginya kontribusi sampah plastik yang berakhir di lautan kita.
Indonesia, sebagai negara kepulauan dengan sekitar 70% wilayah berupa lautan, menjadi ironi dalam isu ini.Â
Meskipun memiliki sumber daya laut yang melimpah, Indonesia tercatat sebagai penyumbang sampah plastik terbesar kedua di dunia setelah China, menurut data Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNEP).Â
Paradoks ini menunjukkan bahwa, di satu sisi, kekayaan laut Indonesia sangat potensial, namun di sisi lain, tumpukan sampah plastik yang tidak terkelola justru sebagian besar mencemari ekosistem laut.Â
Plastik-plastik tersebut, yang sebagian besar berasal dari kehidupan sehari-hari masyarakat, akan terpecah menjadi mikroplastik yang dapat mencemari rantai makanan laut dan akhirnya berdampak pada kesehatan manusia.
Setiap individu di Indonesia, menurut data Direktorat Jenderal Pengelolaan Sampah dan Limbah B3 (PSLB3), menghasilkan rata-rata 0,7 kg sampah per hari.Â
Dengan jumlah populasi yang besar, total produksi sampah tahunan mencapai sekitar 69,7 juta ton.Â
Angka ini mencerminkan kebutuhan mendesak untuk menemukan solusi pengelolaan sampah yang efektif dan berkelanjutan.Â
Hingga saat ini, sampah yang dianggap "terkelola" adalah sampah yang sudah melalui fasilitas pengelolaan, seperti bank sampah, tempat pengolahan sampah terpadu (TPST), pusat daur ulang (PDU), hingga berbagai proses kreatif lainnya, seperti pembuatan kompos atau produk inovatif.Â
Namun, tingginya angka sampah yang belum terkelola menunjukkan bahwa kapasitas dan infrastruktur pengelolaan sampah masih belum cukup untuk menangani volume sampah yang terus bertambah.
Perubahan pola pikir masyarakat sangat diperlukan agar sampah yang dihasilkan dapat dikurangi.Â