Mereka bisa mengabaikan tradisi atau nilai-nilai sendiri dan hanya fokus pada hal-hal yang berhubungan dengan Jepang. Mereka juga bisa menjadi kurang toleran atau menghargai perbedaan antara budaya mereka sendiri dan budaya lainnya.
Beberapa dampak tersebut antara lain:
1. Pengaruh buruk pada kesehatan mental remaja.Â
Remaja yang terlalu terobsesi dengan budaya Jepang bisa mengalami gangguan psikologis seperti stres, depresi, kecemasan, atau bahkan gangguan identitas diri (gender dysphoria). Remaja juga bisa kehilangan minat atau bakat mereka sendiri karena lebih fokus pada hal-hal yang berhubungan dengan Jepang.
2. Pengaruh buruk pada moralitas dan etika.Â
Remaja yang terlalu terpengaruh oleh budaya Jepang bisa menjadi kurang toleran atau menghargai perbedaan antara budaya mereka sendiri dan budaya lainnya. Remaja juga bisa menjadi kurang peduli atau bertanggung jawab atas tindakan mereka sendiri karena lebih mengikuti norma-norma atau nilai-nilai dari Jepang.
3. Potensi pengaruh negatif pada perkembangan identitas nasionalisme pada anak muda.Â
Remaja yang lebih menyukai budaya Jepang daripada budaya sendiri bisa menjadi kurang memiliki rasa cinta tanah air atau bangga menjadi warga negara Indonesia. Remaja juga bisa menjadi kurang memiliki kesadaran akan sejarah, tradisi, atau nilai-nilai dari bangsa Indonesia.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memiliki keseimbangan antara menyukai dan menghormati budaya lain tanpa kehilangan identitas kita sendiri.Â
Kita juga harus tetap terbuka dan kritis terhadap apa yang kita dengar atau lihat tentang budaya lain tanpa mudah percaya pada segala sesuatu tanpa bukti atau penjelasan.
Penting untuk diingat bahwa label "wibu" bisa memiliki interpretasi yang bervariasi, dan seseorang yang disebut sebagai wibu mungkin saja menganggap istilah tersebut sebagai sesuatu yang positif atau menggunakannya dengan bangga untuk menunjukkan minat mereka pada budaya Jepang.