Mohon tunggu...
Jandris Slamat Tambatua
Jandris Slamat Tambatua Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pascasarjana MSDM, Pemerhati Lingkungan, Competency Assessor

"Manusia Kerdil Yang Berusaha Mengapai Bintang"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mati Kutu (Makan Tiga Ngaku Satu): Cerita Keisengan di Zaman Sekolah

26 September 2023   21:08 Diperbarui: 26 September 2023   21:10 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantin sekolah, tempat berkumpul disaat jam istirahat (Dok. Pribadi)

Kejujuran itu tidak hanya ada pada ucapan, tetapi juga ada pada perbuatan. Seseorang yang berbuat riya tidaklah dikatakan sebagai seorang yang jujur, karena dia telah menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dia inginkan (atau sembunyikan di dalam hatinya).

Zaman sekolah dulu, kita sering kali terdengar guyonan tentang istilah "Mati Kutu (Makan Tiga Ngaku Satu)" yang diangkat dari kejadian nyata. Kantin sekolah, meski terlihat seperti tempat makan yang sederhana, memiliki makna mendalam bagi sebagian pelajar. 

Kantin sekolah inilah yang menjadi tempat berlangsungnya sebagian besar cerita "Mati Kutu (Makan Tiga Ngaku Satu)". Ketika istirahat tiba, dan makan di kantin sekolah bukanlah opsi karena uang jajan yang terbatas, kantin sekolah menjadi alternatif yang menggiurkan. Ia adalah tempat di mana persahabatan tumbuh dan perut keroncongan terobati.

Dalam istilah sederhana, "Mati Kutu (Makan Tiga Ngaku Satu)" mencerminkan keselarasan antara apa yang terucap dari lisan dengan apa yang dilakukan. Jika suatu berita atau peristiwa sesuai dengan keadaan yang sebenarnya ada, maka itulah yang disebut sebagai kejujuran. Namun, jika tidak, maka itulah yang kita sebut sebagai dusta.

Kejujuran tidak hanya berkaitan dengan kata-kata yang diucapkan, tetapi juga terkait dengan perbuatan kita. 

Seseorang yang berbuat riya tidak dapat dianggap sebagai orang yang jujur, karena ia menunjukkan sesuatu yang berbeda dari apa yang sebenarnya ia pikirkan atau sembunyikan dalam hatinya.

Mengenai "Mati Kutu (Makan Tiga Ngaku Satu)," alasan dibaliknya mungkin adalah keisengan semata. Namun, semoga keisengan semacam ini tidak lagi terulang pada anak-anak sekolah saat ini. 

Jika kita merasa pernah menjadi salah satu anggota "genk Mati Kutu (Makan Tiga Ngaku Satu)," segeralah meminta maaf dan mengganti sebanyak yang kita ingat, atau bahkan lebih baik lagi, berusahalah untuk memberikan lebih banyak, selama masih ada kesempatan.

Saya sendiri tidak lupa akan kenangan ini, meskipun perbuatan ini mungkin dilakukan oleh sebagian kecil pelajar. "Mati Kutu (Makan Tiga Ngaku Satu)" mungkin hanya sebuah kenangan, tetapi ia mengajarkan kita pentingnya kejujuran dalam kata-kata dan tindakan, bahkan dalam situasi-situasi yang tampaknya sepele seperti saat istirahat di kantin sekolah.

Mungkin saja, "Mati Kutu (Makan Tiga Ngaku Satu)" hanya keisengan belaka, tetapi ia adalah bagian tak terpisahkan dari cerita kita. Semoga saat kita melihat kembali masa sekolah, kita tidak hanya tersenyum karena kenangan manis ini, tetapi juga mengambil pesan kejujuran yang tak ternilai harganya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun