Cukup canggih Golkar membangun image, setidaknya mengubah citra yang babak belur dihajar ego. Dualisme Golkar sejak 2014 menghempaskan Golkar di Pilkada Serentak 2015. Golkar keok ke urutan ketiga paling bawah berada diatas PKPI dan PPP yang juga gonjang-ganjing.Â
Tak cukup memenangkan Pilkada dengan persiapan "seemprit", tak ada survei, pencitraan dan konsolidasi. Omong kosong bisa menang.
Wong memenangi Pemilu selama Orba, Golkar dengan ABRI dan Birokrasi mempersiapkan dengan teliti dan detail. Perangkat pemenangan Golkar tak hanya Tentara, kaderisasi dibangun dari tingkat desa, semasa zaman Sudharmono dibentuk pula Kader Penggerak Teritorial Desa atau Karakterdes sebagai ujung tombak partai.Â
Lah ini bagaimana mau menang, wong elitnya rusuh. Tim 10 yang dibentuk sebagai ikhwal rekonsialisasi tak begitu banyak bermanfaat meskipun waktu jelang pilkada serentak 9 Desember 2015 masih 7 bulanan tersisa. Konsolidasi tak utuh. Golkar kalah telak. Ini efek besar konflik yang tak ketemu juntrunganya.
Kini Golkar sedang menatap masa depannya kembali. Ini momentum krusial, kata Bamsoet salah pilih pimpinan, Golkar bisa terlempar.Â
"Produk Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar 2016 menjadi potret yang akan menggambarkan profil masa depan partai; tetap besar dan makin kuat atau sebaliknya, menjadi semakin kecil dan lemah. Inilah tantangan sekaligus persoalan yang patut dipertimbangkan semua DPD, DPD I, dan DPD II Partai Golkar saat memasuki forum Munaslub yang mulai digelar 15 Mei 2016," tulisnya dalam Artikel berjudul Momentum Krusial Golkar.Â
Situasi politik memang dinamis, 8 kandidat dipastikan akan beruji visi, kekuatan, jaringan sekaligus tingkat kediterimaan pada publik. 8 kandidat tersebut adalah  Ade Komaruddin, Aziz Syamsuddin, Mahyudin, Setya Novanto, Airlangga Hartarto, PriyoBudiSantoso, Syahrul Yasin Limpo, dan Indra Bambang Utoyo.
Belakangan isu berkembang Akom vs Setnov yang akan balapan hingga tetes terakhir penentuan. Yang lain jadi follower saja, begitu analisa dari Hanta Yudha. Sah-sah saja membuat analisa dan prediski apalagi keduanya memang banyak terlibat perseteruan sejak saling suit posisi di parlemen.
Entah karena jadi kandidat kuat, sehingga setiap celah dicari atau memang memiliki masalah dengan integritasnya. Kedua kandidat terkuat versi Hanta Yudha sama-sama dilaporkan ke Komisi Etik Munaslub. Setnov dilaporkan atas tuduhan pelanggaran etika terkait permintaan saham PT Freeport Indonesia yang membuatnya harus menyerahkan jabatan Ketua DPR ke Akom.
Sedangkan Akom sendiri dilaporkan atas dugaan kebohongan karena dia pernah berjanji hitam diatas putih untuk tidak mencalonkan diri sebagai Ketum Golkar jika ia dipilih jadi Ketua DPR RI. Belakangan Akom kembali bermasalah karena tertangkap komisi etika saat bertemu dengan pemilik suara.
Layakkah keduanya terpilih, dipilih untuk Golkar yang lebih baik di masa depan. Terlalu banyak celah saya kira. Jika para pemilik suara mengikuti arus isu utama.Â