Mohon tunggu...
Janaka "Jak" Linglung
Janaka "Jak" Linglung Mohon Tunggu... lainnya -

bapak dari satu anak yang suka makan ketoprak :D\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

E-Book Reader dan Anas Urbaningrum

6 Juni 2014   18:21 Diperbarui: 20 Juni 2015   05:01 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam pidato kebudayaan tertanda Duren Sawit, Jakarta, 16 Mei 2010, Anas Urbaningrum ( sebelum terpilih secara definitif sebagai Ketua Umum Partai Demokrat) menulis sebuah ide tentang bagaimana cara membangun demokrasi dengan politik gagasan. Gagasan yang lahir jauh sebelum hingar bingar kasusnya. Hari ini Anas menjalani sidang keduanya, semoga ekspeksinya memberikan ruang baginya untuk berkarir dalam politik Indonesia.

Yang menarik dari tulisan panjang tersebut adalah statement Anas bahwa  Pidato tersebut  akan di cetak menjadi buku sederhana untuk melanjutkan tradisi berwacana yang sudah lama dijalankan oleh para founding fathers seperti Bung Karno, Bung Hatta, Sjahrir, para pemikir seperti Tan Malaka, Soedjatmoko selalu menuangkan pemikirannya dengan tulisan. Bahkan Kartini menyuguhkan pemikirannya, melalui korespondensi dengan sahabat-sahabat penanya di negeri Belanda.

Anas menambahkan kala itu mereka menggunakan surat menyurat dan forum-forum diskusi untuk bertukar ide dan gagsan. Akan tetapi di zaman sekarang, selain ia ingin mencetaknya menjadi buku sederhana. Anas juga memposting tulisan tersebut di blognya www.bunganas.com sehingga diskusi akan dapat di lanjutkan lewat Facebook dan twitter. Berbagi layaknya founding fathers dalam perangkat jaman yang berbeda.

Gagasan yang Anas yang mencoba menghidupkan kembali tradisi tulis-menulis yang pernah dilakukan para pendiri bangsa sangat menarik untuk diapresiasi. Apalagi kemajuan zaman sudah sangat mempermudah dalam kegiatan membaca dan menulis gagasan lewat buku. Langkah Anas untuk meng-elektonik-kan pidato kebudayaannya terbilang visioner. Sebab, kemajuan menuntut kita untuk mampu menangkap tanda-tanda zaman

Dimana semenjak munculnya buku elektronik atau e-book, dunia dipermudah dengan penggunaan semacam tablet ajaib berupa kitab digital hasil kemajuan teknologi. Kehadiran perangkat keras yang disebut e-book reader seperti iPad dengan iBooknya, Kindle keluaran Amazon, Nook buatan Barnes & Noble,  Sony PRS-505 dan PRS-600 keluaran terbaru Sony yang memiliki fitur layar sentuh, batas penanda halaman, pencari kata, dan kemampuan memberikan catatan pada halaman yang dibaca.

Membuat kita semakin mudah untuk menikmati tulisan tanpa buku cetak. Bahkan, salah satu e-book reader iRiver Story E802 yang dikemas untuk melayani papataka.com dapat berfungsi sebagai pengecer buku dan menyediakan layanan buku online seperti layanan amazon.com.

Pada prinsipnya e-book reader adalah perangkat elektronik yang dipergunakan untuk membaca file. Namun, yang membedakan e-book dengan notebook ataupun komputer PC adalah e-book menggunakan monitor dengan teknologi tinta yang membuat pembaca tetap nyaman membaca walau menggunakan dengan sangat lama. Sehingga tidak ada bedanya membaca buku cetak dengan membaca dengan e-book. Sedangkan notebook atau komputer PC yang masih menggunakan monitor dengan teknologi cahaya yang membuat mata mudah capek.

Tentunya munculnya e-book menghadirkan babakan baru dalam cara membaca yang harus direspon oleh para penulis maupun penerbit untuk juga mau melirik e-book sebagai media pemasaran buku-buku maupun tulisan-tulisan. Keniscayaan evolusi cara membaca tersebut tidak bisa dielakkan. Kenyataan yang harus ditangkap sebagai peluang akan munculnya keajaiban-keajaiban dari trend hadirnya konsol-konsol digital. Sebuah peluang untuk menghadirkan pencerahan dari tablet-tablet kitab digital.

Evolusi cara membaca ini tidak lepas dari munculnya produk-produk kitab digital. Utamanya sejak Apple memperkenalkan i-Pad sebagai produk terbarunya. Melalui i-Book orang dapat men-dowload berbagai hal baik yang gratis maupun yang membayar. Dan tidak berlebihan bila munculnya i-Pad akan semakin mengubah struktur bisnis perbukuan. Yang dapat diprediksi akan  menjadi akhir dari dunia cetak. Hal ini terlihat jelas ketika industri musik terguncang ketika Apple dan Steve Jobs memperkenalkan produk iPod dan iPhone.

Sebuah perangkat musik yang berdesain futursitik, ringkas, sederhana, bisa dibawa kemana saja, dengan sistem opresional yang cepat dan mudah dikendalikan yang dilengkapi ketersediaan berbagai apalikasi yang membuat minat konsumen untuk beralih perangkat pemutar musik dari tape recorder ke iPod maupun iPhone. Apalagi fungsi perangkat iPod maupun iPhone ditunjang Apple store dan iTunes yang membuat orang dapat membeli secara langsung aplikasi musik dan video digital.

Di era jejaring sosial yang semakin gencar dewasa ini munculnya iPad dipercaya juga akan dapat menamatkan akhir buku-buku cetak. Bagaimana tidak melalui e-Reader seperti iBook dan Kindle, seseorang bisa mengakses beragam infromasi, buku legendaris, majalah maupun koran elektronik untuk kemudian disimpan dalam memory iPad. Tentunya hal tersebut akan mempermudah orang menyimpan data, memperbaharui, menambah bahkan membacanya kembali.

Tanpa harus membawa buku cetak yang terbilang berat dan banyak. Secara efektif pula, seseorang dapat menyimpan banyak buku, tulisan maupun informasi dalam satu tempat saja. Sungguh cara yang efisien membangun peradaban yang adiluhung. E-book Reader adalah sebuah perangkat bagi masa depan perbukuaan yang tentu disinyalir akan melibas dunia cetak perbukuan.

Ide tokoh muda sekelas Anas untuk kembali menghidupkan tradisi menulis dan mencetak buku adalah gagasan yang keliatannya usang namun menarik untuk terus dikelola. Apalagi dengan munculnya e-book reader sebagai perangkat baru cara membaca yang praktis. Anas tidak hanya kembali menghidupkan budaya tulis menulis, namun ia juga perlu menggerakkan dan menumbuhkan semangat membaca masyarakat Indonesia yang terbilang masih rendah.

Calon pemimpin bangsa yang kini harus mendekam di sel KPK akibat pertaruhan politik di Demokrat. Sayang, sayang sekali tentunya. Sebab jika tidak, pada perheletan politik akbar kini, kita bisa melihat kiprahnya.

Kami berdoa, pengadilan memberikan hakmu, bahwa kamu tidak bersalah. Jika memang benar adanya. Tapi jika engkau bersalah, biarkan pengadilan menghukumnya dengan hukum yang adil. Keadilan dan kebenaran akan MENANG.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun