TENUN DONGGALA PUSAKA NUSANTARA
 Sebelum mengenal benang sutra untuk bahan kain atau sarung, penenun di Donggala lebih awal menggunakan kapas hasil budidaya penduduk setempat. Adapun penggunaan sutra setelah adanya hubungan dagang dengan bangsa-bangsa luar seperti China, Gudjarat (India) dan Arab.
Bangsa-bangsa tersebut semula memperkenalkan sutra dalam bentuk kain yang diperdagangan melalui pelayaran. Selanjutnya ketika mengetahui penduduk setempat memiliki keterampilan menenun kain, maka benang sutra diperdagangkan untuk bahan sarung.
***
Di masa lampau penduduk Donggala telah memiliki keterampilan memproduksi pakaian secara massal, sekaligus menggunakan produksi dari India yang diperdagangkan melalui pelabuhan.
David Woodard menyebut di Donggala adanya penggunaan kain berukuran panjang semacam kain sekatan dinamai Palempore, bermutu tinggi hasil tenun berbahan kapas berwarna-warni dipakai saat pesta pernikahan. Diceritakan suatu ketika kain India itu dibentangkan di pintu gerbang kota seolah-olah untuk menghadang tamu rombongan putra raja bajak laut dari Mindanau saat datang melamar putri Raja Donggala (tidak disebutkan namanya, hanya disebut Raja Tua).
Kalau kemudian pelaut China berlayar ke Nusantara termasuk ke Donggala membawa sutra bukanlah komoditi utama. Melainkan lebih banyak memperdagangkan berbagai perabot rumah tangga berbahan keramik atau porselin hingga kini bukti artefaknya cukup banyak.
Hubungan pelayaran bangsa China ke Donggala telah terjadi sejak lama dibuktikan sebuah arsip terjemahan tentang Nusantara disampaikan oleh J.V.Mills dari Chinese Navigators in Insulinde about A.D. 1500, Archipel Volume 18, hlm 69-93. Di situ tertulis di Sulawesi hanya disebut Tung-Chia-la (Donggala) tujuan pelayaran sekitar tahun 1430.*
***
Sarung berbahan benang sutra atau kapas yang ditenun di kawasan pesisir Sulawesi Tengah, khususnya di kawasan pesisir Teluk Palu dan sekitarnya dikenal buya sabe atau sarung sutra Donggala. Keterampilan tenun tidak berdiri sendiri, melainkan saling beradaptasi dan mempengaruhi dengan kebudayaan suku luar Sulawesi Tengah, kemudian berkulturasi dalam kebudayaan Kaili.*
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H