Istilah stupidPhone mengarah pada handphone “jadul” yang merupakan cikal bakal berkembangnya smarthPhone. Masuknya merk-merk seperti Nokia, Samsung, Sony, Motorola, Apple, HTC, Huawei, Asus, Lenovo, LG, advance, Oppo, BlackBerry, dan sebagainya memberikan kemudahan bagi kegiatan transaksi bisnis yang menjanjikan. Handphone yang dulu hanya bisa sms dan telepon kini bisa digunakan untuk berbagai kegiatan yang lebih mudah dan cepat dengan berbagai aplikasi dan fitur-fitur pendukung. Sebagian masyarakat banyak yang tergiur untuk memilikinya karena fasilitas yang ditawarkan, bahkan anak-anak pun berlomba lomba untuk memilikinya meskipun dengan harga yang fantastis. Bisa dibayangkan harga satu juta sampai berjuta-juta hanya untuk membeli sebuah handphone, mungkin untuk orang menengah keatas hal demikian tidak menjadi suatu masalah karena mereka mampu untuk mendapatkan semua itu dengan mudah, yang menjadi masalah adalah mereka yang berada dalam ekonomi menengah bawah. Hal ini menjadi masalah urgen yang harus menjadi perhatian kita bersama.
Teknologi era modern sekarang ini menuntut penggunanya untuk tetap berhati-hati dan waspada, teknologi yang selalu diciptakan berbagai inovasi yang lajunya demikian pesat memaksa masyarakat untuk hidup yang cenderung "hedonis". Ujungnya berakibat fatal pada masyarakat yang umumnya memiliki ekonomi menengah kebawah, mereka memaksa untuk “gaya-gayaan” dengan teman dilingkungan masyarakatnya. Demikian handphone yang sudah menjadi trend masa kini dan sudah lekat ditangan masyarakat mulai dari petani, tukang beca, tukang ojeg sampai penjual keliling kampung. Hal ini karena manfaat kemudahan yang didapatkan untuk mengembangkan ekonomi mikro dipedesaan yang membutuhkan strategi pengembangan integratif dengan dukungan handphone orang akan lebih mudah melakukan pemesanan jarak jauh, penjualan dan bisnis menjanjikan yang lebih berkembang, berbagai komunitas pun melaju perlahan-lahan menjadi prospek bisnis yang menguntungkan.
Kemudahan-kemudahan yang didapatkan juga memiliki efek domino bagi perekonomian indonesia. Disinilah terjadi transfer ekonomi besar-besaran dari negara berkembang menuju negara maju. Belum lagi dampak perilaku “hedonis” bagi masyarakat berkembang menjadi masalah dan trend tersendiri. Perilaku yang memberikan virus bagi masyarakat menengah kebawah untuk senantiasa bermewah-mewahan dengan kemampuannya yang terbatas, tak terkecuali bagi pelajar-pelajar di masyarakat pedesaan. Pendapatan orang tua yang ‘pas pasan’ harus dipaksa oleh anak yang ingin sama dengan teman-teman lain disekitarnya, belum lagi jika orang tua yang_mohon maafberada dalam ketiadaan ekonominya sama sekali, mereka akan nekat meminjam uang pada teman sekelasnya. Parahnya jika mereka nekat mencuri atau bahkan bergabung dengan teman yang tanpa berfikir panjang menyarankan untuk menjual diri. Naudzubillah..
Perilaku yang demikian itu menjadikan generasi masyarakat kita seolah-olah terjerumus dalam masyarakat yang terjajah teknologi, terjajah ekonomi bahkan moralitas sekalipun dan seakan-akan tanpa perlawanan. Masyarakat yang menjunjung tinggi nilai akhlaq sudah sepatutnya mengimbangi fenomena yang semacam itu dengan tetap melakukakan pengawasan yang ekstra, masyarakat harus mampu memanfaatkan perkembangan smartphone sebagai media untuk membangun ekonomi, membangun relasi, dan mengembangkan nilai-nilai luhur yang beradab, serta berakhlaqul karimah sesuai dengan tuntunan ajaran agama.
Wallahu ‘alam bishowab,..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H