Teknologi nano telah menjadi salah satu terobosan terbesar dalam dunia ilmiah. Dari bidang medis hingga perlindungan lingkungan, nanoteknologi menawarkan berbagai solusi canggih untuk tantangan global. Namun, di Indonesia, pemahaman masyarakat mengenai teknologi ini masih sangat terbatas. Oleh karena itu, edukasi yang tepat sangat penting untuk mempercepat penerapan teknologi nano dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu alasan utama mengapa edukasi nanoteknologi penting adalah karena potensi aplikasinya yang sangat luas. Contohnya, dalam bidang kesehatan, teknologi nano dapat menciptakan metode pengobatan yang lebih efektif, seperti pengiriman obat langsung ke sel yang membutuhkan. Sementara itu, dalam bidang lingkungan, material nano dapat digunakan untuk menyaring polutan dari udara atau air. Tanpa pemahaman yang memadai, masyarakat mungkin hanya melihat teknologi ini sebagai sesuatu yang jauh dari kenyataan, padahal ia memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas hidup.
Namun, salah satu tantangan terbesar adalah kurangnya kurikulum nanoteknologi di sekolah dan perguruan tinggi. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, hingga saat ini, nanoteknologi belum secara luas dimasukkan dalam kurikulum pendidikan formal di Indonesia. Hanya sebagian kecil perguruan tinggi yang menawarkan program studi terkait nanoteknologi. Di negara-negara maju seperti Jepang dan Amerika Serikat, nanoteknologi telah dimasukkan ke dalam sistem pendidikan mereka. Amerika Serikat telah menginvestasikan lebih dari $30 miliar dalam penelitian nanoteknologi sejak tahun 2001, dengan lebih dari 50 universitas menawarkan program studi nanoteknologi di tingkat sarjana dan pascasarjana. Indonesia perlu mempercepat penciptaan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan zaman, terutama untuk memastikan generasi muda memiliki keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan.
Beberapa universitas di Indonesia, seperti Universitas Airlangga, telah mengambil langkah maju dengan mengembangkan program pendidikan dan penelitian dalam nanoteknologi. Universitas Airlangga, melalui Fakultas Teknologi Maju dan Multidisiplin, telah mulai menawarkan jurusan dan program riset yang terkait dengan nanoteknologi. Selain itu, Universitas Airlangga juga terlibat dalam kolaborasi riset dengan lembaga-lembaga lain untuk mengembangkan aplikasi praktis nanoteknologi, seperti dalam bidang kesehatan dan material. Upaya ini menunjukkan bahwa meskipun belum meluas, ada inisiatif penting yang dapat dijadikan contoh untuk pengembangan kurikulum dan riset nanoteknologi di perguruan tinggi Indonesia.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Asosiasi Perguruan Tinggi Indonesia (APTIKOM) menunjukkan bahwa lebih dari 60% perguruan tinggi di Indonesia belum memiliki fasilitas laboratorium yang memadai untuk riset di bidang nanoteknologi. Sebuah laporan dari Indonesian Society for Nanotechnology (ISN) juga mencatat bahwa hanya sekitar 20% dosen di perguruan tinggi Indonesia yang memiliki latar belakang pendidikan atau pengalaman di bidang nanoteknologi. Keterbatasan fasilitas dan tenaga pengajar yang berkompeten dalam bidang ini menjadi hambatan besar dalam pengembangan pendidikan nanoteknologi di Indonesia.
Peran sektor swasta juga sangat penting dalam mendorong perkembangan nanoteknologi. Perusahaan-perusahaan di sektor kimia dan farmasi di Indonesia mulai melirik nanoteknologi. Misalnya, PT. Kimia Farma telah melakukan riset untuk mengembangkan obat berbasis nanoteknologi. Namun, penelitian semacam ini masih sangat terbatas karena kurangnya dukungan dari pemerintah dan sektor pendidikan.Â
Selain itu, media juga memiliki peran besar dalam memperkenalkan nanoteknologi kepada masyarakat. Kampanye yang menarik dan mudah dipahami dapat membantu meningkatkan kesadaran tentang manfaat teknologi ini. Misalnya, membuat dokumentasi mengenai penerapan teknologi nano di industri lokal bisa menjadi cara efektif untuk mengenalkan teknologi ini lebih luas. Selain itu, media sosial dapat menjadi saluran yang efektif untuk menyebarluaskan informasi dan mempertemukan para ahli dengan masyarakat luas.
Jika edukasi nanoteknologi terus diabaikan, Indonesia berisiko semakin tertinggal dalam revolusi industri keempat. Menurut laporan dari Grand View Research, pasar nanoteknologi diperkirakan akan mencapai $125,1 miliar pada tahun 2027, dengan tingkat pertumbuhan tahunan sebesar 17,8%. Tanpa persiapan yang matang, Indonesia berisiko tidak mampu bersaing dalam ekonomi global. Dengan segala potensi yang dimiliki oleh teknologi ini, saatnya kita mengambil langkah nyata untuk mendidik masyarakat. Ini bukan hanya demi masa depan teknologi, tetapi juga demi masa depan Indonesia yang lebih maju dan mandiri.
Dengan memperluas pemahaman tentang nanoteknologi, kita membuka peluang besar untuk inovasi dan kerjasama di berbagai sektor. Edukasi adalah langkah pertama yang harus kita ambil. Apakah kita siap menyambut masa depan yang lebih cerah dengan teknologi nano? Keputusan ada di tangan kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H