Pernahkah anda melihat anak kecil yang suka menawarkan makanan kepada teman sebayanya? atau pada waktu sekolah dulu anda sering mengajukan diri untuk membantu guru membersihkan papan tulis? nah, perilaku sukarelawan, dan tindakan membantu orang lain ini dalam psikologi disebut dengan perilaku prososial. Jika anda pernah mendengar perilaku antisosial maka perilaku prososial ini merukapan kebalikannya, perilaku prososial bertujuan membantu orang lain, ditandai dengan kepedulian terhadap hak, perasaan, dan kesejahteraan orang lain, perilaku ini dapat digambarkan meliputi perasaan empati dan kepedulian terhadap orang lain.
Apa saja bentuk dari perilaku prososial ?
Helping  : Menolong sesuatu respon yang dilakukan untuk membantu pihak lain yang berada daam situasi negatif. Menolong dapat dilakukan delam dua jenis yaitu dalam situasi non emergency dan emergency, nonemergency ketika anak membantu ibu guru mengahpus papan tulis. Emergency, ketika menolong orang kecelakaan.
sharing : Berbagi dapat berupa material dan non material, seperti berbagi makanan, meminjamkan mainan, menyumbangkan sebagian uang saku untuk korban bencana (donasi)
comforting : Menghibur merupakan tindakan yang dilakukan untuk memebantu memperbaiki suasana hati negatif yang dimiliki orang lain. Perilaku menghibur dapat ditemukan sejak masa balita, akan tetapi kemampuan menghibur anak-anak biasanya tidak sebiak orang dewasa. Contohnya menghibur temannya yang sedang menangis
cooperating  : Bekerja sama, seperti membersihkan ruang kelas
Perilaku prososial memang memberikan manfaat yang positif, namun tidak semua perilaku prososial dilatarbelakangi oleh motif yang positif juga. Terdapat 2 kutub motif perilaku prososial, pertama motif self-oriented (berorientasi pada diri sendiri), ketika melakukan perbuatan baik dilatarbelakangi oleh dorongan keuntungan pribadi. seperti, menolong agar diakui oleh orang lain, dapat imbalan dan konsekuensi negatif kalau tidak menolong orang tersebut. Kedua motif Altruism (berorientasi pada orang lain) ketika melakukan perilaku prososial dilatar belakangi oleh kepedulian yang tulus terhadap orang lain ,dan sang pelaku tidak mengharapkan imbalan. Â
Mengenal 5 Tahap Perkembangan Motiff prososial
- Berorientasi Pada Kepentingan Pribadi Anak-anak yang berada di tahapan ini masih berorientasi pada keuntungan protektif yang mungkin didapatnya dari lingkungan sosial jika ia berbuat baik kepada orang lain. Contoh: anak yang menata kembali mainannya setelah bermain karena takut dimarahi oleh orang tuanya. Motif prososial seperti normal didapati pada mayoritas anak usia pra-sekolah dan sebagian besar anak usia sekolah dasar
- Berorientasi Pada Kebutuhan Anak-anak di tahap ini mulai menunjukkan kemampuan mengekspresikan kepedulian secara sederhana terhadap kebutuhan orang lain, sekalipun hal tersebut membuat kepentingan pribadinya terganggu. Contoh: anak yang rela meninggalkan tayangan TV favoritnya sejenak demi mengambilkan air minum untuk ibunya yang sedang batuk-batuk.
- Berorientasi Pada Penilaian Orang Lain anak- anak yang berada di tahap ini cenderung memaknainya sebagai upaya agar dapat diterima oleh orang-orang di sekelilingnya dan sekaligus dipandang sebagai orang yang baik. Contoh: anak yang mengajukan diri untuk membantu guru membersihkan papan tulis agar mendapat penilaian yang baik dari gurunya. Motif prososial ini normal ditemukan pada sebagian anak sekolah dasar dan sebagian kecil anak usia sekolah menengah.
- a. Munculnya Kemampuan Reflektif Dan Empati Pada tahap ini, pertimbangan untuk berbuat baik sudah jauh lebih kompleks, yakni dengan melibatkan proses empati, pertimbangan atas prinsip kemanusiaan, dan antisipasi terhadap emosi yang mungkin akan mereka rasakan setelahnya. Seseorang di tahap ini mungkin akan mendonasikan uang jajannya untuk korban bencana karena ia tergerak secara emosi dan merasa bahwa dirinya akan menyesal jika tidak berdonasi. Motif prososial seperti ini normal dijumpai pada sebagian kecil siswa sekolah dasar di tahun akhir dan mayoritas siswa di sekolah menengah.
- b. Tahapan Transisi Pada tahap ini, pengambilan keputusan untuk menolong didasari atas pemikiran yang panjang, yang melibatkan nilai-nilai moralitas, norma dan tanggung jawab sosial, serta dorongan untuk mengubah kondisi masyarakat menjadi lebih baik. Contoh: siswa yang menolak memberi contekan saat ujian karena baginya hal tersebut menyalahi nilai-nilai kejujuran. Di sini, meski ia menolak untuk menolong, namun keputusannya itu dilandasi oleh kesadaran atas tanggung jawab sosialnya sebagai pelajar. Motif ini normal dijumpai pada sebagian kecil siswa sekolah menengah dan kelompok usia di atasnya.
- Berorientasi Pada Nilai Moral Yang Terinternalisasi Orang-orang yang mencapai tahap ini akan lebih berorientasi pada kesejahteraan orang lain, sehingga perilaku prososial yang dilakukan cenderung tulus dan tanpa pamrih. Tahap ini umumnya ditemukan pada sebagian kecil siswa di sekolah menengah dan jarang ditemukan pada anak usia sekolah dasar.
Apa yang mempengaruhi perilaku prososial?Â
Perilaku prososial dapat dipengaruhi oleh kelompok sosial tertentu, seperti keluarga. (GROUP MEMBERSHIP) Sebagian ilmuwan berpendapat bahwa respon prososial dan perilaku alturistik seseorang dipengaruhi oleh kecenderungan genetis yang bersifat herediter. Dengan demikian ada orang- orang yang memang secara genetis suka menolong, demikian pula sebaliknya. (BIOLOGICAL). pengalaman prososial yang diberikan oleh "agen sosialisasi" (orangtua, teman sebaya, guru, media massa, dsb.) selama masa perkembangan individu. Seseorang yang oleh orangtua dan gurunya dibiasakan untuk menolong mungkin perilaku prososialnya akan lebih berkembang. (SOCIALIZATION EXPERIENCES) Perilaku prososial juga terkait dengan kemampuan serta kematangan seseorang dalam mempersepsi, mengintepretasi, dan mengevaluasi situasi di sekelilingnya. Seseorang yang lebih mampu menangkap adanya kebutuhan pertolongan di lingkungannya dimungkinkan lebih siap melakukan perilaku prososial. (COGNITIVE PROCESSES). Seseorang dengan emotional responsiveness akan memiliki kepekaan terhadap situasi emosional di lingkungannya, akan memiliki rasa bersalah, simpati terhadap nasib orang lain, serta empati. Selanjutnya mereka akan lebih mudah melakukan tindakan prososial. (EMOTIONAL RESPONSIVENESS). Variabel-variabel seperti tekanan eksternal serta situasi sosial yang sedang berlangsung juga dapat memengaruhi kemunculan perilaku prososial seseorang. Misalnya, perilaku menolong seringkali akan lebih mudah terjadi jika ada audiens yang menyaksikan. (SITUATIONAL CONDITIONS).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H