Dipercaya oleh orang lain saat ini menjadi komoditas yang sangat berharga - bahkan cenderung semakin meningkat nilainya.
Prank yang sering kita temui di banyak video-video yang dilansir oleh para selebriti mungkin menjadi awal dari sikap meragukan atau mempertanyakan apakah benar? Apakah adegan itu sungguh-sungguh atau prank?
Walaupun akhirnya bukan prank, kitapun masih meragukannya. Butuh upaya ekstra dari biasanya untuk percaya.
Sehingga peristiwa-peristiwa yang penting dan sakral dalam kehidupanpun tak luput dari pertanyaan, berita pernikahan A dan B, apakah ini hanya settingan saja?.
Ada orang mengatakan bahwa kita saat ini hidup dibawah rezim post truth. Dimana segala sesuatu patut dipertanyakan dan diragukan.
Tidak dipercaya itu capek. Orang akan bertanya dan menyelidiki kita, dikorek mundur segala sesuatu yang pernah kita lakukan. Dicocokkan apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan. Bila terdapat sedikit saja ketidakcocokan maka resikonya besar.
Kalau dipercaya memang sungguh komoditi yang hampir masuk dalam kategori sulit didapat, sudah selayaknya kita berjuang sekuat tenaga untuk menjadi yang dipercaya.
Akar dari sulitnya seseorang untuk dipercaya adalah berasal dari dalam dirinya sendiri. Yakni, ia tidak bisa mempercayai orang lain.
Ini bisa disebabkan ia sendiri suka berbohong atau membohongi orang lain, suka menyelingkuhi orang lain, suka berbuat curang.
Pada orang-orang yang tidak pernah melakukan itu biasanya lebih mudah untuk dipercaya orang.
So, jangan suka bohong, suka curang dan suka selingkuh agar bisa dipercaya.