BERKECIMPUNG menjadi sukarelawan atau sukarelawati apa hebatnya ? Pasca bencana gempa dan tsunami Aceh 2004 lalu banyak relawan asing dan relawan dari berbagai yayasan turun ke Aceh dan Nias untuk memberikan pertolongan. Pasca bencana ini, banyak luka lama yang tertinggal. Antara lain cacat seumur hidup, kehilangan anggota keluarga, kehilangan rumah dan trauma yang berkepanjangan.
Yayasan Surya Kebenaran Internasional yang sudah mulai melakukan misi sosialnya sejak tsunami di Aceh dan Nias, sampai hari ini masih konsisten dengan misinya membantu masyarakat kurang mampu di berbagai daerah di seluruh Indonesia, bahkan bila perlu sampai ke negara luar yang benar-benar sangat membutuhkan sentuhan tangan para relawan Indonesia.
Saya mulai ikut berkecimpung di dunia relawan ini sejak diajak oleh Pembina YSKI RE Nainggolan dan drg. Annita, Pdt.Jansen Lase serta ibu Elis yang sangat intens dengan masalah-masalah sosial dan kesehatan warga kurang mampu. Dari beberapa kali ikut dengan tim YSKI, saya baru menyadari kalau di tengah situasi seperti sekarang ini masih saja ada orang yang mau menaruh kepedulian terhadap penderitaan orang lain yang membutuhkan pertolongan.
Lembaga ini sangat konsen dengan permasalahan sosial seperti melakukan operasi katarak terhadap warga kurang mampu, memberikan bantuan kaca mata, pemberian kaki dan tangan pengganti kepada warga yang cacat kaki dan tangan akibat kecelakaan atau bawaan lahir serta bantuan lainnya termasuk korban bencana kebakaran.
Pada acara pemasangan dan pengukuran kaki/tangan pengganti (kalimat pengganti untuk kata palsu dipopulerkan oleh RE Nainggolan untuk lebih menghargai keberadaan orang-orang berkebutuhan khusus yang secara jujur masih memiliki kontribusi bagi bangsa dan negara ini). Mereka masih bisa berkarya walau dengan kondisi tubuh tidak lengkap.
“Kalau beli saya tidak mampu Pak, karena saya hanya penjual buah dan hasilnya tidak seberapa,” kata M Nurdin sembari berlinang air mata.
Hal senada juga disampaikan Sepat Muli Sembiring (39) warga Raja Tungka Kecamatan Kuala Langkat saat menerima kaki pengganti di Kabanjahe beberapa waktu lalu. Kaki kanannya terpaksa diamputasi 4 tahun lalu akibat kecelakaan lalu lintas di Jalan Medan-Aceh. Sambil meneteskan air mata ia mencoba melangkah dengan kaki penggantinya.
Relawan-relawan yang ikut bekerja dengan sepenuh hati, saya juga waktu itu tak dapat menahan tetesan air mata saat melihat seorang warga yang tidak memiliki tangan dan kaki datang memeriksakan diri dan relawan mengukur kaki serta tangannya untuk membuatkan kaki tangan pengganti. Di dalam hati saya menangis, Indonesia saat ini sedang heboh dengan masalah korupsi ratusan miliar, rencana kenaikan BBM serta persoalan-persoalan lainnya. Apakah bangsa kita sudah tak punya nurani untuk mencoba merenung sejenak, mengingat-ingat orang-orang di sekitar kita yang benar-benar membutuhkan pertolongan ? Di luaran sana banyak orang-orang yang berkebutuhan khusus membutuhkan pertolongan.
Saya semakin terharu ketika melihat Elis, salah seorang relawan YSKI yang setia dan selalu ada di setiap kegiatan. Padahal, kalau melihat kondisinya yang duduk di kursi roda, rasanya tidak pantas untuk selalu mengikutsertakannya dalam aksi sosial ke berbagai daerah. Akan tetapi, dengan semangatnya yang luar biasa ia bisa memanfaatkan waktunya untuk berbuat sesuatu kepada orang-orang yang membutuhkan pertolongan.
Berdasarkan data dari setiap kali melakukan aksi sosial di beberapa kota, diperoleh bahwa hampir 80 persen penyebab kehilangan kaki dan tangan akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja serta akibat bencana alam, 20 persen akibat sakit polio dan bawaan sejak lahir. Aksi sosial pemberian bantuan kaki dan tangan pengganti masih terus dilakukan.
Selain memberikan kaki dan tangan pengganti, tim juga pernah turun ke beberapa daerah untuk memberikan kaca mata baca. Menurut pengakuan Pdt. Jansen Lase saat melakukan aksi sosial di Jawa Tengah dan Yogya. Seorang ibu menjerit dan menangis saat mendapatkan kaca mata. Setelah ditanya kenapa sampai menangis, ibu tadi menjawab dengan gembira. “Akhirnya saya bisa membatik lagi, saya bisa bekerja lagi,” katanya.
Ketika kita mau merendahkan hati kita dan mau merasakan penderitaan orang lain, di saat itulah muncul rasa simpati dan rasa ingin membantu orang lain dengan kemampuan yang kita miliki. Mungkin kita sangat terbatas dalam hal dana, tapi kita punya potensi dan tenaga yang bisa kita gunakan untuk membantu orang-orang yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan.
Aksi sosial yang dilakukan YSKI sangat universal. Ada juga relawan yang bertugas mencari orang-orang cacat untuk deberikan bantuan. Seperti anak-anak atau warga yang memiliki ketidaksempurnaan di bagian mulut (bibir sumbing). Orang-orang seperti ini biasanya akan menghindar dari keramaian karena malu. Padahal mereka masih memiliki harapan untuk bisa mewujudkan impiannya. Operasi bibir sumbing dengan melibatkan beberapa dokter juga akan segera dilakukan demi untuk menyelamatkan generasi-generasi muda yang ke depan bisa mengubah keadaan lebih baik.
Dari beberapa aksi yang saya ikuti di beberapa daerah, saya menyadari bahwa ketika kita mau mencoba melakukan perenungan, andai kata kita berada di posisi mereka, apa yang harus kita lakukan ? Dengan keterbatasan yang mereka miliki membuat mereka hanya berada di satu lingkaran yang sulit bagi mereka untuk keluar dari lingkaran itu. Sampai hari ini, mereka sangat membutuhkan uluran tangan para sukarelawan yang mau memberikan bantuan. Menjadi sukarelawan yang tidak digaji dan tidak mengharapkan imbalan ternyata tidaklah mudah. Perlu kesabaran dan ketulusan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H