Kebiasaan buruk dalam berkendara yang dilakukan masyarakat adalah lebih takut pada Polisi Lalulintas daripada takut kehilangan nyawa. Kelalaian dalam hitungan detik saja, nyawa kita bisa melayang. Pengalaman dalam berkendara yang membuat kita jengkel adalah saat berada di persimpangan jalan yang menggunakan traffic light (lampu pengatur lalu lintas) dimana lampu merah sedang menyala, berarti wajib berhenti.
Kekesalan muncul saat angkutan umum yang ada di belakang kita membunyikan klakson dan mengatakan "Jalan....Jangan sok kali kamu, mau cepat ini..." kalimat itu membuat saya menoleh ke belakang dan membiarkan angkot lewat. Di luar dugaan, angkot yang tidak mematuhi aturan lalu lintas tadi tabrakan dengan sebuah sepeda motor yang melaju kencang dari arah kanan. Tabrakan tak bisa dielakkan. Apa yang bisa kita ucapkan dengan kejadian di depan mata kepala kita sendiri ? Mungkin hanya bisa mengurut dada dan memberikan pertolongan seadanya.
Dalam sebuah kesempatan, penulis pernah melakukan penelitian kecil-kecilan terhadap pengendara roda dua dan roda empat. Kenapa tidak menggunakan helm pengaman saat berkendara ? Jawabannya sangat singkat. Kalau ada Polantas baru pakai helem bro, kalau tak ada ya gantungkan saja di motor. Ada pula yang jawab, kalau pakai helm kepanasan. Ada-ada saja.
Sama halnya dengan pengguna kendaraan roda empat. Setiap kali berkendara mereka seringkali lupa menggunakan sabuk pengaman. Saat ditanya, alasannya sama dengan pengguna sepeda motor. Kan tidak ada polisi lalu lintas, kalau ada langsung pakai saja. Jawaban lainnya adalah sabuk pengaman membuat dada sesak dan susah bernafas.
Sampai hari ini, pengguna jalan masih banyak yang tidak mengerti dengan rambu-rambu lalu lintas, kadang-kadang kita merasa apakah mereka buta warna atau masih bisa membedakan warna ? Merah, kuning dan hijau sama saja bagi kebanyakan pengguna jalan. Apakah mereka begitu mudahnya memperoleh SIM sementara rambu-rambu lalu lintas tak mereka kuasai ?
Masyarakat Indonesia, kadang-kadang lebih taat berlalu lintas saat berada di negeri orang dari pada di negeri sendiri. Tak hanya soal berkendara, dalam membuang sampah sembarangan pun sangat sering dilakukan pengguna kendaraan roda dua dan roda empat. Mereka dengan seenaknya saja membuang sampah ke jalan raya tanpa pernah memikirkan pengguna jalan lain yang ada di belakangnya.
Bijak dalam berkendara harus dimulai dari rumah, dimulai dari diri sendiri. Walaupun tantangan yang kita hadapi di luar sana sangat banyak, ada yang mengejek, menghardik dan yang lainnya. Di saat kita taat berlalu lintas selalu saja ada orang lain yang kepanasan dengan ketaatan kita. Di saat itulah kita akan merasakan bahwa taat dan bijak dalam berlalulintas memberikan ketenangan dalam hidup kita.
Masalah ajal, Tuhan yang menentukan. Kalau berangkat dari rumah kita berdoa dan menyerahkan perjalanan kita kepada Yang Maha Kuasa, tertib dalam berlalulintas, menahan amarah dan jangan terpancing dengan sikap ugal-ugalan pengemudi lain, pasti kita akan selamat di perjalanan.
Jangan lupakan hal kecil, seperti kelengkapan kendaraan mulai dari SIM, surat-surat kendaraan dan kondisi kendaraan saat akan digunakan. Tertib dalam berlalu lintas adalah cermin manusia berkualitas dan taat dengan aturan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H