Guru zaman now, kalau tidak akrab dengan teknologi akan dicap menjadi guru yang ketinggalan zaman. Benarkah anggapan itu ? Mungkin, kalau kita kembali mengingat bagaiman peran guru di tahun 70-an sampai tahun 90-an dimana teknologi komunikasi masih mengandalkan telepon rumah, guru-guru pada masa itu sangat fokus dalam mengajar.
Kemudian, beranjak pada jaman teknologi informasi dan komunikasi yang semakin canggih, guru-guru yang dulu fokus dengan pengajarannya mulai terpengaruh dengan kebiasaan guru zaman now (yang sudah mengenal teknologi), guru yang mulai mengajar di atas tahun 2000-an.
Guru jaman sekarang banyak yang mengajar sambil melihat status Facebook atau selfie dulu dengan peserta didik lalu dipublish di Instagram. Kalau hanya sekadar ingin eksis dan bisa mendisiplinkan diri untuk tidak berlama-lama dengan medsos, mungkin tak jadi masalah. Hanya saja, kenyataan di lapangan justru sebaliknya.Â
Di beberapa sekolah ada aturan yang mengharuskan guru saat mengajar tidak boleh mengakrabi androidnya atau smartphone-nya. Benda yang sangat mempengaruhi perilaku seseorang itu harus diamankan ketika proses belajar mengajar berlangsung.
Keberadaan handphone saat ini telah menyita banyak waktu menjadi terbuang dengan percuma. Antara orang tua dengan anak seperti ada sebuah sekat yang membatasinya, komunikasi langsung antara sesama anggota keluarga di rumah jadi jarang tercipta karena semua sibuk dengan handphone-nya masing-masing. Ada yang sibuk dengan games, media sosial atau sibuk menonton Youtube.Â
Kebiasaan ini terbawa terus sampai anak beranjak remaja, dan akhirnya menjadi insan yang introvert dan cenderung tertutup karena setiap hari mengakrabi handphone. Tak perlu heran kalau hari-hari belakangan ini kita melihat sekumpulan orang yang sedang makan di restoran, lebih fokus melihat androidnya daripada menikmati santapan yang ada dihadapannya.
Apabila kebiasaan ini terbawa terus sampai ke sekolah, maka klop-lah proses belajar mengajar dikelas tersebut dikuasai oleh teknologi informasi yang menggiring kita lebih banyak tersenyum sendiri, tertawa sendiri dan marah sendiri dengan benda yang ada ditangan kita. Harapan kita disaat ini, agar sekolah benar-benar menjalankan aturan no HP saat pelajaran di dalam kelas sedang berlangsung.
Di beberapa sekolah, ada aturan yang mengharuskan peserta didik menitipkan handphonenya di luar kelas atau langsung disita pihak sekolah agar proses belajar mengajar berjalan sesuai dengan harapan. Ketika ada keperluan orangtua terhadap anaknya, bisa menghubungi pihak sekolah dan pihak sekolah yang akan menyampaikan kepada peserta didik perihal pesan penting orangtuanya.Â
Terkadang, aturan ini bagi orang tua tertentu terlalu dibuat-buat. Padahal, kalau kita berpikir secara positif cara seperti ini akan mendisiplinkan anak agar menghargai setiap jenis waktu. Ada waktu untuk belajar, waktu untuk makan dan waktu untuk tidur. Di antaranya, orang tua bisa menerapkan aturan bagi anak untuk bermain dengan androidnya pada jam-jam tertentu. Aturan untuk mendisiplinkan anak dalam menghargai waktu sejalan dengan gagasan yang disampaikan Presiden RI Joko Wododo untuk mewujudkan pentingnya revolusi mental.Â
Presiden RI Joko Widodo menyampaikan bahwa revolusi mental masih tetap dijalankan di Indonesia. Semua elemen harus bersatu padu dalam mewujudkannya. Kalau revolusi mental dan sistem yang baik sudah terbangun, ini akan memperkecil niat seseorang melakukan tindakan yang tidak bermanfaat.Â
Salah satu penentu dan pemegang kunci revolusi mental di negeri ini adalah guru. Selain orangtua dan keluarga di rumah, guru juga memiliki waktu yang hampir sama dengan orangtua dalam berinteraksi dengan anak di sekolah atau dosen di kampus. Revolusi mental harus dimulai dari dunia pendidikan dan secara simultan berjalan di bidang-bidang lainnya. Mengapa dunia pendidikan? Karena sebagian besar waktu anak hingga menjelang dewasa (18 tahun waktu anak dihabiskan di bangku pendidikan).Â