Mohon tunggu...
James P Pardede
James P Pardede Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Menulis itu sangat menyenangkan...dengan menulis ada banyak hal yang bisa kita bagikan.Mulai dari masalah sosial, pendidikan dan masalah lainnya yang bisa memberi pencerahan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perketat Seleksinya, Lakukan Evaluasi Berkesinambungan

3 April 2017   21:56 Diperbarui: 4 April 2017   15:34 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perkelahian, sistem rodam antara senior dengan junior (perpeloncoan) dan sikap "merasa lebih senior" terhadap junior terkadang perlakuannya berlebihan. Berbeda pula kasusnya dengan kematian siswa Taruna Nusantara bernama Krisna Wahyu Nurachmad, berdasarkan informasi yang diperoleh dari pelaku diketahui bahwa pelaku dendam terhadap Krisna karena sudah beberapa kali memergokinya melakukan pencurian barang-barang sesama siswa taruna.

Seharusnya, ketika Krisna sudah melaporkan perilaku temannya yang suka mencuri barang-barang temannya sudah mengambil tindakan agar memisahkan barak atau melakukan rotasi penghuni barak untuk menghindari rasa dendam berkepanjangan. Kalau dalam perilaku hidup sehari-hari, orang yang suka mencuri barang-barang kecil ini disebut mengidap penyakit kleptomania. Karena aksi pertamanya mulus, ia jadi ketagihan untuk melakukan aksinya kembali.

Yang disayangkan adalah, perilaku pelaku yang ketika tertangkap basah melakukan aksinya merasa terusik dan menaruh dendam terhadap Krisna Wahyu. Karena merasa aksinya terbongkar dan tersebar ke semua kalangan siswa taruna, pelaku telah merencanakan sesuatu yang tidak manusiawi, yaitu menghabisi nyawa temannya sendiri dengan pisau.

Ketika pelaku ditangkap, perlu dilakukan tes kejiwaan apa sesungguhnya motif pelaku sampai menghabisi nyawa temannya sendiri, temannya satu barak. 

Menyikapi hal ini, ke depan pihak sekolah Taruna Nusantara harus melakukan seleksi yang lebih ketat dengan melibatkan psikolog, kemudian setelah mereka berada di lingkungan sekolah, perlu ada kegiatan yang intinya melakukan evaluasi terhadap perkembangan siswa serta keberadaan emosional siswa agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Kejadian ini telah mencoreng dunia pendidikan kita, ini sekaligus menjadi tantangan bagi semua kalangan untuk melakukan evaluasi diri apakah kita sudah benar dalam mendidik anak, mengawal pertumbuhan anak dan memenuhi haknya untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun